Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Nasib Sekolah MASTER

Belakangan ini, dunia pendidikan dikejutkan dengan meningkatnya angka kriminalitas yang menjangkiti anak sekolah. Tak tanggung-tanggung, anak usia Sekolah Dasar tega membakar teman-temannya hanya karena masalah sepele belaka. Krisis pendidikan karakter mulai menjangkiti dunia anak dan lembaga sekolah di tengah kebutuhan hidup masyarakat yang terus meningkat.

Bagaimana orang tua bisa memperhatikan anak-anaknya jika telah menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja? Bagaimana guru bisa mengajari siswa didiknya dengan cinta sementara jiwanya berontak lantaran gaji yang tidak mencukupi kebutuhan? Bagaimana anak bisa belajar dengan senang dan nyaman jika fasilitas pendidikan jauh dari harapan?

Pemerintah kian dihadapkan pada persoalan pelik dan penuh tantangan. Dalam kondisi seperti ini, penting adanya sinergi antara pemerintah, pegiat pendidikan dan masyarakat agar terjalin kerjasama.

Jika mereka (anak-anak) yang hidup dalam lingkungan keluarga dan sekolah formal saja dapat melakukan hal-hal berbau kriminal, bagaimana mereka yang hidup “liar” di jalan-jalan tanpa pengawasan?

Sekolah Masjid Terminal (MASTER) yang berlokasi di Depok Jawa Barat, merupakan salah satu sekolah yang sejak lama peduli pada kondisi ini.

“Sekolah MASTER melayani mereka yang tidak terlayani,” kata Nur Rokhim selaku pendiri sekolah MASTER.

Di bawah naungan Yayasan Bina Insan Mandiri sekolah ini memberikan pendidikan gratis bagi sekitar 3.000 siswa didik kurang mampu dari tingkat TK hingga SMA, serta sekolah non-formal bagi anak-anak jalanan.

Selayaknya, kepedulian pegiat pendidikan yang digadang masyarakat mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Selain membantu meringankan tanggungjawab pemerintah dalam mengelola dunia pendidikan, setidaknya dengan hadirnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat seperti MASTER ini juga dapat memberikan kontribusi pembangunan sumber daya manusia bagi masa depan. Dengan membekali pendidikan dan perhatian lebih kepada anak-anak, terutama mereka yang tidak terpantau oleh keluarga, setidaknya membuka harapan untuk menekan angka kriminalitas.

Sekolah MASTER ini berdiri di atas lahan seluas 6.000 meter, di samping terminal Depok. Berdiri sejak tahun 2000, sekolah ini tak begitu saja berjalan mulus adanya. Tumpukan kontainer bekas disulap menjadi kelas-kelas untuk belajar siswa lantaran keterbatasan dana. Masjid yang berdiri kokoh di sekolah itu juga digunakan sebagai tempat belajar-mengajar.

Latar belakang anak yang beragam, dan sebagian merupakan anak jalanan menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah. Salah satu guru relawan di sekolah MASTER sebagaimana diberitakan ABI Press sebelumnya mengakui tidak mudah menjadi guru di sekolah MASTER. Sebab menurutnya, mengajar anak-anak jalanan itu memang jauh berbeda dengan anak-anak sekolah pada umumnya. “Terkadang tak cukup waktu 2 atau 3 bulan sekadar mengajak mereka mau datang, duduk dan belajar. Berbeda dengan anak-anak biasa, seringkali anak-anak jalanan itu lebih suka tidur atau bermain sendiri.”

Demi pembangunan Terminal Terpadu Depok yang terintegrasi dengan apartemen, mal dan hotel, sekolah yang menjadi tumpuan anak-anak jalanan ini kembali menghadapi permasalahan. Sebab, 2.000 dari 6.000 meter lahan berdirinya sekolah merupakan lahan Pemerintah Kota Depok yang masuk dalam target penggusuran.

Akibat rencana pembangunan ini, sebagian bangunan kelas sekolah MASTER digusur dan siswa-siswi nya terpaksa belajar di tempat seadanya.

Kabar baik muncul setelah ada kesepakatan antara pihak pengembang dengan pihak sekolah dengan diberikannya ganti rugi, dan membangun kelas lagi di sela-sela area MASTER yang tersisa 4.000 meter itu.

 “Sudah ada 12 kelas digusur, kita sekarang minta masjid, mushalla jangan digusur,” pinta Nur Rokhim. Menurutnya, pengembang bisa tetap melaksanakan pembangunannya, tinggal mengubah sedikit desain pembangunan tanpa harus menggusur Masjid Terminal (MASTER) yang menjadi icon berdirinya sekolah itu. Kita tunggu saja, akankah pemerintah lebih menuruti kemauan pengembang atau pihak MASTER?

“Saya harap ada semacam kerja sama lah, pengembang tetap bisa membangun (proyeknya), kita membangun karakter manusianya,” pungkas Nur Rokhim.

Sekolah MASTER hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak sekolah yang menghadapi permasalahan serupa. Ketika pemerintah seringkali dihadapkan pada kondisi tengah antara pembangunan kota dan pembangunan yang sifatnya khusus di dunia pendidikan. Dengan keputusan yang adil dan bijaksana tentu segala persoalan semacam ini dapat terselesaikan tanpa ada pihak yang harus dirugikan. (Malik/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *