Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Menteri Nadiem Teken Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah

Menteri Nadiem Teken Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah

Menteri Nadiem Teken Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meneken Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP), di Jakarta, Selasa (08/08).

Peraturan ini disahkan sebagai payung hukum bagi masyarakat yang ada di sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan ini bertujuan untuk menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi serta membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.

“Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan,” kata Nadiem, dilansir dari laman Setkab.

Aturan ini menurutnya menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah (PP) yang bertujuan untuk melindungi anak. Selain itu, aturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Baca juga : Jokowi Kutuk Penistaan al-Quran di Barat

Aturan ini juga menghapus wilayah “abu-abu” dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan. Bahkan, Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.

“Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” tegas Mendikbudristek.

Aturan baru ini juga mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan. Dengan peraturan ini, satuan pendidikan juga diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas).

“TPPK dan Satuan Tugas perlu dibentuk dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik,” tandasnya.

Baca juga : Buntut Penistaan al-Quran, Kemlu RI Panggil Dubes Swedia dan Denmark

Berdasarkan catatan Asesmen Nasional 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, lalu 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.

Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun 2021 yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Tak hanya itu, data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak pada 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133 korban.

Baca juga : DPW ABI SULBAR Kutuk Keras Kelompok Intoleran Di Polman