Berita
Nasib Nelayan di Tengah Rencana Penyempurnaan RUU Kelautan
Dalam diskusi publik “Nasib Nelayan di Tengah Poros Maritim Dunia: Membedah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam” yang diadakan Fraksi PKB di gedung DPR RI, Rabu (21/10), perwakilan nelayan dari berbagai daerah menyampaikan keluh-kesah nasibnya.
Edy Priyoso, Deputi Operational Director PT. Ocean Mitramas mengeluhkan akibat kapal mereka dilarang berlayar, banyak karyawannya yang terpaksa di-PHK.
“Kapal kami tak bisa beroperasi karena Permen yang baru. Satu tahun nelayan tunggu kami karena belum kerja. Terpaksa kami banyak PHK,” keluh Edy.
Edy lebih jauh meminta kepastian kapan kapal mereka bisa beroperasi.
“Kami butuh kepastian kapal pemilik lokal, agar segera boleh beroperasi,” pintanya.
Petrus, nelayan dari Flores Timur juga dirugikan dengan tidak beroperasinya kapal Mitramas.
“Kami susah memasarkan ikan. Kenapa Mitramas beli ikan kami gak bisa. Jalasena yang juga bikinan luar negeri kapalnya beli ikan ke nelayan bisa,” ujar Petrus.
Dari Koalisi Perempuan Indonesia, Melda Imanuela menuntut adanya perlindungan nelayan bukan hanya bagi yang lelaki, tapi juga bagi nelayan perempuan.
“Nelayan itu kan tak hanya lelaki. Setelah ditangkap, ikan akan diproses oleh nelayan perempuan. Jadi perlu dibuat perlindungan dan pemberdayaan juga buat perempuan,” ujar Melda.
Beberapa masukan lain juga terkait birokrasi yang ruwet soal perizinan. Padahal nelayan sangat tergantung musim.
Jalilul Fawaid, Pimpinam fraksi PKB menyebutkan, semua masukan dan keluhan ini nantinya akan dijadikan sebagai masukan untuk penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Kelautan.
“Diskusi ini memang kita adakan dalam rangka mendorong secara struktural posisi nelayan agar lebih diperhatikan,” ujar Fawaid.
“Yang penting, UU Perlindungan Nelayan ini harus berdasarkan data yang akurat,” tambah Fawaid. (Muhammad/Yudhi)