Berita
Menag: Tak Kenal Mayoritas-Minoritas, Islam Untuk Semua
Keberagaman atau kebhinekaan Indonesia adalah sesuatu yang nyata dan tak dapat dipungkiri lagi, termasuk dalam hal beragama dan berkeyakinan. Karenanya diperlukan toleransi antar umat beragama maupun seagama, sehingga selaras antara mereka yang mayoritas dan minoritas dalam keagamaan.
Namun akhir-akhir ini, benarkah pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Agama lebih memperhatikan minoritas daripada mayoritas?
“Islam itu tidak mengenal mayoritas, minoritas. Islam itu ya untuk semua,” terang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat menjadi pembicara dalam seminar Halaqah Fiqih Kebhinekaan dengan tema “Fiqih dan Tantangan Kepemimpinan dalam Masyarakat Majemuk” di Hotel Alia Cikini, Jakarta.
Jika akhir-akhir ini Kementerian Agama Republik Indonesia tampak lebih memberikan perhatian kepada kelompok minoritas, hal tersebut menurut Lukman bukan berarti mengabaikan yang mayoritas tapi hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab mayoritas untuk mengayomi yang minoritas, karena itu tanggung jawab kita semua.
“Itulah Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” tegasnya.
Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Maarif yang lebih sering dipanggil Buya Safi’i, Pendiri Maarif Institute juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut. Menanggapi hal yang sama, Buya mengingatkan kepada mayoritas untuk lebih mengoreksi diri jangan hanya menjadi mayoritas tanpa kualitas, sebab masih banyak umat Islam yang buta huruf.
“Bagaimana al-Quran mau bersahabat dengan orang yang buta huruf?” tanya Buya.
Buya menerangkan bahwa kelompok minoritas di Indonesia saat ini sedang gelisah dengan berkembangnya kelompok Islam garis keras yang menggunakan teriakan Takbir justru untuk menyerang masjid atau kantor orang lain, maka wajar saat ini mendapat perhatian.
Maka dari itu agar mayoritas merasa tidak terlantar, menurut Buya mereka memang harus meningkatkan kualitasnya.
“Persoalannya kan, kita jumlah besar tapi kualitas di bawah standar,” pungkas Buya. (Lutfi/Yudhi)