Berita
Mubahalah dan Ahlul Bait Nabi Saw
Hari itu 24 Dzulhijjah, ketika orang-orang disibukkan dengan aktivitas paginya di kota Madinah, Rasulullah saw berjalan keluar kota dengan mengandeng Imam Hasan as, mengendong Imam Husain as, diiringi putri tercintanya, Sayyidah Fathimah as dan menantunya, Imam Ali as.
Mereka bukan berjalan untuk bertamasya atau jalan-jalan ke luar kota. Hari itu, mereka akan bertemu dengan para pendeta Nasrani asal Najran untuk melakukan Mubahalah.
Mubahalah bermakna saling melaknat dan mengutuk satu sama lain. Dalam prosesnya, dua orang atau kelompok saling membuktikan kebenaran masing-masing dengan mengadu di hadapan Ilahi dan memohon kepada-Nya agar barangsiapa yang berdusta segera dilaknat sehingga menjadi jelas bagi semuanya, siapa yang benar.
Keputusan ini diambil setelah sehari sebelumnya terjadi diskusi antara Rasulullah saw dengan utusan Dewan Ulama Nasrani yang menemui jalan buntu. Akhirnya disepakati bahwa diskusi diselesaikan dengan jalan Mubahalah.
Manakala kaum Nasrani melihat Rasulullah saw berjalan bersama keluarganya, salah satu petinggi mereka bernama Abu Haritsah bertanya, siapa mereka yang bersama Rasulullah saw? Pengikutnya menjawab:
“Yang di depan itu anak paman dan suami putrinya serta orang yang paling dicintai olehnya; dua anak itu adalah putra-putranya dari putrinya; dan yang wanita itu adalah Fathimah, putrinya yang paling beliau cintai.”
Saat hendak bermubahalah, Rasulullah saw duduk di atas kedua tumit sucinya. Kemudian dua petinggi kaum Nasrani, Sayid dan Aqib, mengangkat anak-anaknya. Lalu Abu Haritsah berkata, “Demi Allah, ia duduk sebagaimana para nabi duduk untuk bermubahalah,” seraya bergegas meninggalkan acara mubahalah itu.
Pertinggi kaum Nasrani lainnya, Sayid, bertanya kepada Abu Haritsah, ”Mau kemana?”
Abu Haritsah menjawab, ”Jika Muhammad tidak dalam kebenaran, ia tidak akan berani bermubahalah; dan jika ia bermubahalah dengan kita, kurang dari satu tahun, tidak akan ada lagi seorang Nasrani pun yang tersisa di dunia ini.”
Riwayat lain menyebutkan bahwa Abu Haritsah berkata, “Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika mereka memohon kepada Tuhan untuk mengangkat semua gunung dari tempatnya, maka gunung tersebut akan terangkat. Jadi janganlah bermubahalah. Jika kalian lakukan itu, kalian akan binasa dan tidak ada seorang Nasrani pun yang tersisa di bumi ini.”
Abu Haritsah kemudian mendekati Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Abul Qasim! Batalkanlah mubahalah dengan kami dan berdamailah, karena itulah yang sanggup kami lakukan.”
Kemudian Rasulullah saw berdamai dengan mereka dengan syarat setiap tahun mereka harus memberikan dua ribu helai pakaian yang setiap helainya 40 dirham. Dus, jika terjadi perang dengan Yaman, mereka harus meminjamkan 30 pakaian perang, 30 tombak, dan 30 kuda kepada umat Islam. Rasulullah saw menjamin akan mengembalikan semuanya.
Selanjutnya, Rasulullah saw menuliskan surat perdamaian, lalu utusan Dewan Ulama Nasrani itu pun kembali pulang.
Setelah itu, turunlah ayat ke-61, surah Ali Imran:
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
“Siapa yang menentangmu tentang Isa setelah kebenaran datang, maka katakan pada mereka, “Hei kalian (utusan Nasrani Najran), panggillah anak-anak, istri, dan kita semua ini. Setelah itu, marilah kita bermubahalah. Siapa yang berdusta, semoga laknat Allah menimpa mereka.”
Peristiwa Mubahalah ini membuktikan dua poin. Pertama, kebenaran dakwah Nabi Muhammad saw yang diakui kaum Nasarani Najran. Kedua, menegaskan siapa yang disebut sebagai keluarga atau Ahlu Bait Nabi Muhammad saw, yaitu mereka yang bersama Rasulullah saw saat bermubahalah.
Para ahli tafsir dan hadis dari kalangan mahzab Syiah dan Sunni sepakat bahwa ayat mubahalah menjadi bukti atas kebenaran Ahlul Bait Nabi as.
Poin lain yang juga menarik disimak adalah, peristiwa ini membuktikan bahwa apa yang diyakini Rasulullah saw, sepenuhnya diyakini pula oleh Ahlul Bait beliau. Buktinya, saat Imam Ali beserta seluruh keluarganya hingga Imam Hasan dan Imam Husain yang masih kecil diajak untuk bermubahalah bersama Rasulullah saw, mereka tidak menolaknya.
Rasulullah saw dalam peristiwa mubahalah tidak menyertakan orang lain dalam bermubahalah, alias hanya mengajak Ahlul Bait beliau. Ini untuk menunjukkan kepada kaum Nasrani bahwa Rasulullah saw tidak main-main dan hanya mengajak orang-orang yang paling dicintainya ke medan mubahalah.