Berita
Pemerintah Keluarkan Peraturan Baru Pertambangan, Begini Tanggapan Ormas ABI
Pemerintah mengeluarkan peraturan baru (PP Nomor 1 tahun 2017) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan dan Batu Bara. Melalui PP yang dikeluarkan 11 Januari itu, pemerintah mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan membangun smelter, dan divestasi sahamnya sebesar 51 persen kepada pemerintah.
PT Freeport Indonesia (PTFI) salah satu perusahaan tambang raksasa di Papua pun menghadapi situasi sulit pasca dikeluarkannya peraturan itu. Pihak PTFI yang keberatan dengan peraturan itu berencana menempuh jalur pengadilan internasional atau arbitrase.
Dalam keterangannya, pemerintah menerbitkan PP Nomor 1 2017 itu berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dalam rangka pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral logam melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral logam sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah terus berupaya mendorong terwujudnya pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri;
Kedua, dalam rangka memberikan manfaat yang optimal bagi negara serta memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai divestasi saham;
Ketiga, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Terkait hal itu, DPP Ahlulbait Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
DPP Ahlulbait Indonesia dengan ini menyatakan dukungan serius kepada pemerintah untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengubah kontrak karya pertambangan PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
DPP Ahlulbait Indonesia mendukung penerapan pajak beragam, kebijakan smelter, divestasi, pembatasan luasan lahan dan sebagainya. Kami memandang semua itu sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip kedaulatan negara dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alamnya sendiri.
Lebih lanjut, DPP Ahlulbait Indonesia ingin agar pemerintah yang telah mengesahkan PP No.1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017 juga dapat melihat masalah secara lebih luas, bukan hanya dari sisi kalkulasi untung rugi ekonomi. Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan persoalan keadilan sosial, tanah rakyat Papua yang diambil oleh PT Freeport Indonesia, melihat perusakan ekologi yang terus terjadi dan pelanggaran hak asasi manusia yang masih merupakan ancaman laten. Dengan demikian, tata kelola tambang Freeport dan tambang-tambang lain di masa mendatang dapat memperhatikan aspek-aspek kemanusian, keadilan sosial dan ekologi secara lebih menyeluruh.
Demikianlah sikap DPP Ahlulbait Indonesia. Semoga Allah memberkahi bangsa dan negara tercinta ini, serta menguatkan pemerintah dalam mengemban amanat UUD 1945 dan mengantar Indonesia ke masa depan yang lebih cerah dan makmur.