Berita
Miras Oplosan Lebih Berbahaya
Dalam bulan Desember ini, puluhan orang telah menjadi korban keganasan Miras Oplosan. Di sejumlah daerah di Indonesia, tercatat hampir 30 orang telah tewas setelah menenggaknya.
Terus bertambahnya korban minuman mematikan itu hari demi hari, membuat Kemenkes mengadakan temu media untuk memberikan informasi tentang “Bahaya Miras Oplosan Bagi Kesehatan” di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kemenkes RI dr. Eka Viora, Sp.KJ dalam pertemuan tersebut menjelaskan bahwa alkohol yang biasa dikonsumsi manusia adalah etil alkohol atau etanol yang dibuat melalui proses fermentasi dari madu, gula, sari buah, atau ubi-ubian. Menurut Eka, mereka yang mengkonsumsi minuman beralkohol dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan.
“Hal ini disebabkan, karena di dalamnya terdapat zat adiktif yang menyebabkan ketergantungan,” terang Eka.
Sementara itu yang biasa dibuat sebagai miras oplosan bukanlah etanol melainkan Metyl alkohol atau Metanol yang biasanya dipakai untuk bahan industri, sebagai pelarut, pembersih dan penghapus cat. Metanol sendiri dapat mengakibatkan kematian, apalagi dicampur dengan berbagai bahan lain yang tidak jelas.
“Metanol bila dicerna tubuh akan menjadi Formaldehyde atau formalin yang beracun, maka bisa dibayangkan bagaimana otaknya, bagaimana lambungnya”, tegas Eka.
Fakta tentang minuman beralkohol sendiri dibagi dalam tiga golongan menurut kadar alkohol yang ada di dalamnya. Yaitu golongan A dengan kadar etanol 1-15%, golongan B dengan etanol 5-20% dan golongan C dengan etanol 20-40%.
“Tetapi banyak saat ini minuman-minuman tradisional yang tidak diketahui pasti kadarnya berapa,” terang Eka.
Di sejumlah wilayah timur Indonesia, biasanya mereka mengatakan minuman beralkohol yang mereka produksi adalah minuman “BM” yang maksudnya adalah “Bakar Menyala.”
“Itu sudah lebih dari 70% berarti sudah lebih di atas golongan C,” lanjut Eka. “Kalau ini diminum kerugian pada tubuh sangat luar biasa sekali.”
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) dr. Danardi Sosrosumihardjo. Sp.KJ menjelaskan bahwa manusia seringkali berkreasi untuk urusan minuman beralkohol.
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Eka, Danardi juga menyampaikan bahwa alkohol dalam kedokteran mengandung zat adictive atau ketergantungan, yang bila digunakan terus-menerus akan menimbulkan kecanduan.
Artinya, menurut Danardi, awalnya dosis pakainya hanya sedikit tapi untuk selanjutnya akan terus ditambah untuk mendapatkan kesenangan lebih. Itu sudah menjadi sifat dari zat adictive. Bahkan kata Danardi, seringkali meski dosis sudah ditambah lebih tinggi, kesenangan yang diharapkan itu belum tentu didapat.
“Mereka akan mencari bahan-bahan baru dengan mengoplos berbagai bahan itu untuk menimbulkan euforia. Untuk hal ini mereka sangat kreatif,” terang Danardi. “Bila sudah mencapai kondisi kecanduan maka kesehariannya akan mengalami pola hidup yang fokusnya hanya minum dan minum, sehingga perilakunya akan terganggu. Padahal alkohol sendiri sudah merupakan racun. Apalagi kalau dioplos dengan minuman-minuman lain yang belum jelas dan sifatnya merusak,” tambahnya.
Bagi Danardi, fenomena miras oplosan ini akan menambah kepedulian dan kesadarannya sebagai seorang dokter untuk semakin giat mengampanyekan bahwa minuman beralkohol, terutama yang oplosan sangat beracun dan membahayakan.
Begitulah minuman beralkohol tidak hanya akan menimbulkan penyakit fisik secara serius seperti kerusakan hati, kerusakan otak dan syaraf tapi juga akan mengakibatkan gangguan kejiwaan yang bertingkat-tingkat tergantung dari seberapa dalam kecanduan yang telah dialami.
Fitrah manusia adalah mencintai dirinya dan oleh karena itu tentu manusia tidak akan merusak dirinya. Lalu jika alkohol terbukti secara medis mengandung racun dan mengakibatkan kerusakan pada tubuh baik secara fisik maupun kejiwaan, apakah manusia akan tetap mengkonsumsinya? (Lutfi/Yudhi)