Nasional
Hadiri Peresmian Gedung ANNAS, Walikota Bandung Menuai Banyak Kecaman
Hadiri Peresmian Gedung ANNAS, Walikota Bandung Menuai Banyak Kecaman
Kehadiran Walikota Bandung Yana Mulyana dalam peresmian Gedung Dakwah Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di Jalan R.A.A. Martanegara, Kota Bandung pada Minggu 28 Agustus lalu, menuai kecaman dari banyak pihak.
Cendekiawan Muslim Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.Phil., M.A., CBE.
menyesalkan langkah yang diambil Walikota Bandung itu. Sebagai seorang pejabat, ujarnya, ia semestinya tak melakukan hal tersebut.
“Semestinya pejabat pemerintah pada berbagai/seluruh tingkatan tidak membuat regulasi dan melakukan tindakan yang mengisyaratkan restu pada kelompok intoleran,” kata Prof. Azyumardi kepada Humas Ahlulbait Indonesia (ABI), Selasa (30/8).
Hal senada disampaikan Cendekiawan Muslim lainnya, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. Sekretaris PP Muhammadiyah itu mengatakan, sebagai kepala daerah, seharusnya Walikota berdiri di atas semua golongan. Ia juga mengatakan bahwa hal wajar bila kepala daerah memiliki afiliasi ormas atau partai politik tertentu. Namun langkah Walikota Bandung, bagi Prof. Mu’ti, kurang bijaksana.
“Walikota yang sudah meresmikan gedung organisasi yang primordial dan bertujuan untuk meniadakan atau mendiskreditkan organisasi tertentu merupakan langkah yang tidak bijaksana,” ungkapnya kepada Humas ABI, Selasa (30/8).
“UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk memeluk suatu agama dan keyakinan serta beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya,” tambahnya.
Namun, meski demikian, Mu’ti berharap masyarakat tidak terprovokasi oleh propaganda adu domba. “Semua pihak hendaknya bisa menahan diri,” ujarnya.
Kecaman juga disampaikan SETARA Institute. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus melakukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia ini menyebut Walikota Bandung telah bertindak intoleran.
Pernyataan walikota dalam sambutannya, yang membingkai kelompok-kelompok yang menjadi objek gerakan ANNAS seakan “tidak diakui negara” merupakan pernyataan dan sikap intoleran.
“Pernyataan walikota dalam sambutannya, yang membingkai kelompok-kelompok yang menjadi objek gerakan ANNAS seakan ‘tidak diakui negara’ merupakan pernyataan dan sikap intoleran,” sebagaimana dikutip dari rilis SETARA Institute, Senin (29/8).
Apa yang dilakukan Walikota Bandung dan aparat pemerintah di Kota Bandung tersbut, menurut SETARA, jelas-jelas merupakan keberpihakan nyata dan fasilitasi aktif kepada ANNAS. Padahal data yang dimiliki SETARA menyebutkan bahwa ANNAS kerapkali menjadi pelaku pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan pada kategori aktor non-negara.
Karena itu, SETARA Institute mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memberikan teguran kepada Walikota Bandung atas sikap dan tindakannya tersebut, termasuk semua aparatur negara yang terlibat. SETARA Institute juga mendesak Pemerintah Pusat untuk meninjau ulang penamaan organisasi ANNAS yang mengandung frasa “Anti Syiah”, dengan tetap menghormati hak berkumpul dan berorganisasi sesuai jaminan HAM dan hak konstitusional warga.
Baca juga : BNPT: Ramadhan, Momen Memupuk Toleransi Mantan Napiter
“Permusuhan terhadap sesama warga negara yang diekspresikan sebagai nama dan misi organisasi nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang menjamin kesetaraan warga negara,” tulis pernyataan mereka.
Seperti SETARA Institute, Imparsial sebagai LSM yang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia juga turut mengecam kehadiran Walikota Bandung dalam peresmian Gedung milik ANNAS tersebut.
Bagi Imparsial, apa yang dilakukan Walikota Bandung merupakan sebentuk dukungan yang nyata terhadap yang selama ini mempromosikan isu-isu sektarian dan intoleransi.
“Hal ini dikuatirkan akan menjadi contoh dan sekaligus preseden buruk yang dapat direplikasi dalam kegiatan-kegiatan lain jaringan organisasi ini, yang tidak hanya di Bandung, tetapi juga di daerah lainnya,” sebagaimana dikutip dari rilis Imparsial, Selasa (30/8).
Lebih lanjut, Imaprsial mengingatkan bahwa ANNAS selama ini memiliki rekam jejak dalam praktik intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan, khususnya terhadap kelompok Muslim Syiah di Indonesia.
“Karena itu, kehadiran perwakilan pemerintah, DPR, dan aparat keamanan di daerah merupakan bentuk dukungan serta legitimasi moral dan politik terhadap ANNAS dan jaringannya untuk mempromosikan tujuan dan agenda politik anti-keberagaman,” tulisnya.
Berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, menurut Imparsial seharusnya menjadi pembelajaran penting bahwa pembiaran dan keberpihakan, khususnya kepolisian sebagai penegak hukum, pada satu kelompok dapat menstimulus keberulangan aksi-aksi intoleransi di masyarakat.
“Sikap dan tindakan tegas yang berbasis pada nilai-nilai konstitusi, hukum, dan HAM harus
dikedepankan, tidak boleh ada ruang sedikit pun bagi kelompok intoleran untuk berkembang dan menjalankan aksinya di masyarakat,” pungkas pernyataan itu.
Baca juga : MER-C Sayangkan Jokowi Ragu Tolak Timnas “Israel”