Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Pembuktian atas Konsep Wajib al-Wujud (Wujud Niscaya Ada)

Telah kami jelaskan pada pelajaran yang lalu bahwa para filsuf ketuhanan dan para ulama teologi telah menghimpun sejumlah argumentasi dalam membuktikan Wujud Allah. Hal inj telah dibahas dalam kitab-kitab filsafat dan teologi secara terinci. Pada pelajaran ini, kami akan memilih sebuah argumen saja dari sekian banyak argumen tersebut. Argumen ini berlandaskan pada premis-premis yang lebih sedikit sehingga akan lebih mudah untuk dipahami. Meski demikian, argumen ini tampak lebih kuat.

Sebelumnya perlu ditekankan bahwa argumen ini dapat membuktikan Wujud Allah sebagai Wajib al-wujud (Wujud niscaya Ada). Artinya, Allah Swt itu maujud, dan wujud-Nya merupakan hal yang dharuri (pasti) tanpa memerlukan sesuatu lain yang mewujudkan-Nya. Adapun untuk menetapkan sifat-sifat Allah, yang positif (tsubutiyah) maupun yang negatif (salbiyah) seperti sifat ilmu, kuasa, tidak beraga, tak terbatas oleh ruang dan waktu, hal ini itu tidak dapat dibuktikan oleh dalil ini, tetapi harus dibuktikan oleh dalil lain.

Bentuk Argumentasi

Berdasarkan asumsi rasional, realitas terbagi menjadi dua; Wajib al-wujud (Wujud Niscaya Ada) dan mumkin al-wujud (yang mungkin adanya). Secara rasional, tidak ada satu realitas pun yang keluar dari asumsi tersebut. Kita pun tidak mungkin mengatakan bahwa seluruh realitas itu mumkin al-wujud. Karena setiap mumkin al-wujud membutuhkan kepada sebab.

Apabila setiap sebab masih berupa mumkin al-wujud, maka dia adalah akibat yang tentunya membutuhkan kepada sebab yang lain. Pada akhirnya, tidak akan ada realitas apa pun sama sekali. Artinya, bahwa rangkaian sebab itu sebenarnya adalah rangkaian akibat “yang mungkin” dan tidak pasti adanya. Oleh karena itu, rangkaian mumkin al-wujud, menjadi ada tatkala berakhir kepada suatu realitas yang bukan lagi akibat dari realitas apa pun. Artinya, bahwa rangkaian wujud itu akan berakhir pada Wajib al-wujud.

Argumen di atas ini adalah argumen filsafat yang paling sederhana untuk menetapkan wujud Allah. Ia terdiri dari beberapa premis rasional, tanpa terlibat premis empirik di dalamnya. Akan tetapi, karena argumen semacam ini biasanya menggunakan sejumlah konsep dan istilah filosofis, terlebih dahulu kita harus menjelaskan beberapa istilah dan premis yang menyusun argumen ini.

“Wujud” dan “Imkan”

Setiap proposisi, sekalipun yang paling sederhana, sekurang-kurangnya mesti tersusun dari dua konsep; subjek dan predikat. Misalnya proposisi yang berbunyi, “Matahari bersinar.” Proposisi ini terdiri dari matahari sebagai subjek dan bersinar sebagai predikat.

Lalu, tertetapkannya predikat pada subjek tidak keluar dari tiga keadaan; satu, ketetapan predikat pada subjek bersifat mustahil (mumtani’). Contohnya, angka 3 itu lebih besar dari angka 4. Dua, tertetapkannya predikat pada subjek itu bersifat pasti (dharuri). Contohnya, 2 itu adalah 1/2 dari 4. Tiga, tertetapkannya predikat pada subjek bersifat tidak mustahil sekaligus tidak pasti. Contohnya, matahari berada di atas kepala kita.

Dalam logika dijelaskan bahwa proposisi pada keadaan pertama itu bersifat mumtani’, yaitu tidak mungkin terjadi, seperti pada contoh pertama tadi bahwa angka 3 itu lebih besar dari angka 4. Pada keadaan kedua, proposisi itu bersifat dharuri atau wajib, yaitu niscaya dan pasti. Sedangkan pada keadaan ketiga, proposisi itu bersifat mumkin (mungkin) dengan makna khusus. Lantaran filsafat hanya membahas sesuatu yang ada, para filsuf membagi realitas kepada dua bagian, Wajib al-wujud dan mumkin al-wujud.

Wajib al-Wujud adalah realitas yang ada dengan sendirinya, tidak bergantung kepada realitas yang lain. Tentu, realitas ini bersifat azali (tidak bermula) dan abadi (tidak berakhir). Karena, apabila sesuatu itu ma’dum (tiada) pada masa tertentu, ini menunjukkan bahwa wujud sesuatu itu bukanlah berdasarkan pada dirinya sendiri, tetapi wujudnya membutuhkan kepada realitas selainnya yang merupakan sebab atau syarat keberadaannya. Tentunya, jika sebab atau syarat itu tidak ada, sesuatu tersebut tidak akan mengada.

Sedangkan mumkin al-wujud adalah realitas yang ada tidak dengan sendirinya, tetapi wujudnya diadakan dan bergantung kepada realitas selainnya. Dengan kata lain, mumkin al-wujud tidak mungkin terwujud kecuali dengan perantara selainnya.

Penjelasan rasional ini menafikan secara pasti adanya mumtani’ al-wujud (wujud yang mustahil). Pada saat yang sama, penjelasan ini tidak mengidentifikasi, apakah realitas itu ada di luar Wajibb al-Wujud ataukah mumkin al-wujud. Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan kebenaran sebuah proposisi tersebut dengan tiga asumsi.

Pertama, setiap realitas itu Wajib al-Wujud.

Kedua, setiap realitas itu mumkin al-wujud.

Ketiga, sebagian realitas itu Wajib al-Wujud, dan sebagian lainnya adalah mumkin al-wujud.

Berdasarkan asumsi pertama dan ketiga, keberadaan Wajib alWujud sudah tertetapkan. Yang harus kita bahas lebih lanjut adalah asumsi kedua, yaitu apakah mungkin setiap realitas itu mumkin al-wujud? Kalau kita dapat menggugurkan asumsi ini, maka dapat ditegaskan keberadaan Wajib al-Wujud secara pasti, walaupun untuk menetapkan keesaan dan seluruh sifat-Nya diperlukan argumentasi tersendiri.

Untuk menggugurkan asumsi kedua, kita perlu menambahkan premis lain ke dalam argumen terdahulu itu, yaitu bahwa seluruh realitas tidak mungkin bersifat mumkin al-wujud. Namun, premis ini bukanlah premis yang badihi, aksiomatis, jelas dengan sendirinya.

Oleh karena itu, para ulama menjelaskan premis ini sebagai berikut,

  • Bahwa mumkin al-wujud itu butuh kepada sebab.
  • Bahwa rangkaian sebab yang tak berujung adalah muhal (mustahil). Maka itu, rangkaian sebab harus berakhir kepada realitas yang bukan berupa mumkin al-wujud dan juga tidak butuh lagi kepada sebab. Artinya, dia adalah Wajib al-wujud.

Dari sinilah sebagian konsep filosofis lainnya terlibat di dalam argumentasi ini dan perlu kepada penjelasan.

Selanjutnya Pembuktian atas Konsep Wajib al-Wujud (Wujud Niscaya Ada) [2]

Ayatullah Taqi Misbah Yazdi. Iman Semesta, Merancang Piramida Keyakinan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *