Berita
Nasehat Imam Ali bin Abi Thalib Kepada Para Penguasa
Imam Ali as berkata kepada Utsman :
“Orang yang paling baik dalam pandangan Allah adalah penguasa yang adil, yang telah bemedoman pada Islam dan yang menunjuki orang lain kepadanya, yang menjaga sunnah-sunnah Nabi dan membasmi pembahaman-pembaharuan hina. Orang yang paling bumk dalam pandangan Allah adalah penguasa yang lalim, yang sesat dan menyesatkan orang lain, yang memusnahkan sunnah-sunnah yang telah diterima dan yang menumbuhkan kembali bid ‘ah-bid ‘ah yang telah dibuang.
Dengan Nama Allah Aku minta kepada kamu untuk tidak menjadi seperti pemimpin umat ini yang dibunuh oleh orang yang tertindas, karena telah diamalkan bahwa pemimpin umat yang akan membuka gerbang pertumpahan darah abadi dan selalu mengharapkan permusuhan, akan dibunuh. Dia akan menciptakan keragu-raguan di antara umat dan akan menyebabkan kekacauan yang berkembang luas, akibatnya umat tidak akan sanggup membedakan antara yang hak dan yang batil. Mereka akan diagitasi dan dibingungkan. Oleh karena itu, dengan usia dan pengalamanmu, janganlah menjadikan Marwan sebagai binatang kesayangan dan jangan izinkan ia mengendalikanmu sesukanya.”(Nahjul Balaghah, khotbah ke-167).
Kalimat terakhir menekankan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai kemerdekaan berpikir dan jangan sampai menjadi alat dari tangan orang-orang sekelilingnya. Sedang pada kalimat sebelumnya merujuk kepada pentingnya ruh keadilan yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Nasehat Imam Ali As kepada salah seorang pejabatnya yang ditugaskan mengumpulkan zakat. Setelah memberinya beberapa perintah dan menasehatinya agar bersungguh-sungguh dalam perkataan dan perbuatannya, Imam Ali berkata :
“Aku perintahkan engkau agar jangan memusuhi mereka, jangan menindas mereka dan jangan menjauh dan mereka dengan menunjukkan ketinggianmu dari mereka hanya karena engkau petugas pemerintah. Mereka adalah saudaramu seiman dan diharapkan membantu dalam pengumpulan zakat. .
Sengsaralah orang yang memusuhi orang miskin, papa, pengemis, serba kekurangan, menderita dan ibnu sabil yang mengeluh di hadapan Allah! Bentuk pengkhianatan yang paling buruk adalah penggelapan dana publik, dan bentuk ketiadaan iman yang paling keji adalah menipu Imam.” (Nahjul Balaghah, khotbah ke-26)
Imam Ali As berkata:
“Jika dibandingkan dengan amar ma’ruf nahi munkar, semua amal baik dan jihad di jalan Allah, tidak lebih daripada udara dalam samudera yang tak dapat diduga. Amar ma’ruf nahi munkar bukanlah membuat orang lebih dekat kepada kematian, atau bukanlah mengurangi penghidupan orang. Tetapi yang lebih bernilai dari semua ini adalah satu kata yang adil di hadapan seorang penguasa yang kejam.” Oleh karena itu, memperbaiki dari dalam (amar ma’ruf nahi munkar) lebih penting daripada melakaanakan perang suci melawan orang-orang kafir (eksternal), tetapi lebih penting lagi dari semua itu adalah perjuangan melawan penyimpangan-penyimpangan seorang pemimpin. Namun perlu diingat bahwa memerintahkan kepada yang hak itu merupakan tingkatan dari jihad, dan demikian juga mengatakan yang hak di muka penguasa yang kejam adalah termasuk “amar ma’ruf nahi munkar.”
Secara jelas Imam Ali As mengatakan bahwa pandangan Khawarij bahwa Al-Qur’an saja sudah cukup dan tidak perlu pemerintahan, segala perlengkapan administrasi dan pemimpin itu batil. Kaum Khawarij berkata bahwa “tidak ada juru pemisah dan hakim kecuali Allah.”
Imam Ali As berkata: “Slogan mereka itu benar, tetapi mereka menarik kesimpulan yang salah darinya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada pemerintahan kecuali pemerintahan Allah. Tetapi umat harus mempunyai seorang penguasa, baik ia shaleh maupun tidak, yang di bawah pemerintahannya orang-orang beriman dan tidak beriman dapat bekerja dan menikmati hidup.”
Perlengkapan administratif disebut sebagai pemerintahan karena ia memelihara kedamaian internal dan eksternal. dan menjalankan hukum dan perintah. Ia disebut Imamah karena dipegang oleh seorang pemimpin yang mengerahkan berbagi kekuatan yang tidak aktif dan menyingkap berbagai kemampuan tersembunyi.
Dalam Nahjul Balaghah, ungkapan Wali dan Ra’iyyat digunakan bagi penguasa dan warga negara.
Ungkapan tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa tugas seorang penguasa adalah melindungi dan menjaga para warganya. Imam Ali As berkata:
“Hak terbesar yang ditetapkan Allah adalah hak penguasa atas para warganya, dan hak warga atas penguasanya. “ (Nahjul Balaghah, Khotbah ke-221).
Kebutuhan manusia tidaklah terbatas kepada pangan dan tempat tinggal. Kebutuhan manusia sepenuhnya berbeda dengan kebutuhan burung merpati atau rusa. Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan psikologis juga yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, tidaklah cukup bagi pemerintahan yang ingin normal, populer dan dapat dipertahankan, hanya memberikan kebutuhan-kebutuhan materi saja kepada umatnya.
Adalah sama perlunya memberikan perhatian kepada kebutuhan manusianya dan spiritualnya juga. Yang penting adalah bagaimana pemerintah melihat umat. Apakah ia menganggap mereka sebagai alat-alat tak bernyawa yang kebetulan juga dipelihara; ataukah menganggapnya sebagai binatang beban dan binatang yang memproduksi susu yang memerlukan perhatian juga, atau sebagai manusia yang memiliki hak-hak yang sama. Ringkasnya, apakah umat bagi pemimpin ataukah pemimpin bagi umat?”
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. “ (An-Nisaa’: 58).
Bahwa para penguasa adalah para penjaga atau pelindung umatnya. Dengan kata lain, pada prinsipnya bahwa: Penguasa bagi umat, bukan umat bagi penguasa.
Kitab Majma’ mengutip kata-kata Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja’far Shadiq As bahwa ayat ini ditujukan kepada para Imam, dan ayat selanjutnya: Taatilah Allah dan taatilah Rasul, ditujukan kepada umat.
Imam Muhammad Baqir As telah berkata: Salah satu dari dua ayat ini adalah milik kami (hak-hak kami), dan yang lain adalah milik kamu (hak-hakmu).
Telah berkata Imam Ali As:
“Adalah penting bagi seorang Imam umuk memutuskan manurut apa yang telah Allah turunkan dan untuk memulihkan kepercayaan. Jika ia berbuat, adalah wajib bagi umat untuk mendengarkannya, mentaatinya dan menanggapi setiap seruannya.” (al-Mizan mengutip dari Durr al-Mantsur).
Imam Ali As menyurati gubernurnya di Azerbaijan:
“Tugasmu bukanlah (seperti) butiran air yang diberikan kepadamu. Ia hanyalah suatu kepercayaan yang dijalankan untuk perhatianmu. Engkau telah diangkat oleh keutamaanmu sebagai gembala (untuk melindungi sekumpulan manusia yang berada di bawahmu). Karena engkau tidak berhak untuk berbaur dengan umat secara lalim. “ (Nahjul Balaghah, surat 5).
Dalam surat edarannya kepada semua pengumpul pajak, Imam Ali As berkata :
“Berlaku adillah kepada orang-orang dari pihakmu dan jagalah berbagai kebutuhan mereka dengan sabar, karena engkau adalah bendaharawan umat, wakil umat dan duta para Imam. “ (Najhul Balaghah, surat 51)
Dari apa yang telah disebutkan di atas jelaslah bahwa dari sudut pandang Nahjul Bajaghah, dasar kepemimpinan adalah bahwa penguasa itu bagi umat, bukan umat bagi penguasa.
Sumber : Buku “Imamah dan Khilafah” karya Murtadha Muthahhari