Artikel
Mengapa Allah Menguji Manusia?
Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, kita harus tanamkan pada diri kita bahwa Allah tidaklah menguji manusia kecuali dia mampu untuk menghadapinya. Mustahil Allah menguji diluar batas kemampuannya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ” (QS.al-Baqarah:286)
”Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai). dengan apa yang Diberikan Allah kepadanya. ” (QS.at-Thalaq:7)
Mengapa Allah menguji manusia?
Pertama, Allah ingin mengeluarkan kemampuan manusia yang terpendam. Dengan adanya berbagai ujian, manusia bisa semakin memaksimalkan kemampuannya. Potensi-potensi tersembunyi yang tersimpan dalam diri manusia akan muncul saat dia harus menghadapi berbagai macam rintangan kehidupan. Kita bisa lihat perbedaan seorang anak yang dimanja sejak kecil dan anak yang dididik mandiri? Sungguh jauh berbeda bukan?
Ujian itu akan menyaring siapa yang benar-benar sukses mengahadapi ujian dari Allah dan siapa yang hanya banyak berkata-kata. Allah berfirman:
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ”Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (QS.al-Ankabut:2)
Kedua, manusia diuji agar kembali kepada-Nya. Allah rindu Pada hamba yang selalu berpaling dari-Nya. Dia berharap agar hamba itu bisa kembali memilih tuhan-Nya dan meninggalkan Iblis. Allah cemburu jika hati seorang hamba diisi dengan selain-Nya. Allah berharap mereka kembali seperti seorang ibu yang telah lama kehilangan anaknya. Maha Suci Allah dari segala contoh.
“Dan Kami Uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS.al-A’raf:168)
Bukankah kita sering melihat orang yang tidak pernah kenal Allah bisa menjadi ahli ibadah setelah terkena penyakit? Bukankah kita melihat seorang yang selalu bermaksiat bisa berubah setelah mengalami musibah? Berapa banyak orang yang tidak pernah salat tahajjud memaksa dirinya untuk bangun malam ketika memiliki masalah keuangan? Ujian itu adalah cambuk rahmat dari Allah untuk menyadarkan mereka agar kembali ke rumah Allah.
”Dan pasti Kami Timpakan kepada mereka sebagian siksa yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. as-Sajdah:21)
Ada manusia yang ketika mendengar perintah Allah langsung bergegas melaksanakannya. Sebagian dari mereka perlu mendapat cambuk rahmat berupa ujian, baru mereka sadar dan taat. Dengan segala perhatian dan kasih sayang Allah, masih saja banyak orang yang kembali melupakan-Nya setelah musibahnya dihilangkan.
”Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami Hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (kejalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (QS.Yunus:12)
Ketiga, cobaan dan ujian yang Allah berikan berfungsi sebagai , penghapus dosa. Allah ingin melihat hambanya yang baik datang / mengahadap-Nya dalam keadaan bersih dan suci. Karena itu, Allah bersihkan kotoran dosa mereka dengan ujian dan cobaan di dunia.
Rasulullah pernah menyampaikan:
Allah berfirman, ”Demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, ketika aku ingin memberi rahmat kepada hamba-Ku sebelum Aku kembalikan ia kepada-Ku maka Aku bersihkan dulu kotoran kesalahan yang ada pada dirinya. Dengan aku beri penyakit atau aku beri kegelisahan pada dunianya. Dan jika masih ada sisa kesalahannya maka aku persulit kematiannya.”
Allah ingin orang-orang mukmin datang kepada-Nya dalam keadaan bersih tanpa noda. Begitupula penyakit, bagi orang kafir penyakit adalah siksaan namun bagi orang mukmin, penyakit adalah sarana terbaik untuk menghapus dosa-dosa.
”Sakit bagi seorang mukmin adalah pembersihan (dosa) dan rahmat. Bagi orang kafir adalah siksaan dan laknat. Sesungguhnya penyakit itu akan senantiasa ada pada seorang mukmin sampai tidak ada satu pun dosa padanya.” (Imam Ali Ar-Ridho)
“Sesungguhnya ada sebuah kedudukan di surga yang tidak bisa dimasuki oleh seorang hamba kecuali dengan cobaan yang ada pada tubuhnya.” (Imam Ja’far As-Shadiq)
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah Memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS.as-Syuro:30)
Bersambung…
Artikel sebelumnya: Bagaimana Bentuk-Bentuk Ujian Itu?