Nasional
Palestina Merdeka Dalam Kacamata Kontras
Agresi membabi-buta militer Israel terhadap rakyat Palestina terus menimbulkan reaksi di mana-mana. Berbagai aksi protes, demonstrasi dan kecaman terhadap rezim Zionis itu terus berlangsung di berbagai kota di belahan dunia, termasuk Indonesia.
Rabu (17/7), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mengadakan diskusi terkait Palestina. Lembaga yang bergerak di bidang isu kemanusiaan ini menyuguhkan tema “Mendorong Perdamaian di Gaza Melalui Two-State Solution.” Sebuah gagasan yang mereka anggap dapat menjadi solusi agar perdamaian segera terwujud dengan terbentuknya dua negara.
Ternyata masih banyak persoalan di balik wacana “Solusi Dua Negara” itu. “Siapa yang akan jadi negara induk? Israel atau Palestina?” tanya Adriana Elisabeth, salah satu pembicara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sementara itu, Harun Saifullah, Kasi Politik dan Keamanan Kemlu RI yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu menyampaikan 3 hal yang harus diselesaikan jika Solusi Dua Negara itu akan dijalankan.
Pertama, masalah perbatasan. “Perbatasan mana yang akan menjadi acuan?” Tanya dia. Kedua, hak-hak warga negara Palestina yang sekarang masih mengungsi di berbagai wilayah di Timur Tengah. Ketiga, status Yerusalem Timur (Al-Quds).
Menurut Harun, jika 3 hal ini dapat diselesaikan, Solusi Dua Negara akan mudah diperbincangkan.
Upaya perdamaian menjadi wacana yang hingga saat ini tak kunjung terlaksana. Lalu, dimana peran Indonesia dalam hal ini?
Menurut Adriana, jika ingin menjadi mediator dan bisa mendamaikan keduanya, Indonesia harus berada dalam posisi netral. Tapi menurutnya, Indonesia justru cenderung tidak netral dan memihak untuk kemerdekaan Palestina saja. Ini yang menurutnya justru membuat Israel geram dan tidak akan menggubris desakan dari Indonesia. “Terlebih, Indonesia tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga Israel tidak akan mendengar seruan Indonesia,” tuturnya. “Seharusnya Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika ingin mendesak Israel untuk melakukan upaya perdamaian,” tambahnya.
Harun tidak sependapat dalam hal ini. Ia berpedoman pada Konstitusi Indonesia yang menolak segala bentuk penjajahan. “Apa yang terjadi di Palestina itu penjajahan, dan kita tidak layak membuka hubungan diplomatik dengan Israel selama Palestina belum merdeka,” pungkasnya. (Malik/Yudhi)