Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

BIN: Konflik Sunni dan Syiah Jadi Salah Satu Ancaman Pertahanan Negara

BIN: Konflik Sunni dan Syiah Jadi Salah Satu Ancaman Pertahanan Negara

BIN: Konflik Sunni dan Syiah Jadi Salah Satu Ancaman Pertahanan Negara

Badan Intelijen Negara (BIN) sebut konflik Sunni dan Syiah menjadi salah satu persoalan yang dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara dan mesti menjadi perhatian bersama.

Hal ini disampaikan Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto, yang memandang konflik SARA, terutama beberapa kasus tentang sentimen keagamaan, konflik antar-etnis, rasisme terhadap etnis tertentu, situasi di papua, juga konflik Sunni dan Syiah sebagai ancaman pertahanan dan keamanan negara.

“Isu sensitif tersebut menjadi ancaman serius karena dapat menimbulkan konflik horisontal. Dan ini ada yang terus mengipas-ngipasi dengan berita hoaks,” katanya dalam diskusi GMNI, Selasa (15/6), seperti dikutip dari Tempo.co.

Selain itu, ia juga mengingatkan sejumlah ancaman lain. Di antaranya pandemi Covid-19, konflik suku, ras, agama dan antar golongan, separatisme di Papua, penyebaran hoaks di media sosial, radikalisme, dan serangan siber.

Baca juga : “SYIAH” ABI

Wawan menjelaskan, kasus Covid-19 di Indonesia termonitor fluktuatif, namun cenderung menunjukkan tren peningkatan. “Kecenderungan ini terindikasi dari adanya peningkatan kasus harian rata-rata yang selalu di atas angka 5.000 kasus,” ujarnya.

Ia menuturkan, lonjakan baru kasus Covid-19 ini berpotensi mengancam keselamatan masyarakat, memperburuk resesi ekonomi, mengakibatkan lumpuhnya fasilitas kesehatan, terhambatnya pendidikan, dan gelombang pengangguran yang makin masif.

Separatisme Papua juga masuk dalam daftar persoalan yang dapat menciptakan disintegrasi bangsa. Selain merongrong kewibawaan negara, kelompok separatisme terindikasi menjadi salah satu sumber konflik dan menghambat pembangunan di Papua.

Terkait penyebaran hoaks, Wawan menegaskan mesti mendapat perhatian. Pasalnya, penyebaran kabar bohong terkait isu sensitif akan berdampak luas, sebab media sosial mampu menyebarkan informasi secara cepat. Juga terjangkau karena bisa langsung masuk ke gadget publik.

Baca juga : Toleransi Muslim Syiah

“Apalagi pengguna internet Indonesia juga menukik tajam secara signifikan peningkatannya,” ujarnya.

Sementara terkait radikalisme, Wawan memandang media sosial kini disinyalir menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda. Kecenderungan ini dikuatkan dengan survei BNPT terbaru bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

Wawan menuturkan, kondisi tersebut patut jadi perhatian bersama mengingat Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. “Ini menjadi pedang bermata dua jika tidak pandai menatanya,” ucapnya.

Tentang ancaman siber, Wawan mengatakan menjadi hal yang sulit dihindari di tengah masifnya penetrasi internet. Ditambah lagi, pemahaman masyarakat soal keamanan siber masih kurang. Sehingga, peretasan pun masih dengan mudah terjadi.

Baca juga : Syiah Hakiki dalam Pandangan Sayyidah Fathimah

Serangan dari hacker ini, Wawan bilang berpotensi menghambat digitalisasi ekonomi, dan rentan memicu pesimisme publik terhadap program revolusi industri 4.0.

Terhadap berbagai serangan tersebut, Wawan mengungkapkan bahwa BIN sebagai lini terdepan sistem keamanan nasional terus mengoptimalkan adanya deteksi dini dan cegah dini.

BIN, ia bliang, terus mengoptimalkan patroli siber selama 24 jam untuk memonitor narasi yang berpotensi menggiring opini publik dengan berita negatif dan hoaks terkait kinerja pemerintah di bidang sistem keamanan nasional di media sosial.

“BIN terus merangkul tokoh agama, tokoh adat, pelaku sejarah, jurnalis, dan kalangan pemuda untuk bersama-sama mendukung program pembangunan nasional,” kata Wawan.

Baca juga : Siapa Syiah Sejati?

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *