Artikel
Menjadi Pemaaf dan Lapang Dada
وَلْيَعْفُواوَلْيَصْفَحُواأَلاتُحِبُّونَأَنْيَغْفِرَاللَّهُلَكُمْوَاللَّهُغَفُورٌرَحيمٌ
“Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah An-Nur, ayat 22)
Sebagaimana kita menginginkan Allah swt memaafkan dan menghapus dosa dan kesalahan kita, maka semestinya kita juga harus bisa memaafkan dan melupakan kesalahan-kesalahan orang lain. (Tafsir Nemuneh, jilid 14, hal 415)
Ayat di atas mengisyaratkan pada sebuah pelajaran penting untuk sekarang maupun di masa depan kita sebagai umat Islam. Yaitu kita tidak boleh menghukumi seseorang yang telah tercemar oleh dosa-dosa dan kejahatan melebihi batasan yang telah ditentukan. Tidak boleh mengucilkan mereka dari sosial, tidak boleh juga sekaligus menutup pertolongan kepada mereka sehingga nantinya mereka akan lebih melangkah jauh pergi menuju pintu musuh dan berada di barisan musuh Islam. (Tafsir Nemuneh, jilid 14, hal 417)
Bila kita perhatikan di zaman ini, begitu banyak hal yang bisa membangkitkan amarah dan menguji kesabaran kita. Di tahun-tahun politik ini misalnya, media sosial dihebohkan oleh dua kubu yang saling berseberangan pendapat; dua kubu yang saling mendukung pilihannya masing-masing. Bahkan, umpatan dan cacian antar keduanya saling bersahut-sahutan tiada henti. Saling mencari kesalahan menjadi prioritas yang diutamakan ketimbang memberi maaf dan mencari titik temu.
Baca juga: Indahnya Menjadin Silaturahmi
Allah swt sendiri telah menegaskan bahwa memaafkan kesalahan dan kekeliruan orang lain adalah kunci untuk mendapatkan ampunan. “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?”
Kalau seandainya kita mampu menerapkan apa yang diperintahkan Allah swt dalam al-Quran, akan begitu banyak permasalahan sosial yang terselesaikan. Namun sayangnya umat Islam tampaknya belum mampu membawa dan menerapkan nilai-nilai al-Quran dalam kehidupannya.
Baca juga – Islah: Jalan Damai Sampang
Padahal, jika ketika kita mampu menerapkan dan konsisten dengan sifat memaafkan dan lapang dada, maka pada waktu itu salah satu sifat para Nabi telah kita sandang. Bukankah hal ini adalah sebuah keutamaan?
Rasulullah Muhammad saw bersabda, “Sebagaimana Allah swt telah memerintahkanku untuk melakukan ibadah wajib (shalat, puasa, ..), Dia juga memerintahkanku untuk berlapang dada dalam menyikapi orang-orang.” (Al-Kafi, jilid 2, hal 117, hadis no 4).
(Sutia/MZ)