Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Merancang Piramida Iman: Penunjukan Imam Maksum [1]

Pembahasan sebelumnya: Merancang Piramida Iman: Pentingnya Kehadiran Imam Maksum

Sekiranya penutupan kenabian tidak dilengkapi oleh penunjukan Imam maksum, maka hal itu akan bertentangan dengan hikmah Ilahiah. Dan, kesempurnaan Islam yang universal dan abadi sampai akhir masa bergantung pada pengangkatan para Imam dan khalifah yang saleh, maksum, alim, serta memiliki (kecuali kenabian dan kerasulan) kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Nabi saw setelah wafatnya beliau.

Konsep imamah yang demikian ini mengacu pada ayat-ayat Alquran dan riwayat-riwayat yang tak terbilang jumlahnya, sebagaimana telah dinukil oleh ulama Syiah -bahkan oleh ulama Ahlusunnah- di dalam sumber-sumber mereka. Di antara ayat-ayat Alquran yang menjadi acuan utama adalah ayat 3, surah al-Maidah. Allah Swt berfirman, Sesungguhnya, pada hari ini (yaitu pada hari setelah pengangkatan Imam Ali sebagai khalifah Rasul saw) telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku lengkapkan atas kalian nihmat-Ku, dan juga Aku telah rida bahwa Islam sebagai agama kalian.

Dari penelaahan terhadap ayat ini berikut tafsir dan sebab turunnya di dalam berbagai kitab tafsir, akan kita dapati bagaimana para ahli tafsir telah bersepakat, bahwa ayat tersebut turun pada Haji Wada, yaitu Haji Perpisahan (terakhir) Rasul saw yang terjadi beberapa bulan sebelum beliau wafat.

Masih dalam rangkaian ayat tersebut, setelah menyinggung ihwal orang-orang kafir yang telah berputus asa untuk mengadakan Penyimpangan terhadap Islam, Allah Swt berfirman, Pada hari ini Orang-orang kafir telah berputus asa dari agama kalian.

Allah Swt menegaskan bahwa pada hari itu agama Islam dan nikmat wilayah yang telah Dia lengkapi dan sempurnakan.

Apabila kita cermati dengan baik riwayat-riwayat yang menjelaskan sebab turun ayat tersebut, akan tampak jelas lagi bahwa ikmal dan itmam (penyempurnaan dan pelengkapan), yang disusul oleh keputusasaan orang-orang kafir untuk melakukan penyimpangan terhadap Islam, terwujud dengan diangkatnya seorang khalifah Nabi saw dari sisi Allah Swt. Karena musuh-musuh Islam menduga, bahwa sepeninggal Rasul saw agama Islam dan para pemeluknya tidak punya pemimpin lagi. Terlebih Rasul saw sendiri tidak punya seorang putra pun. Dengan demikian, agama Islam akan menjadi lemah dan akan mengalami kehancuran.

Dugaan mereka itu sungguh keliru, karena Islam telah mencapai kesempurnaannya dengan diangkatnya seorang pengganti Rasul saw yang akan melanjutkan risalah dan perjuangan beliau. Maka, menjadi lengkaplah nikmat Ilahi, sementara segala angan-angan, harapan dan ambisi orang-orang kafir menjadi sirna.

Pengangkatan khalifah Nabi saw itu terjadi tatkala beliau dan rombongan jemaah haji dalam perjalanan pulang mereka dari Haji Wada. Ketika itu, beliau mengumpulkan semua jemaah haji di satu tempat yang dikenal dengan nama “Gadir Khum.” Pada kesempatan itu, beliau menyampaikan khotbahnya yang panjang. Kepada kaum muslim, beliau bertanya, “Bukankah aku ini lebih utama daripada diri kalian sendiri?”

Baca juga: Hujjah untuk Mereka yang Menolak Hadis Ghadir Khum

Kemudian, Nabi saw memegang tangan Ali bin Abi Thalib as dan mengangkatnya di hadapan mereka semua, lalu berkata, “Barangsiapa yang menjadikan aku ini sebagai pemimpinnya, maka sungguh Ali adalah pemimpinnya juga.”

Dengan demikian, Nabi saw telah menetapkan wilayah Ilahiah itu atas Imam Ali as. Segera setelah itu, seluruh kaum muslim yang hadir di tempat itu bangkit membaiatnya. Di antara mereka, tidak ketinggalan pula khalifah kedua, Umar bin Khaththab. Kepadanya, Umar mengucapkan selamat dan berkata, “Engkau beruntung sekali, wahai Ali. Kini engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin seluruh kaum beriman, baik laki-laki maupun perempuan.”

Pada hari yang agung tersebut, turunlah ayat yang berbunyi, Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian, dan telah Aku lengkapi pula nikmat-Ku atas kalian, dan Aku pun rida Islam sebagai agama kalian.

Dengan turunnya ayat ini, Rasul saw mengucapkan takbir lalu berkata, “Kesempurnaan kenabianku dan kesempurnaan agama Allah itu terletak pada wilayah Ali sepeninggalku.”

Seorang ulama Ahlusunnah terkemuka bernama Juwaini menukil sebuah riwayat, bahwa “Ketika ayat tersebut turun, Abu Bakar dan Umar berkata, “Ya Rasul Allah, apakah kepemimpinan ini dikhususkan untuk Ali saja?”

Rasul saw menjawab, “Ya! Wilayah (kepemimpinan) ini diturunkan untuknya dan untuk para washi-ku sampai Hari Kiamat.

Lalu kedua orang itu berkata lagi, Beliau menjawab, “Mereka itu adalah Ali, dia adalah saudaraku, wazirku, pewarisku, washi-ku dan khalifahku bagi umatku dan dialah wali (pemimpin) setiap mukmin sepeninggalku, kemudian setelahnya adalah cucuku Hasan, kemudian cucuku Husain dan kemudian sembilan orang dari putra-putra keturunan Husain secara berurutan. Alquran senantiasa bersama mereka, sebagaimana mereka selalu bersama Alquran, keduanya itu tidak akan pernah berpisah hingga mereka menjumpaiku di Telaga Haudh.”[ Ghayat al-Maram. Bab 58, hadis ke-4]

Kalau kita mengkaji secara saksama beberapa riwayat yang berhubungan dengan pengangkatan Ali as sebagai imam, wali dan washi Rasul saw, kita dapat memahami bahwa Rasul saw sebelum itu telah diperintahkan oleh Allah Swt untuk mengumumkan secara resmi kepada masyarakat umum tentang imamah dan wilayah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Akan tetapi, beliau merasa khawatir terhadap protes dan penentangan mereka dalam melakukan perintah Ilahi itu. Beliau khawatir akan anggapan mereka bahwa hal itu adalah ambisi pribadi beliau semata, karenanya ada kemungkinan mereka akan menolaknya.

Untuk itu, Rasul saw menunggu kesempatan yang tepat untuk menyampaikan pesan penting tersebut hingga turunlah ayat ini,

Wahai Rasul! Sampaikanla pesan dan wahyu yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu. Dan jika kamu tidak melaksanakannya, maka berarti kamu tidak memampaikan seluruh risalah-Nya. Dan janganlah kamu takut, karena Allah akan menjagamu dari kejahatan manusia (QS al-Maidah: 67).

Sejauh yang dapat kita cermati, tampak sebegitu besarnya penekanan Allah Swt atas pentingnya menyampaikan perintah Ilahi itu yang tidak kurang pentingnya daripada perintah-perintah Ilahi lainnya… Bahkan jika perintah tersebut tidak disampaikan, ini sama artinya dengan tidak pernah menyampaikan semua risalah Allah. Lebih dari itu, di dalam ayat di atas terdapat kabar gembira, bahwa Allah senantiasa akan menjaga dan melindungi Nabi saw dari berbagai kejahatan dan pedakuan buruk yang mungkin direncanakan oleh musuh-musuh Allah tatkala mereka mendengar perintah tersebut.

Baca juga Isi Khutbah Rasulullah Saw di Peristiwa Ghadir Khum

Bersamaan dengan turunnya ayat tersebut, Rasul saw memperoleh kesempatan yang sangat tepat untuk menyampaikan perintah Ilahi yang amat penting itu. Ketika melihat bahwa tidaklah bijak menunda perintah itu, beliau pun segera mengumpulkan kaum muslim di padang Ghadir Khum untuk menerima pesan-pesan dan wasiat beliau.

Bersambung…………

Dikutip dari Buku Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, Merancang Piramida Keyakinan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *