Ikuti Kami Di Medsos

Nasional

Ancaman Nyata Takfiri dan ISIS Bagi Indonesia

Diskusi-ISIS

Dalam sebuah diskusi di  Jakarta(13/5), Sidney Jones, pengamat teroris memetakan paham takfiri ke dalam dua kelompok; Kelompok pro-ISIS dan anti-ISIS. Menurutnya, dua kelompok itu merupakan warisan sejarah JAT (Jamaah Ansharut Tauhid, yang kemudian pro-ISIS) dan JI (Jamaah Islamiyah-yang kemudian anti-ISIS).
 
Hal itu pun memberi pengaruh dalam konflik di negara-negara Timur Tengah yang sedang menghadapi gejolak akibat kehadiran kelompok-kelompok radikal tersebut. Namun jarang diungkap bahwa, ISIS hanyalah salah satu dari beberapa anak kandung dari teroris Al-Qaeda. Jarang diungkap pula, antar anak kandung gerakan teroris itu saling berperang satu sama lain dalam gerakan dan perebutan kekuasaan. Sama-sama takfiri dan radikal secara konseptual, namun beda haluan dalam tataran aktual.
 
Hal itulah yang mestinya diketahui masyarakat dunia termasuk Indonesia, bahwa gerakan radikal yang ada tidak hanya terpusat pada ISIS saja.
 
Sidney Jones mengungkapkan, selain atas dasar ideologi, kelompok radikal ini dalam melakukan aksinya juga didasari unsur ekonomi; karena mereka yang datang dan bergabung ke ISIS di Suriah dan Irak mendapatkan gaji dan fasilitas yang cukup menggiurkan.
 
“Dua bulan terakhir, Maret-April ini saja sudah ada 40-an WNI yang meninggal di sana,”kata Sidney Jones.
 
ISIS Ancam Indonesia
 
Ada beberapa faktor menurut Sidney Jones yang memungkinkan hadirnya ancaman ISIS di Indonesia secara langsung. “Ada perintah terhadap pendukung ISIS di Indonesia, mereka marah karena dicegah pergi ke Suriah, kondisi Timur Tengah yang dapat memaksa mereka pulang lagi ke Indonesia, dan lain-lain,”ungkapnya.
 
Sidney juga menyesalkan lemahnya penegak hukum terhadap kelompok radikal yang ada di Indonesia saat ini. Ia menyebut contoh misalnya di Lapas Nusakambangan yang terdapat tokoh ISIS sangat berpengaruh yang leluasa melakukan operasi dakwahnya meski dari dalam penjara, yaitu Aman Abdurrahman, alumni LIPIA Jakarta.  
 
“Pabrik narkoba di dalam penjara saja ada,”celetuk audiens dalam dialog yang diselenggarakan oleh Institute Peradaban itu.
 
Sementara itu, Dr. Muhammad Luthfi (Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia) yang juga menjadi pembicara saat itu menilai masa depan ISIS di Timur Tengah sulit diduga. “Karena ideologi itu bisa masuk kemana saja. Sehingga ketika dihantam, dihabisi di Irak bisa muncul di tempat lain. Di indonesia ini yang kita khawatirkan ketika mereka (orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS) kembali dari sana. Mereka membawa ideologi perlawanan dan anti kekuasaan. Karena dianggap kekuasaan itu kekuasaan yang menyimpang dari ajaran Islam sesuai norma-norma negara Islam (versi mereka). Nah ketika itu nanti, simbol-simbol kekuasaan Indonesia akan menjadi musuhnya. Di sisi lain Pemerintah juga tidak punya undang-undang atau alat untuk menjerat mereka sebelum mereka melakukan kejahatan,” papar M. Luthfi.
 
“Ini yang perlu diantisipasi. Baik dari segi undang-undang maupun ideologi mereka. Tentu yang paling ampuh juga sebetulnya, mestinya BNPT bekerjasama dengan kalangan ideolog. Faktanya, Kyai atau pemikir yang sebetulnya banyak seideologi dengan mereka ternyata justru tidak terlibat,”pungkasnya. (Malik/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *