Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Kekuatan Boikot: Penjualan Produk Terafiliasi Zionis Anjlok di Indonesia

Kekuatan Boikot: Penjualan Produk Terafiliasi Zionis Anjlok di Indonesia

Kekuatan Boikot: Penjualan Produk Terafiliasi Zionis Anjlok di Indonesia

Di tengah hiruk-pikuk pasar Indonesia yang ramai, perubahan besar sedang terjadi. Dua survei terbaru mengungkapkan bahwa boikot konsumen Indonesia telah menunjukkan kekuatan dahsyatnya. Penjualan produk-produk perusahaan multinasional yang terafiliasi zionis anjlok, sementara produk-produk dalam negeri justru meningkat pesat.

Dilansir Mediaindonesia.com, Rabu (3/7), kampanye global “Eyes on Rafah” yang viral pada akhir Mei 2024 memicu gelombang boikot ini, memengaruhi persepsi dan pilihan konsumen di seluruh Indonesia. Hasil survei dari Compas.co.id, yang dilakukan antara 19 Mei hingga 15 Juni 2024, menunjukkan penurunan tajam dalam penjualan merek-merek yang terafiliasi Israel. Co-founder & CEO Compas.co.id, Hanindia Narendrata, menyebutkan bahwa brand-brand tersebut terdampak akibat kampanye viral di media sosial.

“Penurunan jumlah produk terjual dikarenakan brand-brand yang terdampak dari aksi boikot pascaviralnya kampanye Eyes on Rafah di media sosial,” jelas Hanindia dalam keterangan pers pada 26 Juni.

Data dari Compas menunjukkan bahwa dari 206 merek yang diyakini terafiliasi Israel, 156 mengalami penurunan sales value, sementara produk manufaktur dalam negeri justru meningkat. Total jumlah produk terjual dari merek-merek ini merosot 3 persen, dari 6.884.802 menjadi 6.673.745. Penurunan paling tajam terjadi pada kategori produk ibu dan bayi serta kesehatan, yang masing-masing mengalami penurunan penjualan sebesar 92 persen dan 74 persen.

Baca juga : Keamanan Siber Indonesia Terancam: Pakar Soroti Kelemahan PDNS

Namun, ada cerita menarik di balik angka-angka ini. Konsumen yang berpartisipasi dalam aksi boikot beralih ke produk lokal, mendukung brand-brand Indonesia yang tidak terafiliasi Israel. Misalnya, Mayora mencatat peningkatan penjualan sebesar 9 persen, Wings Group sebesar 4,7 persen, dan Gunung Slamet Slawi (GSS) sebesar 1,7 persen. Narendrata menyoroti bahwa peralihan konsumen paling terasa di kategori ibu dan bayi, di mana penjualan produk global merosot hingga 18,3 persen.

“Konsumen yang mengikuti aksi boikot cenderung mengganti produk dengan brand lain yang tidak terafiliasi Israel dan lebih memilih brand lokal sebagai substitusi produk,” tambah Narendrata.

Survei lain oleh Edelman’s 2024 Trust Barometer Special Report: Brands and Politics juga menunjukkan bahwa Indonesia, bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), berada di puncak dalam hal boikot merek-merek global yang terafiliasi Israel. Di Indonesia, satu dari dua warga mengakui memboikot merek-merek tersebut.

“Di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, satu dari dua warganya menyatakan boikot terhadap merek-merek yang ada hubungannya dengan Israel,” papar laporan tersebut.

Gerakan ini tak hanya berdampak pada pasar lokal tetapi juga menggoyahkan perusahaan multinasional di Barat. Merek-merek terkenal seperti Starbucks, McDonald’s, dan Coca-Cola mengalami kemerosotan penjualan yang signifikan akibat boikot ini.

“Melihat pantauan terkini melalui sosial media, diperkirakan gerakan boikot masih akan berlanjut,” kata Narendrata.

Di tengah hiruk-pikuk ini, konsumen Indonesia telah menunjukkan bahwa suara mereka untuk membela Palestina memiliki kekuatan untuk mengguncang pasar global.

Baca juga : Indonesia Kecam Legalisasi Permukiman Zionis di Tepi Barat