Berita
Mengenal Cinta Sejati Dari Kalam Imam Ali
Hari ini adalah hari bahagia bagi seluruh kaum muslimin. Inilah hari lahirnya Amirul Mukminin, Khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib as.
Dalam kesempatan ini penulis hendak mengambil keberkahan dari hari lahir beliau dengan menuliskan beberapa kalam beliau tentang cinta.
Cinta memang sebuah lafaz yang sangat umum dan sering kita dengar sehari-hari. Kata cinta begitu banyak dan seringkali muncul dan mewarnai kehidupan kita. Memahami sekelumit tentang cinta bisa membawa kita menuju maqam cinta yang sesungguhnya.
Tak kenal maka tak tahu. Kalau kita tidak mengenal “Cinta” maka bagaimana kita bisa mengetahuinya sehingga kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan kita. Apabila diibaratkan, cinta itu seperti sebuah pisau tajam. Kadang ia bisa berguna bagi seorang ibu yang ingin memotong ikan untuk dimasak tapi bisa pula menjadi perenggut nyawa bagi seorang balita yang sembarangan memainkannya.
Maka dari itu penting kiranya kita mengetahui sekelumit tentang cinta dari pandangan seorang Imam Maksum yang lahir di dalam Kakbah, dan tak tertulis dalam sejarah manapun bahwa tak seorang pun lahir di sana selain Imam Ali bin Abi Thalib as yang mustahil ada kekeliruan dalam berkata.
Ramah dan Kasih adalah Jalan Menuju Cinta
Imam Ali as berkata, “Ramah-tamah dan berkasih-sayang membawa diri menuju cinta.[1]
Ketika kita bisa mengekspresikan ramah dan kasih kepada setiap maujud, baik itu sesama manusia maupun makhluk hidup di alam semesta ini, maka sebenarnya kita sedang membawa diri kita menuju pada singgasana cinta.
Jangan Jual Murah Cinta
Cinta adalah sesuatu yang suci dan tak bisa diberikan kepada sembarang orang terlebih lagi kepada orang yang tidak setia. Amirul Mukminin berkata, “Janganlah kalian jual murah cinta kalian kepada orang yang tidak setia”.[2]
Hati-Hatilah Terhadap Cinta
“Mata pencinta buta terhadap cela dari yang dicinta dan telinga pencinta tuli akan keburukan dari yang dicinta.”[3] Maka dari itu ketika kita mencintai seseorang, kita juga harus bisa mengontrol diri kita sehingga kita tidak terjebak dalam sebuah fenomena cinta yang bisa membutakan mata dan menulikan telinga, yang menjadikan kita hilang arah dan tak mau tahu-menahu siapa sebenarnya yang kita cintai.
Pencinta Membahagiakan yang Dicinta
“Siapa saja yang mencintai kamu maka ia akan membahagiakanmu.”[4] Manusia mempunyai dua urusan yaitu urusan jasmani dan ruhani. Kebanyakan orang, ketika mendengar kata “bahagia” mereka langsung masuk pada urusan jasmani atau materi saja, sedangkan urusan ruhani dilupakan.
Tak sedikit dari kita menjadikan banyak-tidaknya materi sebagai tolok-ukur tatkala mencari pasangan hidup, teman, atau sahabat. Ini merupakan sebuah kekeliruan yang sudah merasuk dalam organ sosial dan harus dibasmi karena dalam diri manusia terdapat dua unsur yang sama-sama punya pengaruh terhadap kebahagiaan.
Padahal, mungkin saja seseorang bisa membahagiakanmu dalam aspek materi dan ruhani atau salah satu dari dua hal ini. Apabila ia hanya bisa membahagiakanmu dalam satu aspek saja, terlebih khusus aspek ruhani, maka tetaplah bersamanya, sehingga kalian sebagai pencinta dan yang dicinta sama-sama berjuang untuk mendapatkan dua kebahagiaan tersebut yaitu kebahagiaan materi dan ruhani.
Tanda-Tanda Hakiki Cinta Menurut Imam Ali as
“Barang siapa yang mencintai kamu maka ia akan mencegahmu (dari berbuat buruk)[5]
“Rasa suka bisa nampak dari lisan dan rindu serta cinta bisa dilihat dari mata”.[6]
“Cinta sejati bisa diketahui ketika dalam kesempitan dan kesusahan.”[7]
Di akhir tulisan ini penulis ingin mengutip sebuah sabda Nabi Yusuf as bahwa cinta adalah derita. Hal ini beliau rasakan sendiri sehingga ia harus terpisah dari Ayah yang ia cintai dan harus masuk ke dalam bui karena orang-orang yang ia cintai. Semua ini adalah derita cinta.
Penjaga bui berkata kepada Yusuf, “Aku mencintaimu.” Yusuf as berkata kepadanya, “Setiap apa yang aku lakukan adalah dari cinta dan kasih. Bibiku karena mencintaiku, mencuriku. Saudara-saudaraku tak suka kepadaku karena kecintaanku kepada ayahku dan wanita mulia yang aku sayangi menjebloskanku ke bui.”[8]
Wahai sahabat, kenalilah cinta dari sumber yang memang terjaga dari kesalahan dan kekeliruan. Supaya sahabat tidak tersesat oleh cinta yang sudah menjadi bagian dalam kehidupan kita. Siapa saja mereka? Imam Ali as, sumber ilmu yang terjaga dari kesalahan dan kekeliruan, adalah salah satunya. (Sutia/Yudhi)
[1] Mizanul Hikmah, Jilid 2, hal 935,
[2] ibid
[3] ibid, hal 937
[4] ibid
[5] ibid.
[6] ibid
[7] ibid, hal 939
[8] ibid, hal 937