Berita
Jangan Pilih Pemimpin Muslim Yang Non Islami
Pada tahun 2014 yang dianggap sebagai tahun politik kembali mencuat permasalahan klasik yang lama terpendam dalam tatanan masyarakat Muslim, yaitu tentang boleh tidaknya memilih atau memiliki pemimpin non Muslim. Untuk itu ABI Press, mencoba mendapatkan perspektif atau sudut pandang tentang pemimpin non Muslim dari Dr. Mushin Labib, yang merupakan salah satu dosen filsafat di Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat SADRA, Jakarta dan juga penulis buku “Pemimpin Non Muslim”.
Berikut adalah petikan wawancara ABI Press dengan Dr. Mushin Labib.
Bagaimana menurut Dr. Mushin Labib, tentang pemimpin non Muslim? Seperti halnya himbauan MUI bahwa Muslim dilarang memilih non Muslim sebagai pemimpin.
Ya, kalau hanya himbauan jangan memilih pemimpin yang non Muslim, siapa saja boleh menyarankan hal tersebut, karena dalam politik itu boleh, karena itu adalah masalah konstitusi. Tapi bila anda bertanya ke saya, bolehkah memilih pemimpin yang kafir? Tunggu dulu, kalau pemimpin itu artinya adalah penghubung antara kita dengan Tuhan, ya bukan cuma harus Muslim, tapi harus yang paling baik juga. Sebab pemimpin itu punya dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Nah, oleh kebanyakan orang itu dicampur aduk jadi satu, sehingga pemaknaan pemimpin itu selalu diartikan dengan dimensi vertikal saja, yaitu pemimpin yang menghubungkan kita dengan Tuhan.
Kalau pemimpin yang artinya seperi itu, seperti halnya ulama yang harus Muslim, ya iya dong! Karena ulama itu adalah pemimpin pada dimensi vertikal, misalnya saja jika ketua MUI ada yang non Muslim, saya ndak setuju itu!
Tapi kalau pemimpin yang dimaksud itu adalah pemimpin dalam arti dimensi horizontal, seperti untuk mengurusi macet, lalulintas, banjir, gubuk-gubuk liar di sekitar rel kereta api, nah pemimpin yang ini ndak harus Muslim.
Jadi ada pemimpin yang sifatnya administratif yang fungsinya itu adalah mengurusi urusan antar manusia dan ada pemimpin yang fungsinya itu adalah penghubung antara kita dengan Tuhan, nah sekarang ini yang ada di masyarakat umum pemimpin yang mana? Hal ini harus diperjelas terlebih dahulu, supaya orang tidak salah paham.
Kalau yang dimaksud pemimpin itu adalah penghubung antara kita dengan Allah SWT, bukan cuma harus Muslim, ndak cukup syarat itu saja tapi juga adalah orang yang paling baik, yang wara’, dia harus Muslim yang utuh.
Apakah pada jaman Nabi dulu ada contoh pemimpin yang non Muslim?
Begini, saya tidak bisa menggunakan kalimat pemimpin itu apabila belum diperjelas karena ada dua istilah pemimpin. Dalam Islam itu tidak ada istilah pemimpin, yang ada itu istilah Imam, Amir dan Khalifah. Bahasa Indonesia ini ambigu, kalau mau menggunakan istilah pemimpin dan yang seperti apa yang dimaksud dalam istilah Islam. Kalau pada jaman nabi itu kalau yang dimaksud adalah pemimpin yang menghubungkan kita dengan Allah itu harus yang terbaik, dan sekali lagi, bukan hanya Muslim tapi juga Muslim yang paling alim, paling takwa.
Tapi kalau misalnya cuma pemimpin dalam posisi sebagai Ketua Ikatan Office Boy Indonesia, itu pemimpin juga kan? Atau pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang penitipan rumput di Ibu Kota, kan pemimpin juga? Masa harus Muslim? Jadi istilah pemimpin disini masih ambigu. Jadi saya tidak bisa menggunakan istilah pemimpin yang sudah beredar di masyarakat saat ini untuk menjawab pertanyaan anda.
Apa syarat-syarat pemimpin yang memiliki dimensi horizontal yang mengurusi kepentingan masyarakat?
Syarat-syaratnya diterima oleh masyarakat, etika umum dan kesepakatan antar masyarakat. Misalnya kalau di negara seperti kita ini, lewat pemilihan umum, kalau dia terpilih maka dia jadi pemimpin. Nah disini ada dua jenis kriteria, disepkati oleh masyarakat dan juga memiliki kemampuan di bidangnya. Misalnya dia memiliki kemampuan di perbankan dan dipercaya untuk memimpin bank, maka dia adalah pemimpin unit perbankan, sebab dia adalah ahli dalam bidang perbankan, selain itu juga memiliki syarat umum seperti kejujuran dan syarat-syarat lainnya terpenuhi dengan standar yang telah disepakati bersama dalam masyarakat. Kalau pemimpin itu pengertiannya ini, maka ndak harus Muslim.
Mengapa sekarang terjadi pencampur adukan pengertian pemimpin ini sehingga menjadi kacau-balau?
Karena tidak diperjelas, posisi pemimpin ini terlalu kabur. Saya kalau ditanya pemimpin itu harus Muslim atau non Muslim? Saya ndak bisa jawab, karena pemimpin yang mana dulu? Makanya saya berusaha untuk memperjelas istilah pemimpin. Pertama saya harus bedakan dimensinya, dimensi vertikal ataukah horizontal? Kedua, istilah Muslim, non Muslim dan Kafir ini harus juga diperjelas. Apakah semua non Muslim itu Kafir? Ini sampai sekarang masih harus diperjelas. Lalu apakah Muslim itu pasti Islami dan apakah Islami itu pasti Muslim? Itu juga harus diperjelas.
Mereka boleh jadi seperti itu karena memiliki satu dimensi tentang pemimpin, sehingga wajar saja mereka bersikap seperti itu, sementara saya, spektrumnya kata pemimpin banyak variabelnya, sehingga saya tidak mereaksi begitu, di satu sisi saya bisa sama, kalau pemimpin itu adalah penghubung antara saya dengan Tuhan, tentu saya sangat setuju itu. Tapi kan saya punya banyak pengertian tentang pemimpin.
Dapat anda jelaskan beda antara Muslim, Non Muslim dan Kafir?
Muslim itu orang yang memang bersyahadat, syahadat La Illaha Illallah, Muhammadan Rasulullah, dia meyakini itu, dia meyakini hukum-hukum Al-Quran, semuanya yang qath’i, maka dia Muslim. Persoalan apakah dia menjalankannya atau tidak, itu lain persoalan. Cukup dengan bersyahadat, maka dia Muslim sudah, apapun alirannya, apapun mazhabnya, itu yang disebut dengan formal Muslim. Sehingga dia sudah bisa dianggap Muslim secara lahiriah dan konsekuensinya dia tidak boleh di apa-apain darahnya dan hartanya. Namun sayangnya banyak orang yang malah sudah Muslim secara formal tapi masih juga dikafirkan, ini malah yang lebih memprihatinkan.
Kedua, non Muslim, ini memiliki pengertian yang pasif, kalau kafir itu memiliki pengertian yang aktif. Pasif itu artinya belum menolak tapi dia belum memiliki alasan untuk mempercayai, untuk menerima. Bisa jadi banyak faktornya yang membuat pilihannya terlalu rumit, atau dia dikaburkan saat melihat sejumlah perilaku orang-orang yang mengaku Muslim tapi tidak mencerminkan keislamannya dalam bertindak, sehingga dia berjarak dengan Islam yang muncul. Atau bisa saja yang selama ini dia lihat adalah Islam yang tidak mencerminkan konsep Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu.
Al-Quran sendiri menjelaskan “Tidaklah Kami menyiksa suatu umat, melainkan Kami telah mengutus Rasul sebelumnya.” Jadi setelah ada Rasul orang itu baru ada yang kafir dan ada yang tidak. Orang seringkali balik bertanya, ‘Lho kan sekarang sudah ada Nabi Muhammad? Kan berarti yang tidak Muslim berarti kafir? Dengan mengutus Nabi itu bukan Nabinya saja yang diutus tapi informasi tentang Nabi itu sudah sampai apa belum? Jangan-jangan belum sampai. Maka dari itu, orang yang beda agama pun ada levelnya dalam Islam, pertama yang paling dekat dengan kita itu Ahlul Kitab, kemudian yang bukan Ahlul Kitab. Ahlul Kitab itu yang paling dekat siapa? Kristen. Al-Quran yang bilang, ‘Kau akan menemukan orang yang paling dekat dengan orang Ahlul Kitab adalah Kristen.’ Jadi yang non Muslim pun memiliki level.
Sedangkan kalau kafir, kafir itu menentang, orang yang memang ndak mau tau, orang yang memang sengaja untuk melawan. Kafir itu sendiri pengertiannya juga banyak, kafir dalam konteks ketuhanan, orang yang tidak percaya Tuhan itu kafir, atheis itu kafir. Tapi ada orang yang disebut dengan agnostic, artinya adalah seseorang yang belum menemukan argumen untuk meyakini Tuhan, ini beda dengan yang atheis. Karena selama ini konsep-konsep yang ditawarkan kepada dia itu tidak bisa meyakinkan dia untuk percaya dengan Tuhan.
Kemudian ada kafir itu karena syirik. Syirik itu menduakan Tuhan. Dianggapnya Tuhan bisa berkoalisi, itu kafir kalau memang dia tujuannya adalah menolak tauhid. Tapi banyak sekali sebenarnya orang juga tetap bertauhid, tapi berbeda pandangan tauhidnya dengan Muslim lain sehingga dia dianggap Musyrik, padahal juga belum tentu. Sekarang malah yang jelas-jelas Islam disyirikkan gara-gara ziarah kubur, padahal ziarah kubur ndak syirik kecuali kalau dia menganggap kuburan itu Tuhan. Kalau ada dua Tuhan, Tuhan yang di langit dan Tuhan yang ada di kuburan, itu jelas syirik, atau dia menyembah kuburan itu syirik.
Pengertian pemimpin sudah campur-aduk di masyarakat saat ini, lalu menurut anda, apa yang harus dilakukan?
Yang paling enak ya memperjelas posisi pemimpin itu apa?
Maka dari itu syaratnya harus menggunakan terminologi agama, seperti Amir, Khalifah dan Imam. Kalau cuma menggunakan kata pemimpin itu masih akan membingungkan. Karena ketua kesebelasan sepakbola pun bisa disebut pemimpin. Nah ini harus diperjelas, karena begitu ada yang dipimpin otomatis dia akan jadi pemimpin.
Apakah itu semuanya harus Muslim? Kan sulit dan kita juga ndak punya banyak stok kalau untuk urusan yang kecil-kecil itu pemimpinnya harus juga Muslim.
Pemimpin yang mengumpulkan sandal, apa juga harus Muslim? Kan itu pemimpin juga, kan susah jadinya, karena kalau menggunakan istilah pemimpin, maka kategorinya masuk juga disitu. Maka dari itu harus diperjelas pemimpin ini maksudnya yang mana, dalam pengertian agama atau pengertian umum di masyarakat saat ini.
Ada yang berpendapat bahwa jika Muslim menjadi mayoritas, maka pemimpinnya harus Muslim?
Ya, walaupun yang Muslim itu ndak ngerti, walaupun ndak lulus SD, ya bagus tinggal 2 atau 3 hari saja hancur negara ini, langsung berantakan sudah. Ndak apa-apa kalau mau begitu. Ayo sudah, pokoknya pemimpinnya Muslim ya? Walaupun menafikan kemampuan, integritas, ya ndak apa-apa rencana rusak bareng (bersama) itu namanya. Ndak apa-apa kalau memang itu kesepakatannya, coba diyakinkan saja masyarakat ini untuk memilih pemimpin administratifnya harus Muslim saja. Kalau seperti itu yang terjadi maka ijazah sekolah itu sebaiknya dibuat gudang qurban, tempatnya penyimpanan hewan untuk qurban, bubarin universitas-universitas itu, sebab sudah ndak berlaku.
Hanya cukup syahadat untuk jadi pemimpin bukan lagi kemampuan, integritas, jadi tesnya bukan fit and proper test tapi kefasihan membaca dua kalimah syahadat, langsung bisa jadi salah satu direktur BUMN. Ya kalau begitu ndak apa-apa tapi akan sia-sia semua yang telah diperjuangkan di bangku sekolahan yang pada akhirnya semua keahlian akademisi umum itu tidak berlaku.
Pesan-pesan yang ingin anda sampaikan pada masyarakat ?
Jangan merasa kita yang paling baik, Al-Quran itu yang bilang dan jangan sok suci, sebab Dia yang lebih tahu siapa yang sesat di jalan-Nya, apalagi boleh jadi orang itu non Muslim secara formal tetapi Islam secara subtansial. Sebab Islam itu kan juga bisa dilihat secara substansial. Melalui apa? Etika, akhlak, perilaku. Jadi mungkin saja seseorang dilihat secara formal tidak Muslim tetapi perilakunya Islami.
Boleh jadi dia Muslim secara formal tetapi perilakunya tidak mencerminkan Islam. Dalam sebuah hadis, barang siapa percaya kepada Allah dan Hari Kiamat hendaklah menghormati tetangganya, artinya kalau ada orang Muslim secara formal adalah Islam, tapi dia tidak menghormati tetangganya dan tamunya, berarti dia Muslim tapi tidak Islami. Atau ada juga hadis yang mengatakan tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya ada yang kelaparan. Jika ada yang demikian, maka dia Muslim tapi dia tidak Islami.
Sebaliknya ada orang yang secara formal non Muslim, tapi perilakunya Islami. Tapi kalau ada non Muslim korupsi, ini yang harus ditolak jadi pemimpin administratif. Maka dari itu saya setuju menolak pemimpin non Muslim yang melakukan korupsi. Jadi saya setuju, kalau menolak pemimpin non Muslim yang korupsi.
Apalagi kalau pemimpin itu rasis, menambah kasino, menambah tempat-tempat sarang maksiat, kita menentang. Tapi kalau non Muslim malah menutup tempat judi togel misalnya, ini kan bagus, itu yang Islami berarti, daripada secara formal Islam dan fasih bacaan Qurannya tapi malah korupsi pengadaan Al-Quran. Bukan mempermudah orang naik haji malah korupsi dana haji, yang seperti ini Muslim tapi sangat tidak Islami. Tapi yang lebih baik lagi tentu saja adalah pemimpin yang Muslim dan juga Islami, itu yang layak kita pilih walaupun memang sangat jarang keberadaannya tapi saya yakin itu ada. (Lutfi/Yudhi)