Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Mengenang 40 Hari Wafatnya Ahmad Taufik Jufry

Jakarta – Ate Center for Justice menyelenggarakan acara tahlil mengenang 40 hari wafatnya aktivis kemanusiaan, Ahmad Taufik (Ate). Selain tahlil dan doa, acara diisi dengan diskusi/testimoni bertema “Apapun yang pahit telah kita lakukan,” serta pembacaan puisi-puisi warisan Ate.

Terselenggara di aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Senin (1/5), acara dihadiri para aktivis, tokoh politik, mahasiswa, serta masyarakat umum lainnya.

Ate dikenal sebagai jurnalis dan aktivis yang getol menyuarakan kebebasan pers sejak masa pemerintahan Orde Baru. Ia pernah dipenjara pada masa Orde Baru lantaran menerbitkan majalah Suara Independen di bawah naungan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang ia dirikan bersama rekan seperjuangan. Ia juga dikenal sebagai wartawan senior Tempo. Belakangan, Ate juga menekuni profesi sebagai pengacara. Bersama teman-temannya dari Unisba, ia mendirikan LBH Keadilan sebagai salah satu dari sekian wadah perjuangannya.

Semasa hidup di penjara, Ate menuliskan banyak puisi tentang rintihan keadilan dan kemanusiaan. Salah satu puisinya dibacakan oleh Ramdansyah, Sekjen Partai Idaman yang hadir di acara tahlil kali ini.

ec73c1ae-b683-453a-9719-c75eee817ef2

Puisi lain berjudul Karbala Ladang Pembantaian. Puisi itu bernada doa, harapan, serta perlawanan untuk menegakkan kebenaran, keadilan serta kemanusiaan. Pesan terakhir dalam ditulisnya menyatakan, “di mana pun bumi dipijak, di situ kebenaran harus ditegakkan.”

Malik, seorang yang pernah menemaninya di penjara pada tahun 1995 juga hadir di acara ini. “Semasa di penjara Ate mengajarkan pada kami bahwa siapa saja, apapun identitasnya, kebenaranlah yang harus menjadi barometer perjuangan kita,” kata Malik.

Lebih lanjut Malik bercerita, dirinya menjadi penjamin ketika membebaskan Tajul Muluk (korban kriminalisasi terhadap Muslim Syiah di Sampang Madura 5 tahun lalu). Saat itu ia bersama Ate terlibat dalam menangani kasus Tajul Muluk di bawah naungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU).

Tak hanya itu, Malik sempat diajak Ate menggugat Ancol. Garis pantai yang seharusnya menjadi fasilitas publik, tapi dikuasai oleh pihak tertentu. “Intinya, siapapun penindas, kita lawan,” tegas Malik.

Sementara itu, Toni, aktivis Pro-Demokrasi menyatakan bahwa Ate adalah kawan seperjuangan yang nyata baginya. “Ate aktif di Bandung membela ketertindasan disana. Dalam beberapa kasus kita berbagi tugas, terutama saat melawan kediktatoran Orde Baru. Kemerdekaan Pers adalah beberapa hal yang diperjuangkannya. Ate dikenal di kalangan para aktivis sebagai Man of Idea and Man of Action. Dia tidak wafat, tetapi dia bersemayam di sanubari kami,” pungkas Toni saat memberikan testimoni.

(MM)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *