Berita
Mengapa Beragama dengan Kemarahan?
Kebanyakan orang yang telah dikuasai amarah akan kehilangan kemampuan berpikir sehatnya, hingga dia melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang tidak pantas. Pada sebagian orang muncul penyesalan setelah kemarahannya reda, namun pada sebagian yang lain penyesalan baru akan muncul setelah kurun waktu cukup lama, karena kemungkinan amarahnya telah menjadi bagian dari karakter dirinya, membuat orang lain menjulukinya “Si Pemarah”.
Sesungguhnya jika kita mau sadar, amarah hanya akan membawa kerugian bagi pelakunya. Seseorang yang hanya menuruti nafsu amarahnya adalah ibarat orang yang sedang berjalan menuju jurang yang akan menjatuhkan dan menghancurkan dirinya. Alangkah buruknya tatkala penyesalan itu datang setelah dirinya hancur dan remuk, entah disebabkan kemarahan yang telah menciderai orang lain atau kemarahan yang telah menciderai dirinya sendiri.
Bahkan dari sisi kesehatan, seseorang yang selalu menuruti nafsu amarahnya akan berpotensi terjangkit penyakit seperti stres, penyakit jantung, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, masalah pernafasan, sakit kepala, dan lain sebagainya. Semua itu adalah akibat buruk kemarahan bagi diri sendiri selain akan mendatangkan kerugian juga bagi orang lain.
Benarlah jika ada yang mengatakan bahwa kemarahan menyebabkan kerusakan-kerusakan yang merugikan individu-individu dan masyarakat secara fisik dan mental, serta secara material dan moral. Lebih jauh lagi, kemarahan sering melukai perasaan-perasaan manusia, membebani jiwa-jiwa manusia dengan perasaan kebencian, dan menghancurkan pilar-pilar hubungan kasih sayang.
Coba lihat berita akhir-akhir ini, baik di TV atau media lainnya. Berapa banyak kita saksikan orangtua tega menghabisi buah hatinya hanya karena marah dengan tangisan tak kunjung henti? Atau sebaliknya, seorang anak tega menghabisi orangtuanya hanya karena marah sebab keinginannya tak dipenuhi?
Sengaja atau tidak, kemarahan tetaplah mendatangkan keburukan bagi siapapun. Sesuatu yang seharusnya mendatangkan kebaikan berubah menjadi buruk begitu saja tatkala kemarahan telah menguasai diri seseorang. Maka benar pula jika dikatakan bahwa kemarahan dianggap sebagai pintu dari segala kejahatan, karena dapat menyebabkan kejahatan-kejahatan lain seperti membunuh, menganiaya, dan sebagainya. Sayidina Ali bin Abi Thalib as pernah mengatakan, ”Kendalikanlah kemarahan, sebab kemarahan merupakan salah satu bala tentara besar di antara bala tentara-bala tentara setan.”
Sekaitan hal ini Imam Muhammad al Baqir as juga berkata, “Seseorang sering menjadi sangat marah sampai-sampai ia tidak pernah merasa puas hingga kemarahannya ini menyebabkan ia berada dalam neraka.”
Jika sedikit saja mau berpikir, kita akan mendapati bahwa sesungguhnya hilangnya akal tatkala seseorang telah dikuasai amarah adalah titik awal situasi bahaya, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Bahkan dari keadaan inilah seseorang akan besar kemungkinan terseret pada tindakan-tindakan jahat.
Maka benarlah apa yang dikatakan Imam Ja’far Shadiq as bahwa kemarahan adalah kunci dari segala kejahatan. Dan seperti yang kita ketahui kejahatan sendiri merupakan wujud dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seseorang telah kehilangan pengawasan atas akalnya, maka dia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Sehingga dia tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan peranannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Tentu saja keberadaan orang yang demikian ini sama sekali tak dikehendaki masyarakat sekitar. Karena bagaimanapun apa yang dikehendaki masyarakat adalah kehidupan yang damai dan tenteram. Sebaliknya, keberadaan seseorang yang telah kehilangan pengawasan atas akalnya hanya akan mendatangkan keresahan di tengah masyarakatnya.
Tapi lucunya, masih ada saja di tengah kita, orang-orang yang mengaku beragama tapi dengan kemarahan. (Malik AZ/Yudhi)