Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Suami-Istri Punya Hak dan Kewajiban Setara

Suami-Istri Punya Hak dan Kewajiban Setara

Suami-Istri Punya Hak dan Kewajiban Setara

Ketua Dewan Pengurus Wilayah Ahlulbait Indonesia (DPW ABI) Jawa Timur, Ust. Abdillah Ba’bud mengatakan bahwa dalam hadis dan al-Quran, suami-istri memiliki hak-kewajiban yang setara, meski jenisnya berbeda.

“Hubungan keduanya harus menghadirkan mawaddah wa rahmah yakni suka cita dan saling memaklumi kekurangan,” katanya dalam “Seminar Keluarga Mengukuhkan Pondasi Rumah Tangga di Era Digital”, di Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (3/9).

Ust. Abdillah melanjutkan, dalam al-Quran, laki-laki memang disebut sebagai pihak yang unggul atau ‘quwwamuna alannisa’ atas pasangannya (istri), hingga muncul pemahaman bahwa tugas istri hanya di dapur, perempuan sebagai sumber kemaksiatan, penyebar fitnah, dan lain-lain.

Sementara suami di atas segala-galanya dibandingkan perempuan, sehingga suami meminta banyak hal pada istrinya, tanpa sebaliknya, suami meminta, memperbaiki banyak hal pada dirinya. “Padahal tidak seperti itu,” tegasnya.

Baca juga : BEM PTNU Se-Nusantara Tolak Timnas “Israel” ke Indonesia

Karena itu, ia menekankan pentingnya pandangan dunia agama. Dengan berpegang pada pemahaman agama yang benar, hal itu akan menjaga kokohnya rumah tangga.

“Suami – Istri harus serasi dalam hal pandangan dunia agama, tidak boleh hanya salah satu di antara mereka. Keduanya harus dalam satu irama, pemahaman, dan tujuan agar rumah tangga yang sakinah dan mawaddah bisa terwujud,” ujar Ust. Abdillah.

Ia menambahkan, selain tentang hak dan kewajiban, perlu juga memperhatikan etika-akhlak. Artinya, misalnya kewajiban suami terhadap istri adalah memberi nafkah. Setelah diberi nafkah, maka istri memasak makanan itu juga termasuk hak dan kewajiban. Nah, etika-akhlak itu adalah bagaimana bila masakan itu kalau kurang enak. Maka suami perlu memaafkan.

Pada kesempatan tersebut, Habib Abdillah juga menyinggung metode mendidik anak. Ia mengatakan bahwa dalam mendidik anak perlu menyesuaikan usianya. Karena di setiap fase usia memiliki perbedaan keadaan yang mengharuskan berbeda pula metode pendidikannya.

Baca juga : MER-C Sayangkan Jokowi Ragu Tolak Timnas “Israel”

“Ada tiga fase usia pendidikan anak yaitu anak usia (persiapan, raja) 0-7 tahun, 7-14 (tahap budak, kewajiban-kewajiban), dan 14 ke atas (tahap penugasan),” ujarnya.

Sedangkan, untuk mengurangi kecenderungan dan candu terhadap Gadget, TV, hiburan, makanan, pakaian, life-style, dan lain-lain, ia menekankan perlunya orang tua membangun komunikasi yang lebih baik, bersaing, agar menjadi penyeimbang dari hal-hal negatif media dan kehidupan zaman ini.

“Gadget tidak salah, kecanduan terhadap itu yang menjadikan masalah. Setiap orang memiliki PR untuk memperbaiki kualitas waktu (Quality Time), jika ingin rumah tangganya harmonis di era digital ini,” tutur Ust. Abdillah.

Seminar keluarga yang digagas Dewan Pengurus Daerah (DPD) ABI Pasuruan dan Muslimah Ahlulbait Indonesia (Muslimah ABI) itu juga menghadirkan pembicara lain, yaitu pelaksana Ketua DPW ABI Jawa Tengah, Habib Mustofa Jufri dan Ketua Pimpinan Wilayah Muslimah ABI Ustadzah Aminah Yahya. [Ali]

Baca juga : BNPT: Ramadhan, Momen Memupuk Toleransi Mantan Napiter

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *