Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Kemenag RI Ajak ABI Dukung Program Moderasi Beragama

Kepala Pusat Litbang Bimas agama dan Layanan keagamaan, Kemeterian Agama (Kemenag) RI, Prof. Dr. Muh. Adlin Sila, Phd. mengajak Ormas Ahlulbait Indonesia (ABI) untuk mendukung dan menjadi mitra bagi program kebijakan moderasi beragama dan memberi peluang kepada peneliti di ABI untuk bekerjasama.

Kemenag, katanya, saat ini melanjutkan program Menag sebelumnya Bapak Lukman Hakim terkait moderasi beragama. Ia juga ingin mengajak semua kalangan untuk turut mengampanyekan moderasi beragama.

“Ketika ABI ingin menjadi mitra moderasi beragama, silahkan. Nanti apa dan bagaimananya kita bisa bicarakan lebih lanjut,” ujar Adlin Sila, saat menerima rombongan DPP ABI di kantornya di Jakarta, pada Senin (18/10).

Ia memaparkan bahwa Puslitbang Kemenag selama puluhan tahun telah melakukan penelitian, pengkajian terkait paham dan ragam keagamaan. Selama itu juga telah dihasilkan data berupa buku, ensiklopedia, modul, dan monograph terkait agama-agama.

“Tahun ini juga kami akan launching ensiklopedi agama dan paham keagamaan. Di sini nanti juga akan membahas tentang Syiah,” tuturnya.

Adlin Sila juga mengatakan bahwa pada 2017, litbang juga telah menerbitkan hasil penelitiannya yang berjudul “Dinamilka Syiah di Indonesia”. Hasil riset itu dibagikan secara terbatas ke kalangan akademisi, ormas-ormas Islam, dan jajaran pemerintah.

“Buku ini bisa menjadi basis formulasi kebijakan pemerintah, tidak lebih dan tidak kurang,” jelasnya.

Ia mengharapkan agar ABI dapat menjalin komunikasi dengan berbagai kalangan, khususnya MUI dan FKUB di tingkat wilayah dan daerah.

Selain itu, ia juga menjelaskan moderasi beragama yang tengah diserukan oleh Kemenag. Baginya, moderasi beragama mengajarkan masyarakat agar tetap komit terhadap konsensus nasional, yaitu Pancasila.

“Apa pun agamanya, apa pun paham keagamaannya,” katanya.

Yang kedua, toleransi, katanya. Meski tidak setuju dengan keyakinan agama orang lain, sebisa mungkin untuk menahan diri. Tidak melakukan penghakiman diskriminasi dan sebagainya. Ketiga, anti kekerasan. Terakhir, penghormatan terhadap tradisi keagamaan.

“Ini yang sekarang kami jadikan acuan,” tuturnya.

Ketua Umum ABI, Habib Zahir bin Yahya yang hadir dalam pertemuan itu menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas riset yang dilakukan litbang Kemenag dan berharap agar hasil penelitian itu kedepannya dapat dipublikasikan secara luas. Ini agar semua pihak dapat paham fakta di lapangan terkait keberadaan komunitas Muslim Syiah di Nusantara.

“Syiah ada di Indonesia itu sudah lama, sudah berabad-abad,” kata Habib Zahir. “Secara kultur, Syiah telah hadir di negeri ini bahkan sejak awal Islam masuk ke Indonesia”.

Pada kesempatan itu, Habib Zahir juga menyampaikan bahwa pada 2019, ABI telah menerbitkan buku manifesto, yang merupakan dokumen resmi organisasi. Buku ini, lanjut Habib Zahir, sebagai media untuk menyatakan keyakinan dan tata nilai ormas ABI yang notabene bermahzab Syiah.

Tujuan buku manifesto itu agar dapat menjadi rujukan bagi semua pihak dalam memahami pandangan-pandangan ABI, sehingga tak lagi ada perspektif pribadi maupun hoaks yang berkembang.

“Supaya orang terjauhkan dari pemahaman-pemahaman yang salah tentang kami. Artinya penerimaan terhadap Pancasila sebagai asas berbangsa, bernegara, bagi kami itu sudah selesai,” tutur Habib Zahir.

Menjawab tawaran kerjasama untuk mendukung dan menjadi mitra program kebijakan moderasi beragama, Habib Zahir mengatakan ABI bersedia untuk melakukan Kerjasama dalam bentuk apa pun yang menjadi kemaslahatan umum bagi bangsa Indonesia dan bagi masyarakat Muslim pada khususnya.

Wakil Ketua Umum ABI, Ahmad Hidayat kembali menekakan kesiapan ABI untuk bekerjasama dengan negara dan semua pihak untuk bersama-sama memberi kontribusi positif bagi negara.

Ia juga menegaskan bahwa komunitas Muslim Syiah dan komunitas ABI adalah orang-orang yang memiliki komitmen nasionalisme yang kuat.

“Tak perlu diragukan lagi!” tegasnya. “Hal itu dibuktikan dengan salah satu materi pengkaderan di ABI yang membahas tentang nasionalisme dan patriotisme”.

“Bagaimana pun komunitas Syiah ini sadar betul sebagai anak bangsa, yang punya jiwa untuk membangun bangsa ini,” tandasnya.

Pertemuan yang berlangsung selama hampir satu setengah jam itu kemudian ditutup dengan makan siang bersama dan bertukar cindera mata berupa buku.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *