Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Mengelola Keberagaman Meneguhkan Keindonesiaan

Kamis (8/12), dalam rangka HUT LIPI ke-50 Kedeputian IPSK LIPI mengadakan acara dialog kebangsaan pertama di auditorium LIPI, Jakarta Selatan.

Dioalog ini dinarasumberi oleh Prof. Dr. Syamsuddin Haris yang berbicara tentang Politik, Keberagaman dan Kebangsaan, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat memaparkan tentang Problematika Kebangsaan dan Yenny Wahid yang bicara soal Konservatisme Agama, Toleransi dan Keindonesiaan.

Yenny Wahid menyampaikan hasil survei bahwa 7,7% masyarakat Indonesia berpotensi akan melakukan tindakan radikal dan 8,3% masyarakat Indonesia cenderung menolak tindakan radikal. Menurutnya, pada kondisi survei seperti itu Indonesia masih aman. Namun jika 11 juta orang yang berpotensi melakukan tindakan radikal itu terus dibiarkan maka hal ini harus menjadi peringatan bagi masyarakat Indonesia untuk mencegah tindakan massif yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara.

“Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sudah final dan layak kita pertahankan mati-matian,” tekan putri almarhum Gus Dur itu.

Selanjutnya Komaruddin Hidayat menambahkan di negara Indonesia yang pada awalnya dijajah Belanda, dari wilayah Papua sampai Sumatra hingga saat ini masalah hubungan agama dan negara belum tuntas. Hal ini berbeda dengan negara-negara Barat yang menganggap agama murni urusan pribadi karena hukum yang mereka pakai adalah hukum positif.

Dalam kesempatan yang sama Komaruddin juga menyitir pendapat Ibnu Khaldun terkait tipe-tipe pemimipin.

“Setidaknya ada empat macam tipe pemimpin negara yaitu; pendiri, pembangun, penikmat dan perusak,” terang Komaruddin.

Sedangkan Syamsuddin Haris menjelaskan bahwa spirit Nasionalisme Indonesia itu berbasiskan keberagaman. Karena itu perlu diperhatikan bagaimana caranya setiap warga bangsa mampu berkiprah di Indonesia dalam suasana kemajemukan berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Diakuinya bahwa di satu pihak keberagaman dapat menjadi anugerah namun di sisi lain keberagaman juga berpotensi menjadi musibah jika kita tidak mampu merawat dan menjaga keberagaman itu kedepan. (Zainuddin/Yudhi)