Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Merancang Piramida Iman: Penunjukan Imam Maksum [2]

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa keistimewaan hari  “Ghadir” ini terletak pada diumumkannya secara resmi pengangkatan lmam Ali bin Abi Thalib as di hadapan khalayak umat, sekaligus pengambilan baiat dari mereka karena sebelum itu Rasul saw seringkali memberikan isyarat tentang khilafah Ali as dengan berbagai ungkapan dan dalam berbagai kesempatan sepanjang masa kenabian beliau.

Sebagai contoh, pada masa-masa awal bi’tsah (kenabian) Muhammmad saw sebuah ayat turun kepada beliau, Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat (QS. al-Syu’ara: 214).

Lantas beliau berseru kepada keluarganya, “Siapakah di antara kalian yang siap menjadi penolongku dalam urusan agamaku ini, aku akan jadikan dia sebagai saudaraku washiku dan khalifahku atas kalian.”

Kedua mazhab besar Ahlusunnah dan Syiah bersepakat, bahwa ketika itu tidak seorang pun dari keluarga Nabi saw yang memberikan jawaban kecuali Imam Ali bin Abi Thalib as. [Bisa dirujuk ke Abaqat al-Anwar dan al-Ghadir]

Demikian juga ketika turun ayat, Wahai orang-orang yang beriman taatiIah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri (para Imam) di antara kalian (QS. al-Nisa: 59).

Secara tegas Allah Swt mewajibkan semua orang yang beriman untuk menaati “Ulil Amri” secara mutlak. Dan, menaati mereka sama dengan menaati Rasulullah saw.

Sekaitan dengan ayat di atas, Jabir bin Abdillah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang-orang yang wajib ditaati seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini?”

Rasulullah saw menjawab,  yang wajib ditaati adalah para khalifahku, wahai Jabir, yaitu para Imam kaum muslim sepeninggalku nanti. Imam pertama mereka adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, kemudian Husain, kemudian Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin Ali yang telah dikenal di dalam kitab Taurat dengan nama “al-Baqir” dan engkau akan berjumpa dengannya, wahai Jabir. Apabila engkau nanti berjumpa dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya. Kemudian setelah itu Jafar Shadiq bin Muhammad, kemudian Musa bin Jafar, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali, kemudian yang terakhir adalah al-Mahdi bin Hasan bin Ali sebagai Hujatullah di muka bumi ini dan Khalifatullah Yang terakhir.”
[Rujuk ke Ghayat al-Maram, jil.10, hal.267; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.123; Yanabi’ al-Mawaddah, hal.494]

Sebagaimana yang baru saja kita simak, Nabi saw telah mengabarkan kepada sahabat beliau yang bernama Jabir bin Abdillah Anshari, bahwa dia kelak akan dapat berjumpa dengan Imam Muhammad Baqir as. Sejarah mencatat bahwa Allah mengaruniai Jabir umur panjang, dia hidup sampai pada masa Imam Baqir as. Ketika berjumpa, dia begitu senang sampaikan salam Rasul saw kepada Imam as.

Abu Bashir dalam sebuah hadis yang diriwayatkannya berkata, Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah Ja’far Shadiq as tentang firman Allah Swt, Taatilah Allah, taatiah Rasul dan Ulil Amri di antara kalian.”

Beliau menjawab, Sesungguhnya, ayat tersebut diturunkan sehubungan dengan khilafah Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain.”

Kembali aku bertanya, “Akan tetapi mengapa Allah tidak menyebutkan nama Ali dan Ahlulbaitnya di dalam Alquran?”

Imam Jafar Shadiq as menjawab, “Katakanlah kepada mereka, Bahwa ayat-ayat tentang salat yang turun kepada Nabi sama sekali tidak menjelaskan tentang jumlah rakaatnya; tiga atau pun empat, tetapi Nabilah yang menjelaskan ayat-ayat tersebut kepada mereka. Begitu pula ketika turun ayat ini, beliaulah yang menjelaskan bahwa “Ulil Amri” itu adalah Ali bin Abi Thalib as, dan para Imam dari keturunannya. Bahkan ketika Rasulullah saw berwasiat kepada mereka agar tetap berpegang-teguh kepada “Kitabullah” dan Ahlulbaitnya, yang keduanya itu tidak akan berpisah sampai akhir masa, Nabi saw menambahkan, janganlah kalian menggurui mereka, karena mereka itu lebih alim dari kalian, dan mereka tidak akan mengeluarkan kalian dari pintu petunjuk dan tidak akan menjerumuskan kalian ke dalam lembah kesesatan?”

Kalau kita amati dengan baik sabda-sabda Nabi saw yang berhubungan dengan masalah wasiat, akan kita dapati betapa seringnya Nabi saw mengulang-ulang wasiatnya itu. Bahkan di akhir hayatnya, Nabi saw masih saja mengulang wasiatnya tersebut, “Sesungguhnya, aku meninggalkan dua pusaka berharga untuk kalian, yaitu Kitabullah dan Ahlulbaitku. Keduanya itu tidak akan berpisah sehingga keduanya menjumpaiku di Telaga Haudh kelak.”

Perlu diketahui bahwa hadis mengenai wasiat tersebut merupakan hadis yang mutawatir, baik dari Syiah Imamiyah maupun dari jalur Ahlusunnah waljamaah.

Di antara tokoh-tokoh Ahlusunnah yang meriwatkan hadis tersebut adalah Tirmizi, Nasa’i, Hakim dan lainnya. Ulama yang belakangan ini pun meriwayatkan sebuah hadis lainnya, bahwa Nabi saw telah bersabda, “Ketahuilah! Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku bagaikan bahtera Nuh as, siapa yang turut naik bersamanya, dia akan selamat. Dan siapa yang menolaknya, maka dia akan karam.” [Mustadrak Hakim, Jilid 3, hal 151]

Termasuk hadis yang sering diulang-ulang oleh Nabi saw adalah, “Wahai Ali! Engkau adalah pemimpin bagi setiap mukmin setelah wafatku nanti.” [Mustadrak Hakim, Jilid 3, hal 111. Musnad Ahmad jil 1, hal 331 dan jil 4, hal 438]

Dan puluhan hadis lainnya yang pernah disampaikan oleh beliau sehubungan dengan wasiat mengenai wilayah Imam Ali as. Kami kira bukan pada tempatnya untuk menukil semua hadis tersebut di tempat yang terbatas ini.

Dikutip dari buku Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, Merancang Piramida Keyakinan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *