Nasional
Update Kasus Pemukulan Wartawan ABI Press
Minggu 20 April 2014 lalu di Bandung, Muhammad Ngaenan, wartawan ABI Press yang sedang bertugas meliput acara Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah disekap dan dipukuli oleh belasan panitia acara itu.
Dari hasil visum Rumah Sakit Boromeous, Dago, diketahui sang wartawan mendapat luka di kening bagian atas, memar di pinggang kiri dan perut.
Dengan bantuan LBH dan AJI Bandung, kasus ini sudah dilaporkan ke Polrestabes Bandung dengan nomor surat laporan LP/818/IV/2014/Polrestabes.
Hingga hari ini, Sabtu (10/5), saat LBH dan AJI Bandung hendak memantau perkembangan kasus itu, pihak Polrestabes Bandung belum mau memberikan informasi tentang proses penanganan kasus tersebut.
Polrestabes Bandung beralasan, ketidaksediaannya memberikan informasi karena belum ada pihak yang diberikan kuasa oleh pelapor. Maka hari ini, Sabtu (10/5) rencananya LBH Bandung akan mengadakan rapat terkait pemberian kuasa dari pelapor ini kepada pihaknya.
Namun, pada Sabtu (10/5) pukul sembilan pagi, datang surat dari Polrestabes Bandung dengan nomor: B/1126/IV/2014/Reskrim yang ditujukan kepada Muhammad Ngaenan selaku pelapor, berisi pelimpahan penanganan perkara ke Polsek Lengkong Kota Bandung.
Menyikapi hal itu, tanggal 13 Mei nanti rencananya akan diadakan pertemuan antara Polda Bandung, Ormas Islam Ahlulbait Indonesia, dan LBH Bandung terkait acara Deklarasi Nasional Aliansi Anti Syiah, yang salah satu poin pembicaraannya adalah kasus pemukulan wartawan ABI Press.
Selain AJI dan LBH Bandung, Kontras yang juga aktif menangani kasus-kasus aksi kekerasan sudah menyatakan dukungannya dan siap berkolaborasi dengan AJI dan LBH dalam mengawal kasus kekerasan terhadap wartawan ABI Press ini.
Menjadi Perhatian Internasional
Kasus pemukulan terhadap wartawan yang sedang bertugas ini tak hanya menjadi keprihatinan Indonesia. Sekjen KAHMI, Ir. Subandrio, saat kami wawancara usai diskusi Islamic Scholar Gathering on Muslim Unity di gedung RNI Jakarta, Minggu (4/5) menyatakan, “Ini akan memperburuk citra pers Indonesia di mata Dunia. Pemerintah harus tegas menindak pelakunya.”
Kekhawatiran Subandrio bukannya tak beralasan. Dr. Massoud Sadjareh, Direktur Islamic Human Right Comission London saat berkunjung di Jakarta juga menyuarakan kekhawatiran yang sama. “Situasinya makin memburuk dari tahun lalu kami datang ke Indonesia,” ujarnya.
Sekjen Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Suwarjono pun sangat menyayangkan terjadinya insiden ini di tengah-tengah banyak kasus kekerasan terhadap wartawan yang cenderung diabaikan pemerintah.
“Kita kan dilindungi UU Pers dan UU Perburuhan. Di UU Pers jelas, orang-orang yang menghalangi pekerjaan wartawan diancam dengan pidana. Kalau dilakukan pembiaran, nantinya jurnalis yang melakukan tugas peliputan akan terancam dan bisa jadi korban. Ini sangat mengerikan,” ujarnya kepada ABI Press.
“Kita sesama jurnalis akan bantu melaporkan ini sebagai kasus pidana mau pun pelanggaran terhadap UU Pers,” janji Suwarjono.
Pimpinan Redaksi ABI Press, Musa Kadzim pun menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan insiden ini berlalu begitu saja dan akan menyeret pelaku kekerasan terhadap awak medianya ke ranah hukum. (Muhammad/Yudhi)