Nasional
Carut Marut Kasus Sampang Salah Siapa?
“Ya Menteri Agama,” jawab Eva Sundari, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, saat ditanya tim media ABI, siapa yang sebenarnya paling bersalah dan paling bertanggungjawab atas berlarut-larutnya rencana pemulangan pengungsi Muslim Syiah Sampang ke kampung halaman mereka.
Usai menjadi pembicara Konferensi Pers dalam rangka konsolidasi melawan intoleransi yang diadakan oleh Gerakan Masyarakat Penerus (GMP) Bung Karno dengan tema “Mewujudkan Toleransi Beragama” di Epicentrum Rasuna Said (03/01/14), lebih lanjut Eva menyatakan alasan kenapa Menteri Agama yang menurutnya paling bersalah atas kasus Sampang.
“Menteri Agama itu sudah seharusnya netral dan menjamin pasal 29 UUD 1945 dijalankan dengan benar. Maka Menteri Agama harus menjamin semua pemeluk agama di Indonesia ini dapat menjalankan agama dan keyakinannya masing-masing dengan tenang. Bukan kemudian karena secara personal Pak Menterinya nggak suka dengan Syiah, terus nunggangin posisi dia dalam kementerian yang dipimpinnya untuk meng-gol-kan agenda-agenda pribadinya sendiri. Itu namanya Abuse of Power,” tegas Eva menyesalkan sikap ceroboh dan tendensius Menteri Agama terkait terombang-ambingnya nasib dan berlanjutnya penderitaan pengungsi Sampang yang sudah dua tahun lebih terusir dari tanah kelahirannya.
Padahal menurut Eva, bahkan terhadap para penganut animisme pun, pemaksaan keyakinan atas nama fatwa itu tidak dapat dibenarkan. Apalagi terhadap para penganut mazhab Syiah yang keberadaan dan keabsahannya diakui secara internasional, terutama di Dunia Islam.
“Dalam pandangan negara-negara OKI saja, Syiah tidak sesat kok! Lalu kenapa Menteri Agama kita malah menyesatkan?” kritik Eva atas sikap dan pandangan Menteri Agama yang berbeda dengan para ulama Dunia. Sikap itulah yang selama ini menurutnya turut memperkeruh kasus Sampang.
Tak cukup sampai di situ, Eva pun kecewa terhadap langkah aparat keamanan yang cenderung lamban dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Air.
“Yang paling mengecewakan, setiap kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan ke kementerian dan instansi terkait, seringkali tak segera direspon. Bahkan termasuk kepolisian pun terkadang kurang sigap merespon,” imbuhnya.
Tentu saja kekecewaan Eva sangat beralasan. Terbukti dengan masih banyaknya penanganan kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung tuntas. Sementara pengaduan-pengaduan pelanggaran HAM terus berlanjut dan berakhir nasibnya sebagai tumpukan laporan semata. (Lutfi/Yudhi)