Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Menag: Hak-Hak Minoritas Wajib Dilindungi

Sholat berjamaah
Ada yang istimewa di rumah dinas Menteri Agama yang baru, Lukman Hakim Saifuddin, Selasa 15 Juli kemarin. Berbagai perwakilan dari kelompok-kelompok agama dan keyakinan minoritas diundang oleh Menteri Agama dalam acara buka puasa bersama. Suasana hangat dan akrab mewarnai sore menjelang maghrib itu.Hadir dalam acara buka puasa sekaligus untuk membicarakan masalah kerukunan beragama yang menghadapi masalah serius ini perwakilan dari Ahlulbait Indonesia (ABI), Ahmadiyah, Parmalim, Sunda Wiwitan, Sikh, Setara Institute, Kontras, AMAN, Wahid Institute, Gusdurian, Komnas HAM, dan beberapa ormas pemerhati kerukunan lainnya. Hadir juga dalam acara tersebut beberapa pejabat Kemenag seperti Dirjen Bimas Kemenag, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag, Kepala Biro Hukum dan KLN Setjen Kemenag, dan beberapa pejabat Kemenag lainnya.Undangan Menteri Agama yang baru sebulan dilantik menggantikan Suryadharma Alie yang terkena kasus korupsi haji ini mendapat apresiasi sangat positif dari para wakil kelompok agama minoritas dan ormas pemerhati kerukunan umat beragama.

Dalam temu wakil kelompok agama minoritas ini, Lukman Hakim memberi kesempatan kepada undangan untuk mengutarakan aspirasi dan masalah-masalah yang mereka hadapi selama ini. Dalam kesempatan ini, Sekjen Ahlulbait Indonesia, Drs. Ahmad Hidayat menyampaikan tiga poin masalah kepada Menteri Agama.

Poin pertama yang dikeluhkan Ahmad Hidayat adalah mengenai abainya Negara terhadap nasib pengungsi Muslim Syiah di Sampang yang hingga kini masih terlunta di pengungsian. Kedua, mengenai diterbitkannya 7 juta eksemplar “buku merah” penyesatan atas Syiah diatas namakan MUI yang sudah tersebar di masyarakat luas. MUI meskipun mengaku tidak menerbitkan buku tersebut tapi diam saja saat ada yang menggunakan logo MUI di buku tersebut sehingga menimbulkan kesalah pahaman pada Syiah yang berlarut-larut. Dan ketiga, ABI sebagai ormas Islam yang terdaftar secara resmi di pemerintah tidak pernah mendapatkan undangan dialog ketika ada temu pemerintah dengan kelompok agama minoritas di Indonesia.

Selain dari ABI, wakil dari Parmalim, Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, Menag juga mendengarkan suara dari Setara Institure, Komnas HAM, dan Kontras yang sangat mengapresiasi acara ini. Karena baru kali ini Kemenag mau mendengar langsung aspirasi kelompok minoritas yang selama ini seringkali diabaikan.

Kesadaran Satu Bangsa, Modalitas Kita

Ismail Hasani, Direktur Riset Setara Institute menyebutkan tahun 2013 tercatat kasus kekerasan dalam beragama dan berkeyakinan sangat tinggi, berada di kisaran 200-an kasus. Bahkan dalam setengah tahun 2014 ini pun kisarannya sama mengkhawatirkan.

Meski begitu, Ismail Hasani meyakini bahwa ada satu modal besar bangsa kita dalam menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. Dalam sebuah riset tahun 2012 yang diadakan Setara Institute mengenai sikap masyarakat terhadap Ahmadiyah, meski tidak setuju terhadap Ahmadiyah, 95% responden mengakui bahwa Ahmadiyah adalah saudara sebangsa yang harus dilindungi hak-haknya.

“Artinya apa? Selain perbedaan-perbedaan itu, ada persamaan yang bisa menyatukan kita. Yaitu kesadaran sebagai saudara sebangsa,” ujar Ismail. “Masyarakat sebenarnya clear kapan menempatkan diri sebagai pemeluk agama yang harus meyakini agamanya masing-masing. Kapan juga mereka menjadi anak bangsa yang harus toleran hidup bersama yang lain,” tandas Ismail.

Menag sendiri saat ditanya mengenai berbagai masalah yang diadukan oleh para wakil kelompok agama minoritas ini berjanji dalam masa jabatannya yang mungkin hanya sekitar 3-4 bulan lagi ini untuk membenahi yang bisa dibenahi.

“Ya, akan kita tinjau. Kita akan lihat dulu dari sisi regulasi, apakah ada peraturan dari atas, UU atau PP/Perpres/Perda yang dinilai tidak sejalan dengan semangat kita untuk memberikan kebebasan bagi tiap warga negara untuk berkeyakinan. Dalam hal ini kita akan memeriksa pemerintah pusat/daerah yang kebijakannya tidak sejalan,” ujar Lukman Hakim.

“Bagaimanapun juga mereka itu komunitas beragama dan berkeyakinan yang berada dalam tanggungjawab Kemenag. Kemenag bertanggungjawab untuk memberikan hak-hak mereka sebagaimana mestinya,” tambah Lukman.

Lukman juga berjanji bahwa pertemuan ini hanyalah awal. Nantinya akan diadakan beberapa pertemuan lanjutan untuk mematangkan solusi. “Setelah lebaran masih ada pertemuan reguler. Untuk membahas isu-isu strategis apa yang jadi prioritas untuk jadi agenda bersama,” ujar Lukman.

Sikap positif Menag yang mengakomodir aspirasi kelompok minoritas yang selama ini banyak diabaikan tentu mendapat sambutan sangat positif. Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif Wahid Institute yang ikut diundang juga sangat optimis.

“Ini proposal yang sangat penting. Pak Menteri sudah menunjukkan political will yang positif,” ujar Ahmad Suaedy. “Impact dari pertemuan ini sangat besar. Karena masalah kita yang kemarin kan karena Menag yang dulu itu justru menjadi bagian dari masalah,” terang Direktur Eksekutif Wahid Institute ini. (Muhammad/Yudhi)

Dokumentasi Foto:
Jamuan Bersama
Silaturahmi Silaturahim
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *