Berita
Menanti Perkap POLRI terkait Ujaran Kebencian
Dalam sejumlah kasus kekerasan atas nama agama, seringkali didahului dengan ujaran kebencian (Hate Speech), namun sayangnya, tangan aparat kepolisian serasa terbelenggu sehingga tidak mampu menjerat para pelaku ujaran kebencian. Akibatnya kekerasan demi kekerasan atas nama agama tidak dapat ditangani dengan tepat dan jatuhnya korbanpun tak dapat dielakkan.
Polisi seringkali menjadi pihak yang dipersalahkan karena tidak mampu mencegah dan mengambil sikap tegas terhadap para pelaku ujaran kebencian yang berujung pada kekerasan atas nama agama.
Menurut Kombes Pol John Hendri, Kepala Bagian Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri, saat ditemui tim ABI Press di acara Forum Diskusi Group tentang ujaran kebencian di Hotel Ambara(3/7), Jakarta Selatan, bahwa polisi yang ada di tempat kejadian biasanya merasa takut, kurang memiliki pengaruh dan diancam serta tidak ada perlindungan terhadap dirinya. Untuk itu, Hendri menegaskan akan membuat peraturan agar polisi bisa mendapatkan perlindungan.
“Biar ndak ada rasa takut lagi,” tegas Hendri.
Sementara itu Prof. Adrianus Meliala, Ph.D dari Kompolnas ditemui di tempat yang sama menyikapi sikap aparat kepolisian dalam sejumlah kasus kekerasan atas nama agama, mengatakan ketakutan polisi atau tidak adanya perlindungan belum tentu menjadi masalahnya, tapi yang pasti menurutnya aparat kepolisian kebingungan sehingga memunculkan sikap beragam dalam menghadapi kekerasan atas nama agama dan ujaran kebencian.
“Mereka bingung, itu jelas,” terang Adrianus.
Keduanya sepakat adanya Peraturan Kapolri (PerKap), terkait langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh aparat kepolisian jika mendapati sesorang melakukan ujaran kebencian atau kekerasan atas nama agama. Menurut John Hendri, pihak kepolisian telah menyusun rancangan Perkap dan melakukan harmonisasi semua fungsi kepolisian.
“Nanti tanggal 7 kita bahas lagi,” terang Hendri.
Saat ditanya kapan Perkap tersebut rampung Hendri mengatakan, “Secepatnya!”
Dengan didampingi oleh lembaga dan asosiasi kepolisian, kemudian sosialisasi terhadap aparat kepolisian yang berada di lapangan dan dengan pengawalan Kompolnas, Adrianus berharap, Perkap tersebut akan menjadi bola salju yang dapat diikuti oleh Pemda ataupun negara.
Dengan Perkap tersebut, minimal mengisi kekosongan Perkap dan juga memberikan aturan khusus bagi aparat kepolisian untuk menindak siapa saja yang melakukan ujaran kebencian. Namun Adrianus tetap menyayangkan lambatnya pembuatan Perkap tersebut.
“Masalahnya, Perkap ini belum jadi,” tegas Adrianus.
Tentu langkah positif Polri ini patut mendapatkan apresiasi, namun jika ternyata pembuatan Perkap ini memakan waktu cukup lama, sehingga kegamangan sikap polisi di lapangan saat mengahadapi ujaran kebencian terus berlanjut, maka kita patut mempertanyakan keseriusan pembuatan Perkap tersebut. (Lutfi/Yudhi)