Nasional
Peran Perpustakaan untuk Moderasi Beragama
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando mengatakan perpustakaan memiliki peran untuk memastikan moderasi beragama. Sebab dengan literasi yang baik akan dapat meminimalisir individu agar tak terpengaruh paham intoleran.
“Tugas kita memastikan moderasi beragama dapat menjadi skala prioritas. Bahkan Menteri Agama sudah berkomiten, akan mengupayakan membangun mirroring data di Indonesia. Ini dilakukan, untuk memastikan akses masyarakat terhadap sumber pengetahuan, terutama yang terkait keagamaan untuk semua penganut agama,” kata dalam seminar nasional ‘Perpustakaan Melawan Intoleransi’ yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan (HIMAJIP) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, pada Senin (27/9), seperti dilansir Liputan6.
Hal itu dapat diimplementasikan dengan paradigma yang baru, yakni perpustakaan yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tambahnya.
Ia menjelaskan, individu yang rentan menerima doktrin suatu ajaran disebabkan banyak hal, seperti ekonomi, kecerdasan, hingga kesejahteraan. Ditambah pula dengan situasi pandemi Covid-19 yang berdampak secara ekonomi kepada sekira 30 juta orang.
“Cara pandang terhadap pengelolaan perpustakaan menjadi sesuatu yang penting. Siapa yang dapat menyelesaikan persoalannya di perpustakaan, menjadi sebuah jalan yang baik,” katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar Hasyim Haddade mengatakan, tantangan yang dihadapi dewasa ini adalah bagaimana melawan intoleransi.
“Sesuai dengan orientasi program Kemenag yakni kesadaran beragama secara moderat, bagaimana moderasi beragama dihidupkan di tengah-tengah masyarakat,” ungkapnya.
Banyaknya berita kasus yang terkait dengan agama, membuat literasi menjadi sangat penting bagi mayarakat. Ia menegaskan bahwa hal itu bukan hanya tentang literasi beragama, tetapi seluruh dimensi literasi, terutama dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Ketua Badan Pengawas Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia Putu Laxman Pendit menyatakan, sebagai bagian dari ilmu sosial dan budaya, perpustakaan dan informasi sangat tepat digunakan sebagai alat menyelesaikan masalah sosial dan budaya, salah satunya intoleransi.
Perpustakaan dan kepustakawanan menurutnya memiliki peran penting untuk menyelesaikan berbagai isu melalui literasi. Mulai dari intoleransi, radikalisme, fundalisme, dan masalah lain yang berpotensi muncul dalam kehidupan berbangsa. Sebagai bagian dari sistem sosial dan masyarakat, kepustakawanan harus memperhatikan persoalan yang berhubungan dengan norma dan moral.
“Kepustakawanan memiliki antisipasi. Kepustakawanan memiliki etika, di mana harus adil dan netral serta tidak diskriminasi. Pustakawan harus berperan menyelesaikan masalah sosial,” jelasnya.