Akidah
Mengapa Allah Swt Menciptakan Setan?
Banyak yang bertanya bahwa sekiranya manusia diciptakan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan melalui jalan penyembahan (ibadah), keberadaan setan sebagai makhluk pembinasa adalah oposisi kesempurnaan. Apakah alasannya sehingga setan mesti ada? Ia adalah makhluk yang licik, penuh dendam, penuh tipu daya, dan beracun.
Apabila kita sedikit merenung, kita akan ketahui bahwa kehadiran musuh ini adalah untuk mendukung pencapaian manusia ke tingkat kesempurnaan.
Kita tidak perlu pergi jauh. Kekuatan resistensi dalam menghadapi musuh-musuh senantiasa ada pada jiwa manusia dan ia dapat mengantarkannya ke jalan kesempurnaan. Para komandan dan prajurit-prajurit tangguh dan terlatih adalah orang-orang yang berjibaku dengan musuh-musuh yang kuat dalam dunia politik yang kritis dan pelik. Para jawara besar gulat adalah pegulat-pegulat yang berjajal dengan rival-rival tangguh dan berat.
Oleh karena itu, tidak perlu takjub bila kita menyaksikan para hamba Tuhan setiap hari semakin kuat dan gairah dalam bertempur secara berkesinambungan dengan setan. Dewasa ini, para ilmuwan berkomentar tentang filsafat adanya mikroba-mikroba pengganggu, sekiranya mikroba-mikroba tidak ada, maka sel-sel badan manusia pada suatu keadaan akan lemah dan kebas (karena kedinginan), dan kemungkinan tingginya postur manusia tidak melewati 80 sentimeter, semuanya dalam bentuk manusia-manusia cebol. Dengan demikian, manusia hari ini memperoleh kekuatan dan tinggi tubuh yang lebih karena mereka selalu dalam kontraksi dengan mikroba-mikroba pengganggu itu. Demikian juga roh manusia dalam berkonfrontasi dengan setan dan hawa nafsu.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa setan memiliki tugas untuk menyelewengkan para hamba Tuhan. Setan sejak awal penciptaannya memiliki kekhususan sebagaimana makhluk-makhluk lainnya. Setan dengan ikhtiar penuhnya jatuh, menyimpang dan memilih sendiri untuk celaka. Oleh karena itu, Tuhan menciptakan iblis sebagai setan. la sendiri yang menghendaki dirinya menjadi setan. Namun, tindakan setaninya itu tidak sekedar mencelakakan para hamba Tuhan, tetapi juga merupakan tangga kesempurnaan mereka. (Perhatikan baik-baik)
Kendati demikian, pertanyaan yang tersisa adalah mengapa Tuhan mengabulkan permohonannya untuk tetap hidup? Mengapa Tuhan tidak melenyapkannya sejak dahulu?
Jawaban pertanyaan ini sama dengan jawaban yang telah kami sebutkan di atas. Dengan ungkapan lain, alam semesta adalah arena ujian dan cobaan. (Ujian ini adalah wasilah pembinaan dan penyempurnaan manusia). Dan kita ketahui, ujian hanya berarti bila berhadapan dengan musuh-musuh besar, krisis-krisis kehidupan yang datang menekan.
Tentu saja, sekiranya setan tidak ada, hawa nafsu dan sifat was-was manusia akan ditempatkan menjadi medan ujian baginya. Namun, dengan kehadiran setan, jalur ujian ini semakin membara, lantaran setan adalah pelaku eksoteris (lahir), sementara hawa nafsu adalah pelaku esoteris (batin).
Jawaban atas Sebuah Pertanyaan
Satu pertanyaan lain yang muncul adalah bagaimana mungkin Tuhan membiarkan kita sendiri berkonfrontasi dengan musuh tanpa welas asih dan kuat ini?
Jawaban pertanyaan ini dapat diperoleh dengan menaruh perhatian terhadap satu poin, yaitu sebagaimana yang telah disebutkan dalam Alquran bahwa Allah Swt mempersenjatai mukminin dengan para malaikat sebagai lasykar mereka untuk membangun dunia bersama kekuatan-kekuatan gaib dan maknawi yang mereka miliki dalam rangka memerangi diri sendiri (jihad an-nafs) dan bertempur melawan musuh.
Sesungguhnya orang-orang berkata, ”Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka [dengan mengatakan ], janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, gembirakanlah mereka dengan [memperoleh] surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat .. ..”’ (QS. Fushshilat: 30-31)
Poin penting lainnya adalah setan sekali-kali tidak akan masuk ke relung hati kita. Ia tidak akan dibiarkan melewati batas wilayah roh tanpa memegang paspor. Serangannya tidak pernah membuat manusia lalai. la masuk ke dalam kediaman hati kita dengan ijin kita. Ya! Ia masuk melalui pintu, tidak melalui celah-celah rumah hati kita. Kitalah yang membuka pintu baginya untuk masuk. Demikianlah di dalam Alquran ditegaskan, ”Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya [setan] hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin dan atas orang-orang yang mempersatukannnya dengan Allah.” (QS. al-Nahl: 99-100)
Secara asasi, perbuatan-perbuatan manusialah yang menyediakan lapangan bagi setan untuk melakukan infiltrasi. Sebagaimana disinggung dalam Alquran, ”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra: 27)
Namun di atas segalanya, untuk meraih keselamatan dari jerat-jerat setan dan prajuritnya dalam bentuk yang beraneka ragam, seperti syahwat, pusat-pusat kerusakan, politik-politik busuk, sekte-sekte yang menyimpang, budaya-budaya rusak (fasid) dan merusak (mufsid), jalan untuk selamat hanyalah berlindung kepada iman dan takwa, serta sinar kasih Tuhan Yang Mahakasih, dan menyerahkan diri kepada Zat Yang Mahakudus. AIquran berfirman, “… kalau tidaklah karena rahmat Allah kepada kamu tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja [di antaramu].” (QS. aI-Nisa: 83)
Pembahasan sebelumnya Apakah Perbedaan Alamiah Manusia Satu dengan Lainnya Sesuai dengan Prinsip Keadilan?
Dikutip dari buku 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan Akal, Ayatullah Makarim Syirazi