Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Maulid Nabi dalam Pandangan Ketua Umum Ormas Islam Ahlulbait Indonesia

ABI Press_Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI)

(Wawancara dengan Sayyid Hassan Alaydrus)

Belum lama ini masyarakat dunia dikejutkan tragedi Charlie Hebdo yang banyak menyita perhatian dan pemberitaan media.

Peristiwa tragis berupa serangan teror yang menimpa majalah satir Prancis yang selama ini dikenal kerap menerbitkan karikatur bernada penghinaan terhadap Rasulullah, figur paling dimuliakan di kalangan umat Islam itu justru terjadi tepat pada bulan ketika kaum Muslimin di seluruh dunia sedang bersukacita merayakan kelahiran Nabi termulia, berupa peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Beragam reaksi dan tanggapan para tokoh dari berbagai negara, dan dari berbagai latar belakang agama pun mengemuka. Sebagian besar tokoh, terutama dari negara Barat mengutuk dan menyatakan tindakan penyerangan itu sebagai aksi terorisme dan anti kebebasan berekspresi. Sementara para tokoh Muslim termasuk di negeri kita, meski tetap mengutuk tragedi itu, di sisi lain mereka juga tidak begitu saja dapat membenarkan apa yang selama ini telah dilakukan pihak majalah Charlie Hebdo yang dengan sengaja dan terang-terangan telah berulangkali merendahkan serta menghina simbol-simbol Islam, khususnya sosok Nabi Muhammad Saw. Terlebih ketika aksi penghinaan terhadap Nabi itu tepat terjadi ketika umat Islam di seluruh dunia sedang memperingati kelahiran Beliau Saw.

Menyikapi peringatan Maulid Nabi tahun ini, di tengah hujatan sebagian kalangan yang masih tetap menganggapnya sebagai bid’ah, bersamaan juga dengan terulangnya penghinaan atas pribadi suci Nabi Saw, hingga kehebohan pemberitaan tragedi Charlie Hebdo. ABI Press pun meminta pandangan Ketua Umum ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI), Sayyid Hassan Alaydrus, di antaranya terkait sikap paling tepat yang mesti diambil kaum Muslimin di seluruh dunia dan di Tanah Air. 

Berikut ini petikan wawancara tersebut.

Bagaimana pandangan Ahlulbait Indonesia (ABI) terkait Maulid Nabi?

Bismillahirrahmanirrahim.

Ahlulbait Indonesia (ABI) sebagai ormas Islam, sama dengan kaum Muslimin yang lain, tentu bergembira sekali. Kaum Muslimin mayoritas di negeri ini menyambut hari lahir Rasulullah atau bulan kelahiran Rasulullah, Rabiul Awal. Kami ikut bergembira, acara Maulid diadakan dari mulai Istana sampai desa-desa, kantor lurah di desa-desa, dan mulai Masjid Itiqlal sampai surau-surau kecil di berbagai pelosok di negeri kita. Kita ikut bergembira.

Tetapi ABI juga punya harapan bahwa Maulid yang sudah sangat membudaya di negeri kita ini memberikan dampak yang positif. Kapan kaum Muslimin, setelah Maulid Nabi seperti yang diungkap oleh sejarahwan yang dikutip oleh para ulama, kyai, para habib dalam ceramah-ceramah Maulid, bahwa pada awalnya Maulid itu diadakan untuk membangkitkan moralitas prajurit yang sudah mulai lemah melawan musuh negara waktu itu. Atau musuh kaum Muslimin waktu itu. Lalu diadakanlah Maulid, setelah pembacaan narasi Maulid, muncul dalam diri kaum Muslimin, pembaharuan sumpah setia kepada Rasulullah, memperbaharui komitmen dalam perjuangan kepada Rasulullah. Maka moralitas prajurit waktu itu meningkat drastis dan akhirnya mendapatkan kemenangan  yang gemilang.

Sekarang kita juga bertanya, kapan semangat itu muncul lagi setelah Maulid-maulid dirayakan. Maulid besar di Istana, Maulid di pelosok negeri kita, di Jawa maupun luar Jawa. Kapan kaum Muslimin setelah Maulid yang mereka berdiri di situ, setelah shalawatan, marhabanan,  ada minyak wangi, bunga-bunga, kembang-kembang, kemudian muncul komitmen baru yang lebih kuat, muncul sumpah setia lebih kokoh kepada Rasulullah yang kemudian setelah bulan Maulud, nggak usah lama-lama lagi, bulan depan misalnya, atau bulan ini juga, kita mempersembahkan kado kepada Rasulullah. Apa kadonya? Ya itu tadi, meningkatnya semangat, persatuan, kebersamaan, untuk memerangi keburukan-keburukan di negeri kita ini. Baru itu membuat gembira Rasulullah. Saya malah khawatir kalau Maulid sekadar Maulid saja tidak ada komitmen, tidak ada pembaharuan sumpah setia kepada Rasulullah, itu malah akan membuat sedih Rasulullah. Dan itu tentu bukan menjadi tujuan diadakannya Maulid yang diadakan kaum Muslimin. Tentu tujuannya adalah untuk membuat gembira Rasulullah, senangnya Rasulullah.

ABI Memandang bahwa kaum Muslimin di Indonesia, baik dari NU, Muhammadiyah, dari FPI, Ahlusunnah, Ahlulbait, untuk betul-betul bertekad memberantas keburukan di negeri ini sehingga Maulid betul-betul memiliki gaung yang positif. Bukan sekadar rutinitas tahunan yang hanya berulang begitu lagi begitu lagi tanpa ada perubahan yang berarti

Bagaimana cara menghidupkan Maulid?

Kalau menghidupkan Maulid dalam pengertian merayakan Maulid, saya rasa di dunia ini yang paling besar dan semarak ya di Indonesia. Maulid dari bulan Rabiul Awal sampai pada bulan Rabiuts Tsani, sampai pada Jumadil Awal, kita buat Maulid. Hampir tiap hari kita buat Maulid di seluruh negeri kita ini. Itu yang pertama. Tiga bulan berturut-turut, di seluruh negeri kita. Bahkan masyarakat Betawi, untuk memperingati Maulid tidak perlu nunggu bulan Maulud, orang Betawi dapat anak saja baca narasi Maulid, sejarah Maulid.

Jadi kalau pertanyaannya bagaimana cara menghidupkan Maulid, di negeri kita ini sudah sangat hidup Maulid itu. Negara lain ada, tapi tidak sesemarak seperti di negeri kita.

Bagaimana menyikapi pandangan negatif sebagian orang yang memandang Maulid sebagai ritual bid’ah dan sebagainya?

Kepada yang menuduh Maulid ini bid’ah, saya katakan sebaiknya teman-teman yang membid’ahkan Maulid berfikir dulu berkali-kali. Pertama, mayoritas Muslimin ini akan terus mengadakan Maulid. Tidak akan berhenti, justru akan malah semarak dan makin ramai. Kemudian, biasanya yang marak mendengungkan anti Maulid itu adalah Saudi Arabia. Nah, Saudi Arabia yang tidak ada Maulid itu adalah satu negeri yang merasa paling murni ajaran Islamnya. Teman-teman dari Salafi, Wahabi yang membid’ahkan Maulid itu mesti berfikir karena dengan adanya Maulid saja orang jarang membaca sejarah Nabi apalagi kalau tidak ada Maulid, nanti kaum Muslimin bagaimana? Akan makin jauh dari sejarah Rasulullah.

Ditambah lagi, teman-teman yang membid’ahkan Maulid saya pikir lebih baik nasihatnya dialihkan saja kepada ulama-ulama di Saudi Arabia sana yang tidak mengadakan Maulid. Lebih baik dinasehati saja itu ulama di sana yang dominasi Amerika di sana itu sangat kuat. Ya. Lebih baik nasihatnya diarahkan saja ke ulama-ulama Saudi Arabia sana, yang sangat akrab dengan Amerika.

Apa yang seharusnya kita dapat dari Maulid?

Yang harus kita dapat dari Maulid ini, di samping kecintaan kepada Rasulullah makin meningkat, dan kecintaan itu harus dibuktikan dengan langkah-langkah konkret. Misalnya Nabi Muhammad itu dalam dakwah penuh dengan akhlak, kasih sayang, membangun persatuan. Jadi, pencinta Maulid di negeri ini juga harus mengikuti langkah konkret itu. Yaitu membangun persatuan, ukhuwah Islamiyah, saling sayang dan ada langkah-langkah prioritas yang mesti dikerjakan. Itulah langkah-langkah yang harus dibangun oleh para pencinta Maulid Nabi.

Pesan apa yang dapat disampaikan untuk umat terkait Maulid Nabi?

Pesan Maulid 1436 H kali ini, kelihatannya tantangan makin besar, problem makin menumpuk, maka para pencinta Maulid dalam membangun bangsa dan negara ini jangan ketinggalan dengan yang lain. Saya, terus-terang dulu rajin  hadir ke acara Maulid. Ke tempat perayaan-perayaan Maulid. Tapi sekarang ini sudah jarang. Saya ingin mengatakan bahwa kalau dengan hadir Maulid, persatuan kaum Muslimin semakin kokoh, kalau dengan Maulid kaum Muslimin akan semakin kompak, ukhuwah Islamiyahnya semakin bagus, maka dengan merangkak pun, dengan kondisi sakit pun itu akan saya datangi, acara-acara peringatan Maulid Nabi itu. Tapi yang saya lihat setelah hadir berkali-kali dalam perayaan Maulid, persatuan itu belum nampak, kebersamaan itu belum bisa direalisasi, kemudian kaum Muslimin para pencinta Maulid tidak bisa membangun barisan yang rapi, yang kokoh bagaikan yang disebut Nabi ..kal jasadil wahid, bagaikan satu tubuh, atau bagaikan satu tembok besar, itu belum terjadi. Karena itu saya agak mengurangi kehadiran saya ke tempat-tempat Maulid bukan karena tidak senang pada acara Maulid. Saya sangat senang dengan acara Maulid. Tapi sementara ini waktu saya, sebagian akan saya gunakan untuk lebih fokus membangun silaturahmi yang lebih luas lagi, insya Allah.

Bagaimana menyikapi fenomena penghinaan terhadap simbol-simbol agama seperti yang dilakukan Charlie Hebdo yang heboh akhir-akhir ini?

Saya melihat bahwa Barat ini, atau masyarakat Barat pada umumnya merasa heran dengan kaum Muslimin yang hanya masalah karikatur saja bisa marah, ngamuk dan membunuh. Nah, kita juga lagi keheranan. Kalau mereka heran dengan tindakan kita, misalnya karena terbitnya karikatur itu kita berdemo ya, kalau kita tidak dengan membunuh, memprotes keras tentang karikatur itu, mereka lalu heran dengan tindakan kita. Maka kita pun heran, bagaimana… sampai saat ini saya belum mendapat jawabannya, bagaimana masyarakat yang mengatakan menghargai kebebasan berekspresi, apakah menghina simbol-simbol keagamaan itu adalah bagian daripada kebebasan berekspresi yang harus dihargai oleh masyarakat yang katanya menjunjung tinggi kebudayaan, masyarakat yang telah mencapai puncak sains dan teknologi?

Jadi ada dua keheranan. Mereka heran dengan kita, kita pun juga heran dengan mereka. Saya harapkan untuk 2015 ini harus duduk bersama dua keheranan ini. Supaya mencapai titik temu. Karena kalau tidak, ada pihak ketiga yang akan mengipasi, baik kaum Muslimin sumbu pendek, kaum Muslimin yang cepat ngamuk, dan dari pihak Barat pun ada juga kelompok-kelompok yang anti imigran, yang rasis, yang tidak mau menghargai dunia Timur itu, kalau terus meruncing bisa menjadi perang besar. Ini yang tidak kita inginkan. Karena itu di 2015 ini kita harapkan orang-orang yang dewasa dari kedua belah pihak, orang-orang yang memiliki akal panjang dari Barat sana dan dari kita kaum Muslimin, harus duduk bersama memecahkan masalah ini. Kita harus tahu bahwa yang mereka buat karikaturnya itu adalah Nabi yang sangat kita junjung tinggi, yang nyawa pun siap kita persembahkan di jalan Beliau Saw. (Malik/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *