Berita
Menag Harap Habaib Lanjutkan Dakwah Sufistik Leluhurnya
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap, para Sayyid atau Habaib di Indonesia melanjutkan kiprah leluhurnya dalam menyebarkan dakwah sufistik di Indonesia. Pesan itu Menag sampaikan saat membuka International Conference on the Dynamics of Hadhramis in Indonesia di Jakarta, (22/11).
Menag mencontohkan dakwah yang dilakukan oleh Habib Ali bin Abdurrahman melalui Majelis Taklim di Kwitang yang bertahan hingga lebih dari satu abad. Menag menilai, inti ajaran Habib Ali yang terkenal juga dengan sebutan Habib Kwitang berlandaskan tauhid, solidaritas sosial, dan akhlaqul karimah.
Menurut Menag, ajaran dakwah Habib Ali berupa pelatihan kebersihan jiwa, tasawuf mu’tabarah, dialog antara makhluk dengan al-Khalik serta antara sesama makhluk.
“Habib Ali mengembangkan tradisi kakek-kakeknya dari Ahlul Bait yang intinya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghotmati hak setiap manusia tanpa membedakan latar belakang status sosial mereka,” sambungnya.
Menag menilai, hakikat dakwah mereka adalah akhlak. Perilaku mereka menjadi contoh dan teladan yang sangat baik bagi Muslim Indonesia selama ini. Mereka mengajarkan kedamaian, kesejukan, dan keramahtamahan.
“Ini yang menurut saya penting dalam konteks kekinian, di tengah kontestasi politik yang sangat keras, tekanan intensi kehidupan yang semakin kompleks, maka kita harus kembali kepada akhlak mulia, kepada ajaran pendahulu kita, khususnya para habaib, sayyid, dan mereka yang memiliki kedalaman ilmu agama,” tandasnya.
“Saya kira dakwah sufistik Habaib yang mengedepanan akhlak mulai sejak zaman dulu dan diikuti Walisongo dan da’i lainnya inilah yang berhasil mengislamkan nusantara,” imbuhnya.
Menag mengapresiasi konferensi strategis ini. Ada enam isu utama yang akan dibahas, yaitu: pertama, peran keagamaan dan pengaruh Hadrami (komunitas Arab yang berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan) di Indonesia.
Kedua, diaspora orang Hadrami; ketiga, politik kontemporer dan nasionalisme orang Hadrami; keempat, identitas budaya Hadrami (bahasa, musik, seni, sastra, makanan, dan pakaian); kelima, identitas sosial Hadrami (pernikahan, sistem kekeluargaan, serta hubungan dengan masyarakat lokal); dan keenam, aktivitas orang Hadrami dalam perdagangan.
“Keberadaan Hadrami yang datang dari Hadramaut Yaman Selatan itu sudah panjang sejarahnya. Kontribusi mereka bagi bangsa dan negara juga sangat besar. Selain mengembangkan kebudayaan, kesenian, juga yang penting adalah mengembangkan nilai agama sehingga kehidupan masyarakat Indonesia berjalan dengan baik,” ucapnya.
Konferensi ini digelar LIPI bekerjasama dengan The Hadhramaut Center for Historical Research Documentation and Publication, Menara: Study and Research Center of Arab Descents in Indonesia, serta Balai Litbang Agama Jakarta.
Tampak hadir, Kepala LIPI Bambang Subiyanto dan sejumlah Duta Besar negara sahabat, seperti Mesir, Yaman, dan Palestina. Konferensi juga diikuti para peneliti LIPI dan menghadirkan sejumlah Narasumber, antara lain: Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Syed Farid Alatas (National University Singapore), Huub de Jonge (Radbound University, Netherlands), serta Martin Siama (Austrian Academy os Sciences). (Kemenag/MZ)