Berita
Menanti Buah Dua Muktamar
Kondisi Islam di Indonesia yang cenderung lebih kondusif bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia tentu patut kita syukuri dan hal ini tentu saja tidak terlepas dari peran dua ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Tak berlebihan bila muktamar kedua ormas Islam tersebut pada awal Agustus lalu menjadi acuan proyeksi Islam Indonesia ke depan. Proyeksi inilah yang menjadi perbincangan hangat dalam diskusi “Islam Indonesia Pasca Dua Muktamar” pada Rabu (19/8) malam di Teater Utan Kayu, Jakarta Timur.
Menghadirkan dua pembicara, intelektual muda NU Syafiq Hasyim P.h.D dan Andar Nubowo DEA dari Muhammadiyah, membuat diskusi lebih hidup dengan adanya paparan situasi muktamar yang luput dari sorotan media saat itu.
Islam Nusantara
Terkait nasib Islam Nusantara ke depan, dalam diskusi itu Syafiq memaparkan tiga hal:
1. Islam Nusantara sebagai Penegasan Identitas, yaitu suatu identitas atau keinginan NU melalui Islam Nusantara menjadikan NU sebagai wacana yang dominan.
2. Islam Nusantara sebagai Identitas Perlawanan, yaitu Islam Nusantara sebagai penegasan, “bagian dari kita, bagian dari kamu atau bagian dari mereka”. Hal ini untuk menunjukan perlawanan terhadap kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan identitas NU yang muncul karena ada semacam serangan dari identitas-identitas lain termasuk dari Salafime global atau juga ideologi transnasional lainnya.
3. Islam Nusantara sebagai Pembangunan Identitas, yaitu keinginan NU ke depan yang tidak hanya sebagai Penegas Identitas dan Identitas Perlawanan, namun menjadi Pembangun Identitas. Yaitu keinginan NU untuk menjadikan Islam Nusantara sebagai ramuan baru yang digunakan untuk membentuk masyarakat baru, melalui transformasi sosial, transformasi pengetahuan dan lain sebagainya.
“Tiga pilihan seperti itu yang saya lihat mungkin akan terjadi di dalam lingkungan Islam Indonesia atau Islam Nusantara,” terang Syafiq yang juga merupakan Direktur Eksekutif ICIP (Internasional Centre for Islam and Pluralism), Jakarta itu.
Islam Berkemajuan
Sementara Andar, malam itu lebih banyak menjelaskan apa itu Islam Berkemajuan. Menurutnya, dalam konteks kebangsaan, Islam Berkemajuan menegaskan bahwa Pancasila final adanya.
Mungkin bagi sebagian kalangan istilah Islam Berkemajuan adalah hal yang baru tapi ternyata tidak bagi kalangan Muhammadiyah. Hal tersebut ditegaskan oleh Andar, bahwa istilah Islam Berkemajuan menurut sejarah telah disampaikan sebelumnya oleh KH. Ahmad Dahlan.
Pendiri Muhammadiyah tersebut, menurut Andar menyampaikannya dalam wasiatnya yang berbunyi “Jadilah Anda ini Muslim yang berkemajuan yang tetap menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya tetapi tetap berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah.”
“Inilah nasihat KH Ahmad Dahlan yang kemudian kita cuplik menjadi moto Muhammadiyah menjadi Islam Berkemajuan,” ungkap Andar yang juga merupakan Direktur Eksekutif Indostrategi.
Singkatnya, Islam Berkemajuan adalah bagaimana Muhammadiyah dengan berlandaskan Alquran dan Sunnah, mencoba merambah isu-isu strategis keumatan minimal dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Bukan hanya terkait persoalan ibadah fikih saja tapi juga memikirkan bagaimana ibadah dan fikih dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal.
“Intinya, itulah yang disebut dengan Islam Berkemajuan,” pungkas Andar.
Dengan sejumlah rekomendasi yang dikeluarkan oleh dua muktamar tersebut, kini langkah selanjutnya adalah penerapannya dalam kehidupan umat Islam Indonesia. Sebab jika tidak, semua rekomendasi yang bertujuan menciptakan maslahat keumatan bagi Islam Indonesia yang lebih baik tersebut hanya akan menjadi isapan jempol belaka. (Lutfi/Yudhi)