Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Nasionalisme Syiah Indonesia: Tegak Lurus untuk PANCASILA [bag 1]

Lagu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih adalah paket wajib yang tampil di setiap acara formal ormas yang menjadi wadah bagi masyarakat muslim pencinta Ahlulbait as yakni Ormas Ahlulbait Indonesia (ABI)  dan Ikatan Jemaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) dari tingkat pusat hingga daerah. Sikap kebangsaan para aktivis Ahlulbait di Indonesia tersebut sudah menempel sejak organisasi mereka berdiri.

Fatah Massinai, pengurus DPP ABI, menunjukkan dokumen legal pendirian ormas ABI. Semua persyaratan administrasi dan ideologi sudah dipenuhi oleh ormas berasaskan Pancasila ini. “Kepatuhan kami untuk memenuhi semua ketentuan yang berlaku, membuktikan loyalitas kami kepada negara ini. Ingat, ormas kami berasaskan Pancasila.” katanya.

Baca: Kehadiran Syiah dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Komunitas Syiah di Indonesia telah mengadakan Asyura Nasional sejak akhir 1990-an di berbagai tempat dan daerah. Di Jakarta, peringatan Asyura biasanya menyertakan kegiatan donor darah yang menghabiskan rata-rata seratus kantong. Tema-tema peringatan Asyura dan Arbain selalu dikaitkan dengan semangat kebangsaan dan persatuan umat. Di berbagai daerah, bakti sosial seperti santunan anak yatim, sunatan massal, fogging nyamuk DBD, sembako murah, dll lazim dilakukan dalam rangka khidmat kepada masyarakat.

Memaknai Paham Kebangsaan

Ustaz Umar Shahab Ketua Dewan Syura Ahlulbait Indonesia menegaskan, “Tak ada keraguan sedikitpun bagi kami sebagai muslim dan pengikut Ahlulbait, bahwa merawat dan mempertahankan kemerdekaan bangsa sebagai salah satu nikmat terbesar dalam hidup, adalah sebuah kewajiban. Kita juga tak ragu sedikitpun untuk mengatakan bahwa mencintai dan membela Tanah Air adalah bagian tak terpisahkan dari kewajiban agama.” (buletin Al-Wilayah, Edisi 15/ Agustus 2017).

Ustaz Musa Kazhim, Ketua DPP ABI membedah akar paham kebangsaan sebagai bagian dari fitrah manusia. Katanya, ”Nasionalisme adalah suatu paham yang alamiah karena merupakan cara pandang manusia terhadap lingkungan sekitar, tanah air dan orang-orang yang hidup di sana,” katanya. Nasionalisme lebih cocok didekati dalam perspektif akhlak, bukan politik, dan dipahami sebagai cinta dan rela berkorban (patriotisme) untuk Tanah Air. Sehingga, nasionalisme tidak akan menimbulkan dampak negatif seperti primordialisme, chauvanisme, rasisme dan sektarianisme, bila tujuannya adalah untuk menciptakan keadilan sosial sebagai konsekuensi dari prinsip kemanusiaan universal (rahmatan lil alamin).

Hal senada diungkapkan Ustaz Muhsin Labib, Ketua Bimbingan dan Dakwah dewan Syura ABI, bahwa cinta Tanah Air itu dorongan intuitif dan fitrah, yang kemudian berkembang menjadi kebutuhan naluriah, keharusan moral dan etik, kewajiban agama, dan kemudian menjadi tanggung jawab konstitusional. Cinta Tanah Air menularkan cinta kepada apapun yang merupakan bagian esensialnya seperti para penghuninya, keragamannya, identitas, budaya, kontrak sosial, para pahlawan dan sejarahnya. Karena keragaman merupakan esensi Tanah Air Indonesia, maka diskriminasi dan intoleransi adalah bukti benci Tanah Air.

Adi Bunardi, Wakil Ketua Umum PP IJABI menyatakan, “Spirit nasionalisme dan esensi ajaran Syiah memiliki titik temu, yakni perasaan kolektif untuk mengatakan ‘tidak’ kepada ketidakadilan sosial, penindasan dan ketidaksetaraan. Jadi memperjuangan nasionalisme adalah menjalankan perintah agama dalam doktrin Syiah.”

Menurut Ketua DPW ABI Kalimantan Barat, Muhammad Darwin, nasionalisme masyarakat muslim Syiah di Indonesia bukanlah nasionalisme yang basa-basi. ”Nasionalisme kita didasarkan pada Islam itu sendiri. Cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman. Itu adalah fondasi kita,” ujar pria yang akrab disapa Bang Darwin.

Ia juga mengatakan bahwa nasionalisme kita didasari pada kemanusiaan, sehingga menjaga nasionalisme adalah menjaga kemanusiaan kita. “Nasionalisme kita dimulai dari cinta keluarga, cinta masyarakat, hingga cinta tanah air. Sehingga, secara tegas, kita menolak sikap-sikap yang berupaya memunculkan disintegrasi bangsa,” tandasnya lagi.

“Di ABI sendiri, sikap kebangsaan itu secara tegas diperlihatkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di setiap momen keorganisasian kita.” Darwin sangat yakin bahwa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya menjadi gerbang awal untuk menanamkan karakter kebangsaan, terutama bagi generasi muda yang cenderung masih meraba-raba karakter dan identitas mereka.

Secara tersurat, Himne ABI juga memperlihatkan sikap kebangsaan komunitas Muslim Syiah di Indonesia. Dalam rangkaian bait-baitnya menyebutkan tentang pembelaan dan penjagaan terhadap bumi pertiwi merupakan fatwa dan amanat yang harus dijaga setiap anggota Ahlubait Indonesia.

Pendidikan Paham Kebangsaan

Ormas ABI sudah mengenalkan paham cinta Tanah Air sejak Pendidikan Tingkat Dasar dalam materi patriotisme. Tutur Ustaz Ahmad Hidayat, Sekjen ABI. “ABI berpegang pada nasionalisme yang berbasis keadilan. Konsep ini akan melahirkan pribadi yang punya standar moral yang tinggi yang tunduk pada konstitusi dan norma-norma yang berlaku di negeri ini,” imbuhnya.

Muhammad Ashar, Dewan Penasehat IJABI Sulawesi Selatan, menjelaskan pilar Islam madani sebagai salah satu dari lima pilar IJABI, bahwa IJABI berupaya mewujudkan sistem yang adil dan fungsional dan mengabaikan gagasan formalisme agama dalam kekuasaan politik. Memusatkan perhatian pada fungsi negara dan bukan pada bentuknya. Bersama seluruh anak bangsa bahu membahu mendukung pemerintah yang sah dengan syarat pemerintah tersebut menjalankan kekuasaannya dengan adil, yang ujungnya adalah kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.”

Bersambung…………

Dikutip dari Dikutip dari Majalah SYI’AR, Edisi IV: Maret 2019/1440 H

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *