Artikel
Mengapa Imam Husain Menjadi Simbol Abadi Perjuangan Moral Universal?
Oleh: IZ. Muttaqin Darmawan[1]
Topik telah menjadi wacana global, ketika para tokoh dunia—termasuk para tokoh dunia sekuler Barat dan Timur—secara jujur mengakui heroisme Imam Husain dengan puncaknya pada peristiwa tragis di medan Karbala. Dikenal pula dengan sebutan Al-Husain, putra Ali bin Abi Thalib kw atau, cucunda terkasih Nabi Muhammad Saw dari putri beliau, Fathimah Az-Zahra. Kekaguman para tokoh dunia terhadap kepahlawanan Imam Husain Itu telah ditunjukan lewat pelbagai pengakuan hingga abad modern ini.
Sebanyak 1137 tokoh dunia para pengagum kepahlawan Imam Husain termuat di dalam buku Saed Zomaezam[2]. Pengakuan jujur tokoh terdepan dalam sejarah Indonesia yakni Bung Karno, kemudian Gamal Abdul Nasser (negarawan Mesir), Syaikh Muhammad Abduh (mufasir besar Mesir), Muhammad Iqbal (filosof Islam, Pakistan). Kita dapat pula mencatat bahwa pengakuan jujur para tokoh dunia didasari oleh dorongan kata hati mereka, seperti pengakuan Mahatma Gandhi (negarawan Hindu India), Dalai Lama (pemimpin spiritual Buddha Tertinggi Tibet), dan juga—kita boleh heran—pengakuan Mao Ze Dong (pemimpin Komunis RR China), Che Guevara (Pejuang revolusioner Bolivia), F. W. Nietzche (Filosof sekuler Jerman).
Dalam pandangan Dalai Lama, kepahlawanan Imam Husain serta ayah beliau itu adalah sebagai ‘pengejawantahan’ risalah Nabi Muhammad Saw secara konsisten dan konsekuen, sehingga Dalai Lama lalu berandai-andai dengan berucap:
“Jika sekiranya agama Buddha memiliki dua tokoh agung seperti Imam Ali ibn Abi Thalib dan putranya, Imam Husain dan memiliki buku Nahjul Balaghah serta peristiwa Karbala, maka niscaya tak akan tersisa manusia di muka bumi kecuali menjadi penganut Buddha”. Suatu pengakuan tulus betapa Dalai Lama dengan agama Buddha Tibet yang dipeluknya sangat merindukan tokoh agung sekaliber kedua anggota Ahlul Bayt tersebut.
Tak kalah menariknya pengakuan jujur yang terungkap dari mulut Mao Ze Dong, pemimpin komunis Republik Rakyat China, ketika menerima delegasi Aljazair yang dipimpin oleh jamilah Boukheird (Srikandi Aljazair). Ucapan Mao dengan merujuk kepada perjuangan Imam Husain:
“Kalian datang mengambil pelajaran dari kami, padahal revolusi Husain yang memiliki pelajaran penuh nilai ada pada kalian”.[3]
Seharusnya dunia Islam malu terhadap sindiran keras Mao tersebut, karena realitanya kebanyakan kalangan muslimin, termasuk di Indonesia, tidak peduli dengan syahidnya Imam Husain. Karena boleh jadi terpengaruh oleh literatur sebagian kaum orientalis Barat, yang dalam pandangan mereka bahwa perlawanan Imam Husain terhadap tirani yang busuk dan angkara murka itu sebagai “pemberontakan” terhadap kekuasaan yang mereka anggap sah, maka anggapan mereka beliau layak mendapat hukuman.[4] Ironis sekali, karena berlawanan dengan pengakuan jujur Mao Ze Dong itu.
Terkontaminasinya jatidiri oleh sentimen firqah, yang tidak diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw harus segera diakhiri. Jika para tokoh dunia sekuler Barat dan Timur pun mengakui perjuangan beliau sebagai simbol abadi dalam menegakkan kebenaran yang diinjak-injak oleh tirani kekuasaan duniawi. Maka seharusnya heroisme beliau itu dijadikan contoh oleh umat Islam dari pelbagai aliran faham keislaman—tidak hanya Syi’ah—, yang ditanamkan di dalam hati sanubari. Karena kebenaran dari Allah SWT pasti dapat ditegakan oleh umat Islam, jika bersatu dalam ikatan ukhuwah Islamiyyah.
Dapat kita katakan ini sebagai anomali sejarah, jika ternyata para tokoh dunia Barat dan Timur sangat mengagumi Imam Husain, sementara mata hati sebagian umat Islam sebaliknya. Sehingga akhirnya menenggalamkan hati mereka ke dalam persoalan agama yang memandang remeh pelbagai peristiwa tragis yang mempengaruhi jalannya sejarah yang dialami keluarga Nabi Saw.
Membedah Masalah dengan pendekatan SWOT Analysis
Selanjutnya bagaimana kita seharusnya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah heroisme beliau yang gugur di medan Karbala sebagai ‘martir’ Islam sepanjang masa, untuk menjadi bekal yang otentik dan absah bagi perjuangan menegakkan kebenaran Islam yang telah “di-desain” oleh Allah SWT sebagai agama pemungkas sampai Hari Kiamat.
Untuk menjawab pertanyaan yang menjadi topik di atas itu, kita dapat menggunakan pendekatan ‘SWOT Analysis’, yaitu analisis terhadap strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan threat (ancaman).
Strength (Kekuatan)
Strength (kekuatan) ini adalah kekuatan multidimensi mencakup pedoman umat manusia yang termaktub di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, beserta sunnah Nabi Muhammad saw yang dipertegas pula oleh kinerja ‘ring satu’ Rasulullah Muhammad Saw yakni eksistensi Ahlul Bayt (Keluarga Nabi Saw).
Di dalam skala politik global, strength di sini dapat berupa potensi besar politik dunia Islam yang dibingkai oleh heroisme Imam Husain yang tegar dan tegas—sebagaimana diakui oleh para tokoh dunia—untuk diterapkan dewasa ini, melawan tirani kekuasaan duniawi yang serakah yang direpresentasikan oleh hegemoni Barat dan Zionis Israel, sebagai fakta yang harus dihadapi. Tapi dengan syarat mutlak, yakni dunia Islam bersatu sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT di dalam QS.[3] Ali ‘Imran ayat 103, empat belas abad yang lalu yang maknanya:
“Dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali (agama) Allah dan janganlah berceri-berai, dan ingatlah nikmat Allah ketika kamu dahulu (masa jahiliyah bermusuhan) lalu Allah mempersatukan kamu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Bahwa sang Imam itu gugur adalah realitas sejarah. Tapi esensi darahnya itu telah ‘mengalir’ dalam relung hati sanubari segenap umat Islam sedunia—khususnya yang senantiasa mengagungkan Ahlul Bayt—hingga empat belas abad setelah peristiwa tragis itu, bahkan kita yakin sampai Hari Kiamat.
Selanjutnya Strength juga termasuk potensi besar kekayaan sumber daya alam dunia Islam yang melimpah. Dunia Islam adalah pemilik 60% deposit minyak dunia dan 40% cadangan gas alam dunia, dan juga dalam bentuk kekuatan finansial dunia Islam yang non-ribawi.
Weakness (Kelemahan)
1. Kelemahan Penegakan Ukhuwah Islamiyah
Segenap umat Islam umumnya bersikap inkonsisten (tidak taat) kepada perintah Allah SWT untuk menegakkan persatuan dalam “keanekaragaman aliran faham keislaman”, sebagaimana perintah-Nya yang termaktub di dalam QS. [3] Ali ‘Imran ayat 103 tersebut di atas.
Kasus-kasus friksi Islam Sunni-Syiah yang sering muncul baik di Timur Tengah maupun di Indonesia bersumber dari perbedaan interpretasi atas ajaran Islam dan sejarah yang menjadi masalah khilafiah belaka, yang dalam visi saya, hal itu hanya di sekitar masalah ‘agama bekas’ (the second hand religion) belaka, hasil pemahaman umat Islam dari pelbagai firqah. Yang semula sesungguhnya berasal dari sumber pokok yakni agama yang diterima langsung oleh ‘tangan pertama’ (the first hand religion) yakni Nabi Muhammad Saw dari Allah SWT.
Pemahaman pada ‘agama bekas’ inilah yang secara fanatik dijalankan, seolah-oleh sebagai agama tersendiri yang diperjuangkan dan didakwahkan di lapangan, yang akhirnya menimbulkan friksi horisontal antar firqah hingga bunuh-membunuh, sejak awal abad Islam.
2. Kelemahan Penegakan Dakwah Islamiyah
Umumnya umat Islam bersikap Inkonsisten terhadap perintah Allah di dalam QS.[16] An-Nahl ayat 125, yang maknanya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu, dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
3. Kelemahan Penegakan Politik Global
Dalam konteks politik global, ada bukti otentik soal inkonsistensi dunia Islam khususnya dunia Arab pada perintah Allah SWT yang termaktub di dalam Kitab Suci-Nya itu seperti ketika Konferensi Liga Arab digelar di Kairo, Mesir, 19 Juli 2008 seperti dilansir harian Republika, Jakarta, 21 Juli 2008. Di dalam ruang sidang itu terpampang kaligrafi indah yang mengutip firman Allah SWT di dalam QS.[13] Ar’Ra’d ayat (11), yang intinya bahwa nasib manusia ditentukan oleh usahanya sendiri. Kemudian firman Allah SWT di dalam QS.[3] Ali ‘Imran ayat 103, seperti yang sudah dikutip di atas, yaitu memerintahkan supaya bersatu padu dan tidak bercerai-berai. Lalu ada pula dikutip QS.[3] Ali Imran 110, yang intinya bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi segenap manusia.
Akan tetapi apa yang terjadi ? Begitu konferensi selesai dan bubar, lalu para delegasi pulang kembali ke negara masing-masing maka perseteruan antar pemimpin Islam Arab Sunni sendiri tetap saja berlanjut, apalagi dengan negara Syi’ah Iran. Oleh sebab itu jangankan membangun pax Islamica (perdamaian Islam), sekedar membangun pax Arabica saja mereka tak mampu. Bagaimana mungkin dapat menghadapi Zionis Israel yang dibantu Amerika ?
Opportunity (Peluang)
Pertama, bagaimana dunia Islam meneladani heroisme Imam Husain dapat mengimplementasikan strength (kekuatan) pokok agama yang ada di dalam ‘blue print’ (cetak biru) Allah SWT, yakni Al-Qur’an, Kitab Suci pamungkas hingga akhir zaman. Juga kepada Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai langkah implementasi isi kandungan Kitab suci Al-Qur’an.
Kedua, Islam yang tetap konsisten pada “ketauhidan” Allah SWT yang murni, tanpa dikotori oleh kemusyrikan. Teologi Islam yang menjunjung tinggi tauhid-Nya benar-benar murni dan steril dari setiap upaya menyekutukan-Nya dengan yang lain, tidak sebagaimana agama-agama yang lain.
Ketiga, Dunia Islam sejatinya dapat mendayagunakan potensi besar sumber daya alam yang melimpah, baik deposit minyak bumi sebesar 60% dari cadangan dunia, serta 40% gas alam dunia, bukan sebaliknya menjadi komuditas dunia luar Islam.
Keempat, Allah SWT mengajari umat Islam memperlakukan urusan finansial dalam dunia usaha harus pula sesuai dengan aturan-Nya yang termaktub di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, yakni menjauhi riba, sehingga keberkahan Allah SWT akan senantiasa turun pada dunia usaha umat Islam.
Threat (Ancaman), Hambatan dan Tantangan
1. Proses korosi yakni adanya proses karatan ajaran Islam yang berbahaya dalam bentuk sikap jumud (statisme yang dogmatis) yang menghinggapi kebanyakan umat awam dari semua pengikut aliran Islam. Memang pada realitasnya kasus penafsiran pada ajaran pokok Islam ini kemudian menjadi masalah khilafiah (“the second hand religion” atau agama ‘bekas’) yang dianggap oleh muslim awam sebagai ajaran pokok. Sementara itu ajaran pokok agama yang diterima langsung oleh ‘tangan pertama’ (“the first hand religion”) yakni Nabi Muhammad Saw dari Allah SWT terabaikan.
2. Langgengnya disintegrasi dunia Islam yang diakibatkan oleh egoisme (kesombongan) para pemimpin negara-negara Islam, boleh jadi direstui oleh para pemimpin firqah-firqah Islam. Kondisi seperti ini sangat merugikan bagi dunia Islam, karena hanya menguntungkan pihak dunia Barat dan Zionis Israel.
Kesimpulan
Idealnya umat Islam dari berbagai firqah dapat mewarisi heroisme serta ‘ruh jihad’ Imam Husain, yang juga dikagumi oleh tokoh dunia sekuler sekalipun, karena faktanya kepahlawanan beliau itu telah menjadi “simbol abadi perjuangan moral universal”. Tapi fakta politik global dunia Islam menunjukkan bahwa realitas ancaman hegemoni Barat dan Zionis Israel tetap saja tidak dapat mempersatukan potensi besar kekuatan melawan Barat itu yang direpresentasikan oleh dua ‘mainstream’ Islam: Sunni-Syiah.
Sejatinya dalam skala global pula, prinsip ukhuwah Islamiyah yang direpresentasikan Sunni-Syiah itu dapat terwujud dengan modal dasar strength akidah Islam yang tetap menjunjung tinggi tauhid Allah SWT secara murni, yang ditunjang oleh kekuatan duniawi SDM dunia Islam dengan sumber daya alam yang melimpah ruah, serta aspek finansial yang jauh dari sifat ribawi, sehingga dapat meraih kekuatan Allah SWT.
Ditinjau dari aspek dakwah Islamiyah, dapat ditegaskan, akibat yang ditimbulkan oleh ‘percekcokan’ keyakinan Sunni-Syiah selama ini yang berimplikasi pada cara-cara para praktisi dakwah Sunni-Syiah di lapangan hingga dewasa ini yang tidak sesuai dengan etika Islam, sebaiknya segera diakhiri jika kedua golongan besar Islam itu sama-sama menempatkan Zionis Israel sebagai lawan mereka.
Oleh sebab itu, dalam konteks peringatan syahidnya Imam Husain pada bulan Muharram ini, dari lubuk hati yang paling dalam, saya “si faqir yang dhaif” dengan memuji kebesaran Allah SWT memanjatkan doa kiranya keberkahan, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta Ahlul Bayt. Kepada Allah SWT pula bergantungnya harapan, kiranya para ulama kedua firqah Sunni-Syiah dapat membuang jauh-jauh fanatisme sempit yang disertai egoisme sektoral, agar tercipta ukhuwah Islamiyah yang hakiki. Karena sesungguhnya Allah SWT tidak suka kepada siapa pun yang selalu memelihara egoisme, sehingga tidak ada jaminan akan memperoleh keridhaan-Nya.
[1] Lecktor Kepala (IV c) Dosen UIN Bandung (2002-2011) dpk, pada STAI Madinatul Ilmi, Depok-Pembina Utama Muda (SK Presiden RI No. 79/K, 2010).
[2] Lihat Saed Zomaezam, Al-Imam al-Husain Shaghil ad Dunya (10 Hari yang Menggetarkan Dunia), Beirut, 1431/2010, alih bahsa Faisal Djindan, Jakarta, Papyrus, 2012.
[3] Ibid, h. 140.
[4] Lihat Yusuf Sou’yb, Aliran-aliran Sekte Syiah, Jakarta Pustaka Alhusna, 1982, h. 28. Para pembaca modern dewasa ini akan bersikap kritis dan memandang tidak fair (tidak jujur) terhadap bukunya yang merujuk penulis kalangan Sunni Timur Tengah, seperti Muhyeddin Al-Khayat dalam Tarikhul Islam (1935), karena banyak fakta sejarah yang kontradiktif dengan pengakuan para tokoh dunia Barat dan Timur. Padahal seharusnya ia menganalisis bahan penulisan itu secara objektif, sebagaimana pandangan para tokoh dunia itu.