Berita
Mengenang Kembali Resolusi Jihad NU, Api Gerakan Heroik 10 November 1945
Tanggal 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan dikenal oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu hari bersejarah. Hari ketika Arek-arek Suroboyo ikut turun serta melawan pasukan Belanda dan Sekutu dalam salah satu perang terbesar sejarah perang bangsa mempertahankan kemerdekaannya.
Saat itu semua elemen masyarakat bersatu mengangkat senjata, namun yang tak banyak orang tahu adalah peran besar apa yang disebut sebagai Resolusi Jihad para ulama NU yang menjadi api pemantik perlawanan bersejarah ini.
Posisi penting Resolusi Jihad NU ditegaskan oleh sejarahwan Anhar Gonggong dalam wawancara dengan ABI Press. Anhar menjelaskan bahwa tanpa adanya Resolusi Jihad NU yang diinisiasi oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 25 Oktober 1945, peristiwa 10 November mungkin tidak akan pernah ada.
Menurut Anhar, efektifnya Resolusi Jihad ini dalam menggerakkan masyarakat melawan Belanda dan pasukan Sekutu lahir dari kepatuhan dan kesetiaan warga NU yang sangat kuat kepada para pemimpinnya, para Kiai NU.
“Orang NU sangat setia kepada pemimpinnya. Dan yang mengeluarkan Resolusi Jihad itu adalah pemimpin mereka. Resolusi Jihad itu membangun kepercayaan warga NU, bahwa warga NU sedang berjihad melawan penjajah,” terang Anhar. “Kalau yang mengeluarkan Resolusi Jihad itu pemerintah misalnya, atau dari Soekarno, hasilnya tak akan sebaik sebagaimana K.H. Hasyim Asy’ari dan Kiai NU lainnya.”
Rumadi Ahmad dari Wahid Institute dalam wawancaranya dengan ABI Press, menyebutkan bahwa Resolusi Jihad merupakan hasil dari proses intelektual para ulama NU tentang konsep kenegaraan dalam kurun waktu yang panjang.
“Apa yang kita sebut dengan Negara dalam arti sebagai kekuatan yang mampu menggerakkan rakyat saat itu belum ada. Konsep negara sendiri waktu itu belum jelas. Karena itulah Kiai-Kiai NU, terutama KH. Hasyim Asy’ari memutuskan harus memberikan perlawanan supaya kemerdekaan yang sudah didapatkan tak kembali jatuh ke tangan Belanda,” terang Rumadi.
“Bagaimana cara menggerakkan masyarakat? Karena satu-satunya modal sosial yang paling kuat saat itu adalah semangat keagamaan, para ulama melakukan musyawarah dan dikeluarkanlah Resolusi Jihad itu untuk berjihad menghadapi Belanda dan tentara Sekutu,” tambah Rumadi.
Jasa Besar Nahdhlatul Ulama
Dicetuskannya Resolusi Jihad NU ini menggerakkan hampir semua elemen masyarakat NU yang tergabung dalam laskar-laskar jihad seperti Laskar Hizbullah pimpinan Zainul Arifin, Laskar Sabilillah pimpinan KH. Masykur, Barisan Mujahidin pimpinan KH. Wahab Hasbullah, PETA, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Mereka semua tergerak oleh dicetuskannya Resolusi Jihad.
Jasa besar para ulama NU dalam memantik api perjuangan di dada warga nahdliyyin ini sangatlah vital bagi peristiwa 10 November. Rumadi menjelaskan bahwa karena lahir dari pemahaman keagamaan yang panjang, Resolusi Jihad ini sangat kental dengan aroma religius dan tak bisa dilepaskan dari aspek fikihnya. Oleh para Ulama NU yang mengeluarkan Resolusi Jihad ini, ditetapkan bahwa dalam jarak radius 90 kilometer, Resolusi Jihad ini berlaku, sekaligus fikih syafar dengan shalat yang bisa diqadha diberlakukan juga bagi para pejuang Islam waktu itu.
Sayangnya, jasa besar NU ini kurang begitu dikenal masyarakat. Baru-baru ini saja masyarakat mulai diingatkan kembali pada Resolusi Jihad NU ini.
“Penulisan sejarah Resolusi Jihad ini memang mulai ditulis lagi oleh cendekiawan NU mulai tahun 90-an. Agar warga NU tidak lupa dengan jasa para pendahulunya,” ujar Rumadi. “Banyak masyarakat yang tak tahu ini karena selain pemerintah dulu kurang memberi tempat, juga karena para Kiai NU itu kan berjuangnya ikhlas, bukan karena pamrih. Yang penting Indonesia merdeka.”
Senada dengan Rumadi, sejarahwan Anhar Gonggong menyebutkan sangat penting bagi warga NU menulis sendiri sejarahnya. “Memang ketika pemerintah menuliskan sejarah itu kan ada pilihan-pilihan, ada sumber-sumber lain dan sebagainya. Ini yang menyebabkan sejarah Resolusi Jihad NU kurang dikenal,” ujar Anhar. “Jadi untuk melengkapi sejarah yang ditulis pemerintah, NU bisa melengkapinya. Orang NU sendiri harus menulis sejarahnya secara lebih baik. Termasuk menulis sejarah peranan NU dengan Resolusi Jihadnya.”
Sekaitan dengan diberikannya gelar pahlawan kepada KH. Abdul Wahab oleh Presiden Jokowi baru-baru ini, Anhar melihat ini sebagai tanda yang positif. “Ini menandakan bahwa pemerintah menghargai salah seorang pendiri NU untuk diberi satu gelar yang sangat tinggi nilainya. Karena jasa mereka tak hanya sebagai orang NU tapi juga sebagai warga negara untuk memperjuangkan bangsa dan negaranya,” ujar Anhar. “Jihad NU adalah dalam rangka ini.”
Jihad Zaman Sekarang
Saat ini, di tengah banyaknya seruan-seruan jihad oleh sekelompok orang di bumi Nusantara yang justru memiliki semangat yang bertentangan dengan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, Rumadi menegaskan bahwa itu adalah seruan jihad yang salah arah.
“Jihad yang benar adalah jihad sebagaimana yang dicontohkan oleh para Kiai NU dengan Resolusi Jihadnya untuk membela bangsa,” ujar Rumadi. “Dan itulah yang dari dulu konsisten dilakukan oleh NU.”
Sedangkan menurut Anhar, seruan jihad yang justru ingin melakukan makar kepada pemerintah itu merupakan penyelewengan. “Itu sudah penyelewengan atas pengertian jihad. Ajaran Ahlusunnah kan tidak seperti itu? Ajaran Ahlusunnah itu harus mendukung pemerintah dengan berdasar ajaran Islam. Jadi kalau ada yang melakukan makar ya harus dipertanyakan darimana itu. Apalagi mengatasnamakan jihad,” ujar Anhar.
“Jihad harus diletakkan dalam posisi yang benar. Kita sudah merdeka. Maka sekarang kalau mau jihad, jihadnya ya mewujudkan makna kemerdekaan, bukan untuk menghancurkan kemerdekaan. Bukan untuk menghancurkan NKRI,” tambah Anhar. “Saya harap masyarakat NU tetap melanjutkan kiprahnya dengan berkaca pada kreatifitas para pemimpinnya untuk mewujudkan makna kemerdekaan. Itulah yang pernah diperjuangkan para pemimpin mereka,” tutup Anhar. (Muhammad/Yudhi)