Berita
Patologi Birokrasi Salah Satu Sumber Konflik
Dari Tolikara, Papua hingga Aceh Singkil, Aceh, konflik yang terjadi antar umat beragama ini membuktikan bahwa kita belum selesai dengan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan bangsa ini, sehingga bentrok yang mengatasnamakan agama masih saja kerap terjadi.
“Salah satu problem di Indonesia yang terkait dengan konflik adalah Patologi Birokrasi atau penyakit birokrasi,” terang Muhammad Miqdad.
Direktur Eksekutif Institut Titian Perdamaian tersebut menyatakannya dalam serial Sekolah Agama-Agama yang dilaksanakan di kantor Indonesia Conference on Religion on Peace (ICRP), Jumat (20/11), Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Hal tersebut menurut Miqdad adalah hasil dari penelitian LIPI yang dilakukan kira-kira dua tahun yang lalu.
Karena permasalahannya terletak pada Patologi Birokrasi maka, sangat penting menurut Miqdad dilakukannya sebuah reformasi birokrasi dan hal tersebut dilakukan pertama kali melalui diklat teknis Bina Damai untuk lembaga-lembaga Administrasi negara dan melatih para PNS.
“Ternyata mereka juga baru sadar, oh iya kami ini ternyata sangat diskriminatif,” tutur Miqdad.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICRP, Muhammad Monib menceritakan pengalamannya pada tahun 2013 saat bekerjasama dengan Swiss untuk mendeteksi intoleransi pada guru-guru Sekolah Menengah Pertama yang pada saat itu dilakukan di Cileungsi, Bogor.
“Cara mudah mendeteksi intoleransi adalah ajaklah mereka untuk berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya,” ujar Monib.
Ternyata memang benar, menurut Monib ada satu orang guru yang langsung keluar dan menolak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Apa yang terjadi? Di sekolah itu ternyata hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya itu diharamkan.
Saat menceritakan temuannya tersebut dalam sebuah forum bersama Bapenas, menurut Monib, dia langsung dikerubuti oleh Dandim dan menanyakan lokasi sekolah yang mengharamkan untuk menghormat dan menyanyikan lagu Indonesia Raya tersebut.
“Itu dimana? Nanti saya hubungi Anda, saya minta datanya,tanya para Dandim,” cerita Monib.
Tapi sayangnya selepas acara tersebut tidak ada sama sekali dari para Dandim tersebut yang benar-benar menghubungi Monib.
“Itu ya mungkin yang disebut Patologi Birokrasi,” ungkap Monib.
Entah butuh waktu berapa lama lagi untuk mengikis Patologi Birokrasi sehingga konflik-konflik bisa diatasi dan yang belum terjadi bisa dicegah atau kita masih harus berhadapan dengan Patologi Birokrasi, dalam lima atau sepuluh tahun ke depan? (Lutfi/Yudhi)