Nasional
Keamanan Siber Indonesia Terancam: Pakar Soroti Kelemahan PDNS
Keamanan Siber Indonesia Terancam: Pakar Soroti Kelemahan PDNS
Suasana di ruang rapat DPR RI terasa tegang pada Kamis, 27 Juni 2024. Di antara percakapan serius dan argumen yang dilontarkan, sorotan tajam tertuju pada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kedua lembaga ini dipanggil untuk memberikan penjelasan atas insiden yang menggemparkan negeri: serangan siber ransomware yang berhasil membobol Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Kepala BSSN, Hinsa Siburian, mencoba menjelaskan bahwa penyebab utama peretasan ini adalah buruknya tata kelola. Namun, penjelasannya segera dipotong oleh Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid. “Ini bukan masalah tata kelola, Pak. Ini masalah kebodohan. Punya data nasional tapi tidak ada satu pun backup,” tegasnya dengan nada marah, dilansir Detiknews, Senin (1/7).
Baca juga : Indonesia Kecam Legalisasi Permukiman Zionis di Tepi Barat
Di luar gedung parlemen, para pakar IT turut angkat bicara. Lukman Hakim, seorang ahli teknologi informasi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, menyatakan bahwa serangan ini tidak hanya mencerminkan kekurangan dalam tata kelola tetapi juga rendahnya literasi digital, terutama dalam aspek keamanan siber. Menurutnya, setidaknya ada empat faktor yang membuat PDNS rentan terhadap serangan hacker:
- Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Kominfo: Lukman menekankan pentingnya dipimpin oleh profesional yang paham teknologi, terutama di bidang IT dan cyber security. Kepemimpinan yang kompeten dapat memastikan penerapan protokol keamanan yang tepat serta pemantauan terus-menerus terhadap ancaman keamanan.
- Keamanan Masih Rentan: Tingkat keamanan di Indonesia masih kurang memadai. Diperlukan keamanan berlapis untuk melindungi server dan database, seperti menggunakan firewall dan menerapkan kebijakan akses yang ketat.
- Backup Data Penting: Backup data merupakan langkah krusial yang tidak boleh diabaikan. Data harus di-backup secara berkala dan tidak hanya di satu tempat. Meski pemerintah memiliki dua PDNS, serangan kali ini berhasil menargetkan PDNS 2 di Surabaya, yang sayangnya tidak memiliki backup data ke PDN di Batam.
- Penggunaan OS Server: Lukman menyarankan agar pemerintah menggunakan sistem operasi server yang kurang populer dan lebih tahan terhadap serangan siber, seperti Linux, yang dikenal dengan struktur keamanan yang lebih kuat dibanding sistem operasi lainnya.
“Langkah-langkah ini penting untuk memastikan pusat data nasional dapat beroperasi dengan aman, efisien, dan terlindungi dari berbagai ancaman,” tutup Lukman.
Peretasan ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya keamanan siber di era digital. Kini, masyarakat berharap agar pemerintah segera melakukan perbaikan dan meningkatkan literasi digital demi keamanan data nasional yang lebih baik.
Baca juga : Terpukul Boikot “Israel”: Starbucks Indonesia Alami Kerugian