Nasional
BNPT Luruskan Wacana Soal Kontrol Rumah Ibadah
BNPT Luruskan Wacana Soal Kontrol Rumah Ibadah
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel meluruskan wacana kontrol pemerintah atas rumah ibadah untuk mencegah radikalisasi. Wacana itu sebelumnya ia lontarkan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Senin lalu.
Menurutnya kontrol tersebut bukan sepenuhnya dilakukan pemerintah, namun dalam pengawasannya melibatkan masyarakat setempat.
“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” kata Rycko di Jakarta, Rabu (6/9), dilansir Republika.id.
Ia menjelaskan, masyarakat dalam hal ini pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal.
Baca juga : Jokowi Ancam Tutup Industri ‘Bandel’
Pelibatan tokoh agama dan masyarakat setempat berperan memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat dalam penyebaran pesan kebencian dan kekerasan.
“Dari tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasaan, itu harus distop,” ujarnya.
Selanjutnya, mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan antimoderasi beragama dapat dipanggil, diberikan edukasi maupun pemahaman, hingga ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat. Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama, masyarakat dapat menindaklanjuti dengan menghubungi aparat.
Keterlibatan masyarakat ini menurut Rycko karena pemerintah tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah. “Kalau pemerintah yang mengontrol, tak akan sanggup,” ungkapnya.
Rycko mengungkapkan, wacana tersebut dilontarkan setelah melakukan studi banding ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko, yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah.
Baca juga : Buka Muktamar Sufi Internasional 2023, Jokowi: Indonesia Semakin Dikenal Islam Moderat
Namun, ia menyadari, situasi di Indonesia berbeda. Oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat. Di antaranya yakni dengan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.
Sebelumnya, usulan Rycko tersebut sampaikan dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin (4/9). Ia menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR, Safaruddin soal adanya karyawan PT KAI yang terpapar paham radikalisme beberapa waktu lalu.
Safaruddin mengatakan ada juga masjid milik BUMN di daerah Kalimantan Timur yang selalu mengkritik pemerintah. Dari pernyataan tersebut, Rycko mengusulkan agar ada kontrol dari pemerintah terhadap penggunaan tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme.
“Siapa saja yang boleh menyebarkan konten di situ, termasuk mengontrol isi daripada konten supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, ajaran-ajaran kebencian, menghujat golongan, pimpinan, bahkan menghujat pemerintah,” tuturnya.
Baca juga : ICROM 2023 Hasilkan Rekomendasi Vital Moderasi Beragama ASEAN