Berita
Nasionalisme Kebangsaan Soekarno
Indonesia negara Bhinneka. Terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, budaya dan bahasa yang amat kaya. Karenanya diperlukan sebuah ikatan kuat untuk menyatukan semua itu. Leluhur kita, Bung Karno telah memikirkannya. Ikatan itu adalah ikatan kebangsaan.
Inilah yang dibincangkan dalam diskusi “Nawa Cita, Refleksi Cita-Cita Bung Karno” oleh Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa di Megawati Institute, Jakarta, Senin (6/7).
Menurut Prof. Hamka Haq, MA, Soekarno tumbuh bersama orang-orang yang berbeda ideologi, ia dekat dengan Komunis, juga dekat dengan kelompok agamis. Karena itulah, Soekarno memiliki pandangan kebangsaan yang nasionalis, yang mengampu semuanya.
“Berbeda dengan mertuanya, Tjokroaminoto yang hanya mengakomodasi kelompok Islam saja, sementara seluruh elemen bangsa tak hanya Islam saja, tak hanya Jawa saja, maka Soekarno membuat PNI yang mengakomodasi semuanya, tanpa terkecuali,” terang Hamka.
“Kalau kita melihat peta penyebaran agama di Indonesia, 70% Muslim itu ada di Jawa. Di luar Jawa, non-Muslim itu bisa sampai 80%. Jadi kalau misalnya didirikan Negara Islam, ya pasti wilayah yang mayoritas non-Muslim akan berpisah dari Republik ini,” papar Hamka.
“Nah, ini yang ingin dihindari oleh Soekarno. Soekarno mencari ikatan apa yang bisa menyatukan semua kebhinnekaan bangsa ini, dan itu adalah ikatan kebangsaan,” lanjut Hamka.
“Sebagaimana yang disebutkan dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945, bahwa Pancasila adalah dasar negara bangsa, bukan negara agama,” pungkas Hamka. (Muhammad/Yudhi)