Berita
Muslim bin Aqil bin Abi Thalib, Wakil Imam Husain di Kufah
Muslim bin Aqil bin Abi Thalib adalah sepupu Imam Husain as dan duta utusannya di Kufah ketika kebangkitan Asyura. Muslim hadir dalam sebagian penaklukan kaum muslimin dan juga dalam Perang Shiffin. Dia pergi ke Kufah sebagai perwakilan Imam Husain as untuk melaporkan kepada Imam Husain as akan kondisi dan situasi terakhir dari kota tersebut jika penduduk Kufah dalam undangan dan ajakan mereka yang ditujukan kepada Imam Husain as adalah benar adanya, Imam akan datang ke sana. Dia dalam laporannya kepada Imam memberitakan akan kesiapan penduduk Kufah dalam menyambut kedatangannya. Dengan pengangkatan dan pelantikan Ubaidillah bin Ziyad sebagai gubernur dan penguasa Kufah, membuat penduduk Kufah berada dalam ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan atas perintah Ubaidillah ia dibunuh pada hari Arafah tahun 60 H/680 M.
Peristiwa kesendirian dan kesyahidannya di Kufah merupakan salah satu momen penting di tengah-tengah kalangan kaum Muslim Syiah untuk mengenangnya dengan kidungan duka yang dibaca pada hari Arafah dan terkadang di hari pertama bulan Muharram.
Hari kelahiran Muslim bin Aqil tidak dapat dipastikan. Ia syahid pada 9 Dzulhijjah 60 H. Umur anak-anak Muslim yang syahid di Peristiwa Asyura dilaporkan berusia 27 dan 26 tahun.[1] Sebagian sejarawan dengan bersandar pada riwayat-riwayat yang menjelaskan kehadiran Muslim di beberapa penaklukan dan di Perang Shiffin berpendapat bahwa dia ketika syahid berusia lebih dari 50 tahun.[2] Makam Muslim bin Aqil terletak di bagian timur Masjid Kufah. [3]
Baca juga Ummu Wahb, Wanita Pertama Syahid Karbala
Sewaktu Imam Husain keluar dari Madinah menuju Mekah, Muslim bin Aqil adalah salah seorang yang menemaninya. Dengan banyaknya surat dari warga Kufah yang sampai kepada Imam Husain as sebagai bentuk dukungannya kepada Imam, ia mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk melihat situasinya dan memastikan dukungan tersebut adalah sesuatu yang benar adanya. Muslim bin Aqil pun bergerak menuju Kufah atas perintah sang Imam. [4] Dalam literatur sejarah disebutkan, imam Husain juga mengutus Qais bin Mushir Shaidawi, Ammarah bin Abdul Saluli dan Abdurrahman bin Abdullah Arhabi bersama Muslim bin Aqil ke Kufah. Mereka diminta jika melihat bahwa warga Kufah konsisten terhadap pilihan mereka mendukung Imam Husain as dan akan memberikan pembelaan, sebagaimana yang mereka tulis dalam surat-surat mereka, agar segera menyampaikan kabarnya kepada Imam Husain as. [5]
Muslim tanggal 5 Syawal sampai di Kufah[6] dan menetap menetap di kediaman Mukhtar bin Abi Ubaidah,[7] dan menurut sebagian literatur, ia menetap di rumah Muslim bin Ausajah.[8] Warga Kufah yang mengetahui keberadaannya di rumah tersebut, berdatangan untuk mendengarkan surat Imam Husain as dibacakan oleh Muslim bin Aqil. [9]
Ibnu Jauzi juga meyakini hal yang sama dengan menulis, Muslim bin Aqil tinggal dirumah seseorang yang bernama Ibn ‘Ausajah selama menetap sementara di Kufah. [10]
Baiat Warga Kufah Kepada Muslim
Ibnu ‘Asakir menulis, “Di Kufah 12 ribu orang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain as melalui kesaksian Muslim bin Aqil”. [11] Sebagian sejarawan lainnya menyebutkan jumlah total warga Kufah yang berbaiat sebanyak 18 ribu orang [12] dan sebagian lagi menyebutkan lebih dari 30 ribu orang. [13]
Dengan banyaknya dari warga Kufah yang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain as dan menyambut kedatangan Muslim bin Aqil dengan antusias, membuat mata-mata kerajaan menyampaikan hal tersebut kepada Yazid bin Muawiyah sambil menyebutkan bahwa Nu’man bin Basyir lemah sebagai penguasa Kufah, sehingga harus diganti dengan yang lain yang lebih mampu meredam suasana yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Yazid. Atas laporan tersebut, Yazid menurunkan Nu’man bin Basyir sebagai gubernur Kufah dan mengangkat Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Basrah saat itu, sekaligus sebagai penguasa di Kufah.[14]
Dengan datangnya Ubaidillah bin Ziyad di Kufah, Muslim bin Aqil meninggalkan rumah Mukhtar dan menetap di rumah Hani bin Urwah, salah seorang pembesar Kufah. Seberapapun usaha Muslim bin Aqil untuk tetap melakukan kontak dengan Syiah meski dalam keadaan sembunyi-sembunyi, namun mata-mata Ubaidillah bin Ziyad berhasil mengetahuinya, termasuk tempat persembunyian Muslim bin Aqil. Tidak lama, Hani bin Urwah ditangkap dan dipaksa untuk menyerahkan Muslim bin Aqil.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Kabilah Mudzhaj berkumpul di sekitar istana Ubaidillah bin Ziyad, mereka melakukan protes jika penangkapan tersebut betul-betul terjadi. Dengan adanya protes itu, Ibnu Ziyad memerintahkan kepada Syarih Qadhi untuk melakukan kebohongan kepada kabilah tersebut, sambil berusaha memecah belah diantara mereka. Dengan dukungan 4 ribu orang, Muslim bin Aqil melakukan blokade terhadap istana Ibnu Ziyad dan berunjuk rasa. Mereka meneriakkan slogan, “Wahai penolong ummat”. [15]
Melihat keadaan tersbeut, Ubadillah mengumpulkan para pembesar Kufah dan meminta kepada masing-masing kabilah untuk mengingatkan kabilahnya, bahwa jika kondisi tersebut dibiarkan, pasukan Yazid bin Muawiyah akan menyerang Kufah dan akan membawa bencana bagi seluruh warga kota tersebut.
Para pembesar tersebut pun mengingatkan kabilahnya masing-masing. Taktik tersebut berhasil menyebabkan pendukung Muslim bin Aqil mulai berpecah-belah, sampai jumlahnya berkurang drastis. Pada akhirnya, Muslim bin Aqil benar-benar sendiri bahkan rumah untuk dia menginappun tidak ada. Suatu malam, seorang perempuan bernama Thau’ah, melihat seorang pria beristrahat di depan rumahnya. Iapun membawakan air minum untuk pria malang itu. Thau’ah kemudian mengenalinya sebagai Muslim bin Aqil, dan memintanya beristrahat di dalam rumah. Anak laki-laki perempuan tersebut melihat kejadian itu, dan keesokan harinya, ia melaporkan kepada Abdurrahman bin Muhammad bin Asy’ab akan keberadaan Muslim bin Aqil di rumahnya. Atas perintah Ibnu Ziyad, Muhammad bin Asy’ab bersama 70 orang lainnya berhasil menangkap Muslim bin Aqil dan bermaksud membawanya ke istana.
Pasca penangkapan, Muhammad bin Asy’ab berkata kepada Muslim, jika Muslim menyerah dan bersedia bekerjasama untuk dihadapkan dengan Ibnu Ziyad maka keselamatan nyawanya akan ia jamin. Muslim bin Aqil pun bersedia dipertemukan dengan Ibnu Ziyad. Namun atas perintah Ibnu Ziyad, Muslim bin Aqil diminta dibawa ke atas istana, dan dihukum mati di tempat tersebut. [16]
Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh Hani bin ‘Urwah. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah.[17]
Source: wikishia.net
Catatan kaki
- Chehreha dar Hamase-e Karbala, hlm. 167
- Tihami, Muslim bin Aqil sebelum peristiwa Asyura, hlm.99
- Sayid al-Barraqi, Tarikhul Kufah, hlm.98
- Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 230.
- Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 295-297; Terjemahan Irsyād, hlm. 339-342.
- Mas’udi, Muruj al-Dzahab, jld.3, hlm. 53
- Baladzuri, Ansabul Ansyraf, jld.2, hlm. 77, Thabari, Tarikh, jld.5, hlm. 355
- Thabari, Tarikh, jld. 5, hlm. 347; al-Mas’udi, Muruj al-Dzahab wa Ma’adin al-Jauhar, jld.3, hlm. 54
- Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 231.
- Ibnu al-Jauzi, al-Muntadzam fi Tarikh al-Umum wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 325.
- Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Damasyq, jld. 14, hlm. 213.
- Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thawāl, hlm. 235
- Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Imamāh wa Siyāsah, jld. 2, hlm. 8.
- Ibnu Qutaibah al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 231.
- Farzandan_e Ali Abi Thalib, terjemahan, jld. 1, hlm. 147.
- Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 53-63.
- Ibnu A’tzam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 62.