Nasional
Soal Toa Masjid, Kemenag Ambil Kebijakan Moderat
Kementerian Agama RI (Kemenag) akan membahas aturan pembatasan penggunaan pengeras suara di masjid. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin.
“Masih dibahas, karena Indonesia cukup heterogen, tentu juga dinamika yang ada perlu diperhatikan antara desa dengan kota tentu berbeda misalnya seperti di masjid raya, provinsi dan kota. Masyarakat pun sangat bervariasi, ada yang menyebut penggunaan pengeras suara bagian dari syiar, ada juga yang terganggu,” kata Kamaruddin seperti dikutip Okezone.com, Kamis,(27/5).
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam telah memiliki surat edaran terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan mushalla yang tertuang dalam Surat Edaran no. B.3940/DJ/III/Hk.00.7/08/2018.
Dalam Surat Edaran itu, kata Kamaruddin, tertulis bahwa suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah azan sebagai tanda telah tiba waktu salat.
“Ada surat edaran dirjen bimas Islam megatur tentang pengeras masjid sejak tahun 78 itu ada, dan jadi pedoman selama ini. Namun memang karena dinamika masyarakat cukup berkembang sehingga perlu ada yang diadaptasi,” ujar Kamaruddin.
Sementara salat dan doa pada dasarnya hanya untuk kepentingan jamaah ke dalam. Maka tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syariat yang melarang bersuara keras dalam salat dan doa.
Sedangkan zikir pada dasarnya adalah ibadah individu yang langsung kepada Allah Swt. Karena itu, tak perlu menggunakan pengeras suara baik ke dalam atau keluar.
“Kami sedang serap aspirasinya dengan memperhatikan sejumlah dinamika dan realitas yang ada. Semoga minggu depan harapannya nanti kita lihat mungkin tidak sama semuanya, bervariasi. Tidak mudah kita membuat aturan, banyak masyarakat yang pendapatnya bervariasi. Kita mengambil kebijakan paling moderat,” pungkasnya.