Nasional
Ketua PPATK: Teroris Galang Dana Lewat Fintech
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan ada indiksasi kelompok teroris mengumpulkan dana menggunakan layanan perusahaan finansial atau fintech.
“Teroris sekarang jadi go virtual, baik dalam propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya,” ujar Dian.
Ia melanjutkan, berdasarkan hasil analisis dan penyidikan PPATK bersama Densus 88 Antiteror Polri, kelompok teroris melakukan transaksi keuangan dengan memanfaatkan layanan payment gateway dan cryptocurrency.
“Pemanfaatan ini dilakukan khususnya pada fase pengumpulan dana, di mana finctech memberikan kemudahan bagi para simpatisan untuk menyalurkan dana,” ujar Dian, seperti dikutip Republika, Kamis (3/12).
Maka, untuk mengantisipasi hal tersebut, PPATK bekerjasama dengan regulator dan terus berupaya memperluas jangkauannya untuk memasukan perusahaan fintech sebagai pihak pelapor. Bahkan, saat ini sebagian perusahaan itu telah memberi laporan dan data kepada PPATK.
“Ini dimanfaatkan untuk proses analisis guna mendukung proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pendanaan terorisme,” kata Dian.
Selain itu, pemerintah juga meningkatkan kolaborasi berbagai pihak. Salah satunya, dengan mengoptimalkan kerja Satuan Tugas (Satgas) Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) melalui instrumen Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373. Dian mengatakan, satgas yang berasal dari unsur BNPT, Densus 88 AT Polri, PPATK, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, dan Ditjen Bea dan Cukai, itu berupaya melakukan disrupsi transaksi keuangan kelompok terorisme.
Salah satunya dengan mengidentifikasi dan mengajukan penetapan pengadilan atas entitas dan individu yang terduga sebagai anggota kelompok teroris ke dalam DTTOT. “DTTOT tersebut selanjutnya disebarkan ke seluruh penyedia jasa keuangan untuk dilakukan pemblokiran serta-merta transaksi (freezing without delay),” tutur Dian.
Tim itu, Dian bilang, pada 2020 telah melakukan dua kali pencantuman DTTOT, yaitu pertama pencantuman dua entitas dan enam individu terkait jaringan Abu Ahmed Foundation dan kedua pencantuman tiga entitas dan 13 individu terkait jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Tak hanya itu, saat ini PPATK juga sedang dalam proses pembangunan aplikasi Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR) sebagai bentuk upaya meningkatkan efektivitas pertukaran informasi dalam rangka penanganan tindak pidana pendanaan terorisme.
“SIPENDAR akan meningkatkan upaya deteksi dan pelaporan data oleh penyedia jasa keuangan, serta meningkatkan akeselerasi penyampaian dan pemanfaatan data oleh otoritas penegak hukum dan intelijen di Indonesia,” katanya
Dian menilai perlu antisipasi kelompok teroris yang mulai memanfaatkan teknologi untuk mempropraganda paham atau ideologinya atau mengumpulkan dana untuk membiayai kejahatan teror. Karena itu, Dian menyebut PPATK dan aparat penegak hukum harus bisa mengantisipasi peluang pendanaan terorisme menggunakan teknologi digital.
“Bisa-bisa kita terjebak, niatnya untuk sumbangan sosial tetapi yang menerima itu teroris, nah saya kira ini merupakan satu tantangan yang perlu dikupas lebih dalam,” pungkas Dian.