Nasional
BNPT Beberkan 5 Ciri Penceramah Radikal
BNPT Beberkan 5 Ciri Penceramah Radikal
Dikretur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid menjelaskan ciri penceramah radikal.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo dalam Rapat Pimpinan TNI – Polri di Mabes TNI, Selasa (1/3) memperingatkan agar keluarga TNI – Polri tidak mengundang penceramah radikal.
Nurwakhid mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diketahui terkait penceramah radikal. Indikatornya dapat dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah. Setidaknya, ada lima indikator yang disampaikan, Senin (7/3), seperti dilansir JPNN.
Baca juga : Menyambut Era AI, Pakar: Buat Transformasi Pendidikan Menarik
Pertama, mengajarkan ajaran anti-Pancasila dan pro-idieologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleran terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan anti-budaya ataupun anti-kearifaan lokal keagamaan.
“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman,” katanya.
Baca juga : Epidemiolog UI Sebut Indonesia Siap Akhiri Darurat Covid-19
Nurwakhid kemudian menjelaskan strategi kelompok radikal yang menanamkan doktrin dan narasi untuk tujuan menghancurkan Indonesia ke tengah masyarakat.
“Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme,” ujarnya.
Pertama, mengaburkan, menghilangkan, bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
“Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan Isu SARA,” urai Nurwakhid.
Ia melanjutkan, strategi ini dilakukan melalui politisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa.
Pada pelaksanaanya, semua itu dilakukan melalui proses penanam-pahaman yang dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.
“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini, salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” tutupnya.
Baca juga : Jika Kedaruratan Covid-19 Dicabut, Kemenkes: Vaksinasi Tak Lagi Gratis