Berita
Papua Butuh Sagu Bukan Beras
Menyambut Hari Tani Nasional, banyak hal dilakukan berbagai kelompok masyarakat. Salah satunya adalah pesta sagu yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (22/9) di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan; Mahasiswa, Aktivis, Praktisi Film dan perwakilan masyarakat Papua yang ada di Jakarta. Selain disugihi pesta sagu dan ubi sebagai perlambang makanan pokok masyarakat Papua, malam itu juga dimeriahkan dengan tarian tradisonal Papua dan nobar film dokumenter The Mahuze’s produksi Watchdoc yang menceritakan kondisi masyarakat Papua.
“Makanan pokok masyarakat Papua adalah sagu tapi hutan sagunya ditebang oleh pemerintah,” kata Alghiffari Aqsa, S.H, direktur LBH Jakarta pada tim ABI Press.
Seperti yang telah ramai diberitakan, Presiden Jokowi pada tanggal 10 Mei tahun ini berada di Merauke, Papua untuk menyampaikan rencananya mengkonversi lahan seluas 1,2 juta hektar milik masyarakat adat setempat menjadi sawah dalam waktu tiga tahun.
“Bila seperti ini, apa bedanya pemerintah sekarang dengan kolonial Belanda?” tanya Alghiffari.
Jokowi Widodo melanjutkan proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Proyek yang ingin menjadikan Papua sebagai Lumbung Pangan Nasional seperti digagas Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono dan akan mengubah hutan sagu milik masyarakat Papua menjadi ladang pertanian.
“Mereka dipaksa menanam padi yang nantinya akan dikirim untuk orang-orang Jawa atau mereka yang di luar Papua dan sawit untuk industri, bukan untuk dimakan orang Papua,” terang Veronica Koman, Pengacara Publik LHB Jakarta kepada ABI Press.
“Sekali lagi, makanan pokok orang Papua itu sagu,” lanjut veronica.
Peringatan Hari Tani Nasional malam itu berusaha mengingatkan kembali masyarakat dan juga pemerintah bahwa makanan pokok masyarakat Papua adalah sagu, bukan sawit, bukan beras. Masyarakat Papua tidak butuh hutan sagu mereka dikonversi menjadi lahan pertanian.
“Berhentilah bertindak sewenang-wenang terhadap lahan masyarakat Papua,” pungkas Alghiffari. (Lutfi/Yudhi)