Nasional
Kompolnas Pantau Serius Gerakan Takfiri Anti Syiah
Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah di Bandung (25/4) kemarin tak hanya menyita perhatian banyak kelompok pengusung toleransi dan kebhinekaan di Indonesia. Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) sebagai lembaga kepolisian yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden juga memberi perhatian serius atas kasus ini.
Bertempat di kantor Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kompolnas mengadakan diskusi terbatas bertema “Mencari Model Penanganan Aktifitas Masyarakat Bernuansa Kebencian (Studi Kasus: Penanganan Deklarasi Anti-Syiah oleh Polda Jabar).”
Kompolnas mengundang perwakilan dari Badan Pemelihara Kemanan (Baharkam), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Badan Intel dan Kemanan (Baintelkam), Lembaga Pendidikan Polisi (Lemdikpol), dan Divisi Hukum (Divkum) Mabes Polri. Dari Polda Bandung, Kompolnas mengundang Dir Intelkam dan Polresta Bandung. Sementara dari warga sipil, Kompolnas mengundang perwakilan dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI) dan LBH Bandung.
Dalam diskusi terbatas ini, dari pihak Kompolnas, Prof. Adrianus Meliala, Ph.D, yang memimpin jalannya diskusi mengkritik peran Polisi yang terkesan lambat dan bahkan cenderung diam saja ketika terjadi kasus kekerasan atas nama agama. Padahal semestinya Polisi mampu bertindak cepat dan sigap dalam memberikan perlindungan kepada korban dan menindak tegas para pelakunya.
Menjawab hal ini, Dr. Faruk, Dir Intelkam Polda Jabar yang mempresentasikan penanganan kasus Deklarasi Aliansi Nasional Anti-Syiah oleh Polda Jabar mengeluhkan bahwa selama ini mereka cuma menjadi pemadam kebakaran saja. Ketika terjadi insiden kekerasan atas nama agama, yang aktif hanya kepolisian. Padahal Pemda, Kemenag dan Bakorpakem yang mestinya juga ikut berperan aktif menangani, ternyata abai pada tanggungjawabnya.
Sementara Ahmad Taufik, Divisi Hukum dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia, usai mendengar pemaparan Dr. Faruk yang mengaku Polisi tidak bisa menghentikan Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah, karena polisi tak bisa melarang kegiatan di rumah ibadah, memberikan sebuah catatan kritis. Polisi memang tak bisa melarang kegiatan di tempat ibadah, tapi deklarasi anti Syiah itu bukanlah kegiatan keagamaan. Ia hanya memanfaatkan rumah ibadah saja, jadi semestinya polisi bisa bertindak tegas melarangnya.
Masalah lainnya, menurut Ahmad Taufik, adalah polisi tidak menjaga kenetralannya dan cenderung terpengaruh pada sentimen keagamaan yang diyakininya sehingga tidak bisa bekerja dengan profesional. Hal ini terbukti dari kasus pemukulan wartawan ABI Press pada acara tesebut yang setelah divisum dan dilaporkan pun, polisi masih gamang, tidak mengambil tindakan atas kasus penganiayaan tersebut.
Meluruskan Fitnah Terhadap Syiah
Dalam diskusi terbatas ini, Ketua DPD ABI Bandung, S. Hardjoko, SH, sekaligus memberikan klarifikasi terkait beberapa misinformasi yang diterima oleh Divisi Intelkam dan Divisi Hukum Mabes Polri tentang Syiah.
Pertama, mengenai kedudukan Syiah dalam Risalah Amman yang diakui oleh seluruh ulama Islam sedunia. Dan bahwa tak ada satu pun negara di dunia ini yang melarang Syiah. Kedua, anggapan keliru bahwa Sunni dan Syiah bermusuhan, khususnya di Indonesia. Karena NU dan Muhammadiyyah sebagai representasi Muslim Sunni di Indonesia sendiri menerima Syiah. Dan ketiga, orang-orang yang menyerang Syiah itu bukan dari Ahlusunnah yang ideologinya dikenal selalu mengedepankan kedamaian dan tasamuh, tapi kelompok takfiri yang berafiliasi pada paham Wahhabisme Arab Saudi.
Diskusi terbatas yang berlangsung hingga pukul 12.00 WIB ini berlangsung hangat saat dari masing-masing pihak menyuarakan pendapat, saran, dan kritik satu sama lain. Pada akhir diskusi, Adrianus Meliala sebagai Komisioner Kompolnas menutup diskusi dengan meminta pertanggungjawaban resmi dan kesiapan sikap divisi-divisi Mabes Polri menyikapi isu kekerasan atas nama agama ini.
Sebagai Komisioner Kompolnas yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, Adrianus menegaskan, semua isi diskusi ini direkam dan akan dimintai pertanggungjawaban nantinya.
Di tengah ancaman nyata takfirisme dan menjamurnya aksi kekerasan atas nama agama belakangan ini, keseriusan Kompolnas dalam memantau gerakan takfiri anti Syiah ini tentu layak diapresiasi. (Muhammad/Yudhi)