Nasional
Suarakan Aspirasi Rakyat Lewat Budaya Pop
“Lagu saya memang romantis, tapi otak saya progresif.”
(Glen Fredly, musisi pop)
Jeritan histeris muda-mudi memenuhi ruang auditorium gedung Langen Palikrama, Pegadaian Jakarta Pusat kala Glen Fredly muncul di atas panggung. Sorakan dan lambaian tangan menyambut musisi papan atas yang siap beraksi ini.
Tak heran, siapa anak muda yang tak terhipnotis dengan suara mendayu-dayu Glen Fredly atau Gigi kala musisi papan atas ini melantunkan lagu-lagu romantisnya?
Namun Glen Fredly tidak sedang dalam tour musik saat itu. Bersama grup band Gigi, ia hadir dalam rangka menunjukkan dukungannya pada perjuangan Munir, seorang aktivis yang terbunuh oleh penguasa yang takut terbongkar kejahatannya kala itu dalam acara Ramadhan & Human Rights, Melawan Lupa Omah Munir yang diadakan Rabu, 2 Juli lalu.
Glen Fredly yang membuka acara dengan membawakan lagu Pancasila Rumah Kita karya Franky Sahilatua menyebutkan bahwa ia khusus menyanyikan lagu itu karena menurutnya sekat bangsa hari ini berada ldam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Intoleransi di mana-mana mengancam persatuan dan kebhinekaan bangsa.
Pop Culture, Kekuatan Besar Untuk Membangun Bangsa
Glen mengakui bahwa saat ini isu-isu sosial penting banyak disampaikan dalam bahasa yang rumit dan sulit dipahami oleh masyarakat awam. Di situlah menurutnya pop culture memegang peranan, menyederhanakan dan mempermudah tersampaikannya pesan sosial tersebut.
“Lihat saja sekarang orang ngomongin HAM lebih gaya dibanding ’98. Menyesuaikan dengan gaya hidup,” ujar Glen. “Dulu mungkin temen-temen aktivis kalau lihat saya, Glen Fredly, ya cuma nyanyi lagu cinta melulu.”
Menurut Glen, di era pop culture saat ini, kekuatan kreativitas dan budaya pop bisa menjadi kekuatan yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. “Lewat budaya pop kita menyanyikan lagu-lagu kritik sosial. Dan kekuatan soft power yang kita miliki dalam industri kreatif ini bisa menjadi kekuatan sangat luar biasa yang bisa membangun Indonesia di abad globalisasi seperti ini.”
Pengamat politik sekaligus dosen Unair, Airlangga Kusman Pribadi, saat ABI Press wawancarai di kesempatan terpisah menyatakan sangat menyambut baik hal ini. “Ketika musik dan seni menjadi bagian dari edukasi politik, hal ini memiliki pengaruh besar karena mengindikasikan naiknya kualitas budaya negeri kita,” terang Airlangga. “Prinsip-prinsip politik profetis seperti kesetaraan dan kemanusiaan juga akan menjadi bagian dari aktivitas berkesenian,” tambahnya.
Sementara menurut Ulin Ni’am Yusron, seorang wartawan senior sekaligus pengamat media sosial, cara-cara kreatif menyuarakan aspirasi melalui media pop culture ini lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.
“Dulu ketika Soepomo, Semaun, dan tokoh-tokoh generasi pendiri bangsa berjuang, semua menjadikan isu-isu politik menjadi bahasa yang merakyat. Agar rakyat langsung bisa bergerak membebaskan dirinya dari penjajahan pada waktu itu,” terang Ulin. “Dalam konteks sekarang, ya membebaskan rakyat dari ancaman-ancaman kebangsaan. Ancaman intoleransi, ancaman kebhinekaan, juga ancaman bangkitnya Orde Baru.”
Untuk Indonesia Yang Lebih Baik
Tak hanya bagi Glen Fredly, seiring perkembangan teknologi, fenomena kreativitas budaya pop di masyarakat dalam berekspresi pun, menurut Ulin merupakan fenomena yang sangat positif dan mesti dipertahankan. Jika pemerintah di masa mendatang mendukung kreativitas masyarakat ini, akan tercipta industri kreatif yang berpengaruh signifikan terhadap kemajuan ekonomi.
“Jika negara hadir dalam bentuk keberpihakan dan dukungan fasilitas kepada para penggagas seni kreatif itu, betapa masyarakat akan terlibat, multiplayer effect juga akan ada. Volume dan kapitalisasi uang yang didapat dari industri kreatif akan besar, turis akan datang, nama kita akan terangkat sebagai negara yang ramah dengan kebudayaan,” terang Ulin. (Muhammad/Yudhi)