Untuk menjawab pertanyaan ini, sebagaimana yang telah dijelaskan pada pelajaran yang lalu, kita harus menggunakan akal sehingga nanti akan dapat menemukan jawaban, positif ataukah negatif, yang betul-betul meyakinkan. Ketika jawaban itu positif, barulah kita akan membahas masalah-masalah berikutnya, yaitu masalah tauhid, keadilan Tuhan dan seluruh sifat Allah Swt. Sedangkan bila jawaban itu negatif yang berarti bukti atas kebenaran pandangan dunia materialisme, kita tidak perlu lagi membahas semua persoalan yang berkaitan dengan agama.
Pengetahuan Hudhuri dan Pengetahuan Hushuli
Dalam rangka mengenal Allah, ada dua macam pengetahuan di hadapan kita, yaitu pengetahuan hudhuri (presentif) dan pengetahuan hushuli (representatif). Pada pengetahuan hudhuri, seseorang dapat mengetahui dan mengenal Allah dengan jalur hati dan batin (shuhudi, qalbi), tanpa perantara pemahaman-pemahaman yang berupa gambaran konseptual di benak. Jelas bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan hudhuri mengenal Allah, sebagaimana yang diakui oleh para arif, tidak membutuhkan argumentasi rasional.
Tetapi, sebagaimana telah kami jelaskan pada pelajaran yang lalu, pengetahuan hudhuri atau syuhudi tidak dapat dikuasai oleh manusia biasa tanpa terlebih dahulu membina jiwanya melalui sayr wa suluk Islami. Adapun tingkatan-tingkatan yang rendah dari pcngetahuan ini, walaupun dapat dicapai olch orang-orang biasa, tetapi karena biasanya ia tidak dilandasi kesadaran, tidaklah cukup untuk mcmbentuk pandangan dunia yang berlandaskan kesadaran.
Pada pengetahuan hushuli, seseorang mengenal Allah melalui konsep-konsep universal sepcrti Sang Pencipta, Mahakarya, Mahatahu, Mahakuasa dan meyakini keberadaan-Nya. Kemudian, dia menggabungkannya dengan pengetahuan hushuli lainnya hingga dia dapat memperoleh suatu pandangan dunia yang utuh. Semua pengetahuan yang didapatkan manusia dari studi rasional dan argumentasi filosofis, masuk ke dalam pengetahuan hushuli ini.
Ketika manusia telah memiliki ilmu semacam ini, dia pun dapat mcngenal Allah dengan ilmu hudhuri.
Pengetahuan Fitrah
Dalam hadis para Imam as atau ucapan kaum arif, seringkali kita menjumpai ungkapan seperti “Pengenalan fitriah tentang Tuhan” atau “Secara fitrah, manusia mengenal Tuhannya.” Untuk memahami ungkapan semacam ini, terlebih dahulu kita perlu menjelaskan kata fitrah itu sendiri. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang berarti “sebuah bentuk penciptaan.” Sesuatu itu fitriah (dinisbatkan kepada fitrah) ketika bentuk penciptaan suatu makhluk menuntut sesuatu itu.
Dari sinilah kita dapat memerhatikan tiga karakteristik pada pcrkara-perkara fitriah,