Berita
Penanganan Gizi Buruk Harus Optimal
KEMBANGAN –– Penanganan gizi buruk pada balita harus dilakukan seoptimal mungkin. Menurut Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Parwathi Mayun, merawat balita penderita gizi buruk tidaklah mudah.
“Biasanya, dan juga dalam kasus Salimatun juga terjadi, balita mengalami sakit yang membuatnya tidak makan dan kurang asupan gizi,” katanya. Hal yang paling utama untuk menyembuhkan balita tersebut adalah menaikkan berat badannya lebih dulu. “Kalau berat ba dannya masih kurang, mau diapakan juga tidak kuat karena lemah balitanya,” kata Parwathi.
Dalam penstabilan ini, balita diberikan makanan yang sesuai dengan keadaannya. Formula, volume, tingkat kematangan, tekstur, dan gizi yang terkadung di dalamnya harus tepat. “Harus ahli gizi yang melakukannya, nanti ibunya dibimbing pelanpelan,” katanya.
Tahap selanjutnya adalah normalisasi kemudian bila tidak mam pu lagi baru rehabilitasi. Langkah yang dilakukan Dinas Kesehatan dalam keadaan parah yaitu kuratif. Langkah ini dilaku kan apabila balita keadaannya parah, berat badannya sangat kurang, dan menderita penyakit.
Langkah kuratif ini ada dua, yaitu Pos Gizi dan therapeutic feeding center (TFC). Balita dibawa ke TFC apabila keadaannya sangat darurat seperti kasus Salimatun, Damar, dan Bintang. “Yang kena gizi buruk ini hanya tiga. Tirta itu hanya gizi kurang,” katanya.
Selepas dari TFC, apabila balita masih kurang berat badannya akan diikutkan dalam kegiatan pos gizi. Pos gizi ini adalah kegiatan untuk memberikan gizi yang benar pada balita. Biasanya diikuti oleh 10-12 balita penderita gizi kurang. Ibu dari ba lita tersebut akan diajari cara memasak yang benar, sedangkan anak-anaknya dalam waktu tersebut dibimbing juga oleh petugas kesehatan.
Konsep awalnya, seharusnya ada kontribusi dari masyarakat. “Tetapi tidak jalan,” kata Parwathi. Seharusnya, setiap ibu mem bawa beras dan sayuran sendiri tetapi mereka tidak sanggup. Pos gizi ini ada pada tingkat RW. “Sudah 79 buah yang ada di Jakarta Barat,” katanya.
Gizi buruk yang terjadi di wilayahnya ini, sangat disesal kan oleh Parwathi. Pihaknya telah melakukan segala upaya agar balita di Jakarta Barat ini sehat semua. Pemberian ma kan an tambahan selalu diberi kan dan didistribusikan dengan baik.
Ani, istri ketua RT 15 RW 07 Kelurahan Tanjung Duren, mengatakan pemberian ma kanan tambahan bagi balita su dah baik. Hanya saja, menurutnya, masyarakat yang tidak mengonsumsinya dengan baik. “Ibunya sering tidak memberi kannya pada balita, malah dibuang,” katanya. c05 ed: maghfiroh yenny